Blog ini digunakan sebagai sarana pencurahan apresiasi dan ekspresi karya sastra siswa-siswi kelas XII SMA Xaverius 1 tahun pembelajaran 2010/2011. Karya sastra selalu bermula dari cita rasa seni verbal seseorang yang bermuara melalui rangkaian kata-kalimat-peristiwa. Berangkat dari kemuliaan cita rasa itu dihasilkanlah karya-karya agung dan mulia, menyuarakan keadiluhungan martabat manusia. Menulislah apa yang kita rasakan.
Rabu, 16 September 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
66 komentar:
Pahlawan
Karya Anthony Kesumah/05/XII IPA 4
Wahai pahlawan,
Engkau bagaikan terang
Yang mengawali kehidupan kami
Engkau telah berjuang untuk semua orang,
Kami, warga-warga , negara,
Juga kehidupan kami di masa yang akan datang
Engkau melakukan pengorbanan
Demi kehidupan kami
Di negara yang bersatu padu
Sekarang ini
Andaikan saja tidak ada engkau
Pengorbananmu yang tak terukur
Mungkin kami tidak dapat hidup seperti sekarang ini
Hidup di negara yang hancur terpecah belah
Dan tidak ada kehidupan yang berarti lagi
Pengorbananmu
Yang tak kenal mati
Melawan semua ancaman
Sampai pada titik darah penghabisan
Senjatapun menusuk di seluruh tubuhmu
Darah segar mengucur dengan deras dari tubuhmu
Engkau tidak menyesal dengan kematian ini
Engkau gugur dengan gagahnya
Demi kami semua
Pengorbanan yang tak tenilai
Sesuai dengan yang diperjuangkan
Semua rakyat hidup bersatu tanpa membeda-bedakan
Ras, agama, jenis kelamin, dan lainnya
Senyuman tampak di wajahmu
melihat negara yang kau perjuangkan
Menjadi negara yang maju
di kehidupan ini
Semua warganya bersatu
Dan sulit untuk dipecah-pecah
Jasamu sangatlah besar
Tak sanggup kami membalas jasamu yang besar itu
Yang hanya dapat kami lakukan
Sebagai tanda hormat kami kepadamu
Hanyalah doa dan ucapan terima kasih
Yang sebesar-besarnya
kami haturkan kepadamu
Valencia berkomentar..
Keprihatinan akan Indonesia
Karya Valencia Darmawan Handoko/38/XII IPA 4
Berbagai macam pertunjukkan budaya mulai dipertontonkan
Berbagai kalangan mulai berdatangan
Seakan tak sabar untuk menonton pertunjukkan itu
Pertunjukkan yang selalu mereka nantikan
Pertunjukkan yang menjadi ciri khas bangsa mereka
BANGSA INDONESIA
Bangsa yang sangat mereka banggakan dalam segala bentuknya
Bangsa yang telah mereka perjuangkan akan kemerdekannya
Tapi,,,
Semua itu tinggallah suatu harapan
Harapan untuk masa modern ini
Tak ada lagi warga yang berlomba-lomba untuk menonton pertunjukkan itu,
Tak ada lagi warga yang begitu antusias menunggu pertunjukkan itu
Semua telah mereka lupakan,
Semua telah mereka tinggalkan, untuk zaman yang menyesatkan ini
Tak ada lagi perjuangan akan budaya bangsa ini
Semuanya telah lenyap terggantikan oleh pertunjukkan akan budaya yang lebih modern lagi
Dengan segala tekhnologi yang ada
Tak perlu lagi mereka pergi dan berlari-lari hanya untuk menonton atau menyaksikkan pertunjukkan itu
Semua telah tersedia
Rasa nasionalisme pun telah hilang dari benak mereka
Telah terggantikan oleh rasa pemberontak
Tak ada lagi nasehat yang dapat disampaikan
Tak ada lagi cerita yang dapat mereka bagikan
Semua telah sirna
Terhapus oleh kerasnya zaman baru ini
Zaman modern yang sudah merajalela di hati, pikiran maupun perbuatan mereka
Mereka yang menjadi generasi penerus bangsa ini
Bangsa yang satu-satunya mereka miliki
Semua mereka berikan kepada anak,cucu,cicit mereka
Mereka sudah tua,
Mereka sudah lelah
Tak ada lagi yang dapat mereka lakukan
Hanya dapat terus menyaksikan semakin merosotnya rasa nasionalisme dan kebudayaan bangsa mereka dengan hati pilu,
Hati yang tersayat-sayat seperti tersayat pisau yang tajam
Sungguh memprihatinkan...
Bangsa Indonesia yang dahulu penuh kebanggan akan rasa nasionalisme yang tinggi
Dan rasa penuh haru setiap menyaksikan kebudayaan yang ada kini telah tinggal harapan
Mereka tak pernah tahu bahkan tak mau tahu akan kebudayaan asli mereka
Akan kuatnya rasa nasionalisme zaman dahulu,
Zaman para nenek moyang mereka
Valencia berkata...
Kepulan Asap
Karya Valencia Darmawan Handoko/38/XII IPA 4
Wajah yang semakin pucat mulai tampak,
Kulit yang semakin mengkerut pun mulai menunjukkan kekeringan,
Tanah dan tanaman yang semakin kering pun mulai berbicara
Seakan mereka terus berbondong-bondong untuk mengungkapkan curahan hati mereka masing-masing
Tak ada sikap maupun respon dari mereka
Hanya ada keluhan yang terus-menerus tak pernah didengar
Kepasrahan seakan menjadi jalan terakhir
Huh…..
Lelah rasanya hidup ini
Tak ada warna yang berarti lagi
Gelak tawa yang dahulu terdengar seakan semakin menghilang dari dunia ini
Seakan tak ada lagi harapan akan hidup ini
Hanya kepahitan yang terus muncul
Sesak napas yang terus menggeroggoti saluran pernapasan ini seakan tak ingin diajak untuk kompromi lagi
Rasanya tak tahan lagi
Ingin berteriak sekuat-kuatnya
Namun, apalah daya
Kepulan asap yang terus membumbung tinggi tak henti-hentinya muncul
Semua,semua,semua
SEMUA karena ulah mereka
Ulah mereka yang merasa bahwa merekalah yang paling berkuasa atas dunia ini
Tak pernah terpikir akan akibat yang ada bagi kami semua
Hanya kepentingan pribadi yang terus diusahakan
Batang-batang pohon pun mulai ditebang untuk kepentingan usaha mereka
Dasar MANUSIA...
Selalu saja membuat ulah
Namun tak pernah ada solusinya
Hanya dapat terus mengeluh
Dan terus berbuat kesalahan
Meskipun semua akibat telah ditunjukkan
Namun tetap saja mereka melakukan hal itu
Hal yang semakin membuat kepulan asap membumbung tinggi
Pembakaran sampah, penebangan pohon di hutan, dan yang lainnya menjadi akibat awal munculnya asap tersebut
Mana lagi lingkungan hidup yang asri?
Mana lagi lingkungan hidup yang aman, tentram, hijau, dan menyenangkan itu???
Semua telah hilang,telah lenyap terbawa kepulan asap itu,
Sungguh sakit hati ini
Kami yang telah bersusah payah membanting tulang untuk melestarikan lingkungan ini
Semuanya hancur seketika hanya dengan ulah manusia yang tidak bertanggung jawab itu
Kami,kami,kami,
Sangat membenci mereka,
Mereka yang tidak pernah peduli pada kebaikan dan usaha kami
Berhentilah…
Wahai manusia yang tak bertanggung jawab
Hentikanlah segala perbuatanmu itu
Perbuatanmu yang tak pernah Engkau sadari akan dampaknya
Karena lingkungan ini pun bukan hanya milikmu seorang tapi juga milik kami yang hidup di dunia ini
Dunia yang kami usahakan dan harapkan untuk masa depan kami
Bukalah hatimu,
Terangkanlah jalan pikiranmu,
Dan janganlah Engkau berbuat demikian,
Karena kepulan asap yang terus membumbung tinggi terus mengganggu segala aktivitas kami
Dan mungkin hanya hujan yang dapat menghentikan kepulan asap itu
Jeritan Orang Miskin
Karya Anthony Kesumah/05/XII IPA 4
Hidup ini bagaikan kapal
Yang berada di tengah ombak
Kadang berada di atas
Dan kadang berada di bawah
Ketika di atas adalah masyarakat golongan atas
Sedangkan di bawah adalah masyarakat golongan menengah ke bawah
Hidup di bawah
Sangatlah sulit untuk dijalani
Banyak cobaan yang menanti
Musibah pun menunggu
Ketika kita di atas
Kita lupa akan teman-teman kita
Yang berada di bawah
Teman-teman yang sedang mengalami
Kehidupan yang sulit
Hidup mereka bagaikan
Rusa yang terjebak di dalam perangkap
Sulit untuk keluar
Dan meloloskan diri
Mereka kelaparan
bagai burung hitam yang menutupi awan-awan
Perut terasa diremas-remas
Oleh sebuah tangan
Yang kuat dan kekar
Dengan kuatnya
Sakit rasanya sampai
Perut mau pecah
Mereka ingin mengisi perut mereka
Yang telah terasa hampa
Dan tidak berisi lagi
Tapi apa yang harus mereka makan
Untuk mengisi perut mereka?
Uang sulit untuk didapatkan
Bagaimana mereka mendapatkan makanan?
Dengan perut yang kosong
Mereka berpikir bagaimana caranya
Tapi semua itu sia-sia saja
Mereka hanya bisa pasrah
Pada kebaikan Tuhan
Dan orang-orang lain
Itulah yang hanya bisa
Mereka lakukan saat ini
Mereka memerlukan bantuan
Uluran tangan kita
Untuk dapat melanjutkan
Kehidupan
Yang semakin sulit ini
Pemerintahan Indonesia 2100
karya Noor Zaki Abdel Fatah/28/XII IPA 4
Hari dimulai dengan bunyi mesin
Hari diakhiri dengan matinya mesin
hari yang dulunya diatur oleh alam
sekarang mulai berpindah ke tangan manusia
pemimpin pun beranggapan
Korupsi itu sudah biasa,
dan uang suap dianggap halal
asalkan mereka bisa tertawa
dosa besar pun dianggap bumbu,
Bumbu yang membuat hidup ini indah
Mereka beranggapan bahwa itu biasa
Seakan akan merekalah Tuhan,
Penguasa atas segalanya
Segala - galanya di kuasai
Derih rintih suara sedih
masih terdengar dimana - mana
memanggil manggil para pemimpin
untuk memberi sesuap nasi
sebenarnya...
mereka itu melihat,
mereka itu mendengar
mereka itu mengetahui,
tetapi kekuasaan membutakan mereka
kekuasaan menulikan mereka
kekuasaanlah yang membodohi mereka
Apakah ini masa depan yang di idam idamkan oleh rakyat indonesia?
Hari dimulai dengan bunyi mesin
Hari diakhiri dengan matinya mesin
hari yang dulunya diatur oleh alam
sekarang mulai berpindah ke tangan manusia
Dosa biasa
Karya Noor Zaki Abdel Fatah/28/XII IPA 4
Dahulu, manusia berbahagia
Dahulu, Manusia tertawa ria
tetapi hancur karena satu hal
yaitu Dosa
Dari zaman batu hingga mesin
musuh terbesar manusia selalu menghantui
tidak peduli..
laki laki ataupun perempuan
cepat ataupun lambat
kalian semua pasti akan dihampirinya
Sekarang, Dosa dianggap biasa
bahkan beberapa orang beranggapan
Dosa adalah teman
Hari hari dilalui dengan dosa
bahkan hari tidak bisa diakhiri dengan dosa
inikah dampak dari krisis
yaitu krisis iman
Musuh dosa adalah iman
musuh iman adalah dosa
semua saling berhubungan
walaupun semuanya berbeda
kini tinggal kita memilih
meneruskan krisis yang ada
atau menyelesaikan krisis tersebut
semua ada di tangan kita
tetapi..
hanya kesadaranlah yang dapat Semua itu.
WARNA CINTA
karya : Yovina Maria Valentina / 44
Setitik kasih membuat kita sayang
Seucap kata membuat kita percaya
Sekecil dusta membuat kita bertahan
Sebuah senyuman membuat kita bahagia
Cinta itu abstrak
Tak jelas terlihat namum menyentuh
Cinta itu misteri
Tak jelas dateng dari mana tapi bisa dirasakan
Cinta itu membingungkan
Tak selamanya menangis dan tak selamanya tertawa
Cinta itu anugrah
Tak diminta tapi datang dari yang kuasa
Apa arti sabuah cinta??
Apa arti sebuah kehidupan bila tanpa cinta??
Apa hebatnya cinta??
Apa hebatnya dunia tanpa cinta??
Cinta diandaikan..
Sebuah motor Ducati Desmocede GP8
Dikendarai bukan pembalap sembarangan.. Tetapi..
Jika tidak sehati, motor itu tidak akan menjadi pemenang..
Pengorbanan..
Satu kata terberat dalam cinta..
Ada cinta harus ada sebuah pengorbanan..
Karna harga dari pengorbanan dibalas dengan cinta..
Bencana
Karya Victor Darmawan/XII IPA 4/39
Hujan ada dimana-mana
Banjir di setiap wilayah
Longsor akibat hujan
Sungai yang terkontaminasi
Apa penyebabnya?
Ku menatap selokan dan parit
Tertimbun, tidak tahu apa isinya
Media massa rajin memberitakannya
Apakah tujuannya?
Semua itu ada maksudnya
Beberapa kota terinfeksi polusi
Nuansa hijau yang hilang
Semua orang rindu terhadapnya
Udara segar
Jalannya pernafasan
Pemandangan yang sejuk di mata
Marilah, perhatikanlah lingkungan kita
Anugerah Tuhan yang melimpah
Warisan Tuhan Yang Maha Esa
Masyarakat rindu
Kesadaran kita
Tanggungjawab kita
Demi kemajuan bangsa
Yang terepuruk
Terhambat
Sebagai pusat keindahan
Nasionalisme dan Budaya
Karya Victor Darmawan/XII IPA 4/39
Semangat nasionalisme
Yang muncul melalui para tokoh
Mendorong bangsa Indonesia
Mencapai kemerdekaannya
Kemerdekaan
Yang menuju suatu kebebasan
Inilah yang disebut
Sebagai semangat nasionalisme
Namun
Dimanakah semangat nasionalisme yang tumbuh
Dari generasi kita ini
Dimanakah?
Di darat, laut, atau udarakah?
Semangat nasionalisme generasi muda
Kini telah lenyap
Bagai langit ditelan bumi
Yang begitu mudahnya
Dilupakan oleh generasi muda
Dan juga...
Sekarang ini
Pengaruh kebudayaan
Telah melanda kehidupan kita
Seni pertunjukkan wayang
Yang awalnya tersimpan pesan moral
Kini tak lagi menyentuh
Hati masyarakat yang menonton
Apakah ini budaya asli Indonesia?
Apakah ini?
Kebudayaan Indonesia
Yang hampir sirna
Membuat bangsa Indonesia
Tak lagi bercirikan negara ketimuran
Yang pada awalnya
Sangat menjunjung tinggi nilai kebudayaan
Oleh sebab itu,
Masyarakat Indonesia
Jangan pernah membiarkan
Nasionalisme dan kebudayaan Indonesia
Lenyap ditiup angin
Aku, Teknologi, dan Mereka
karya : Yovina Maria Valentina / 44
Sebuah kotak yang begitu ajaib..
Yang selalu menemani disaat kubutuhkan..
Sebuah kotak yang menyimpan banyak keajaiban..
Yang selalu ada disaat aku kebingungan..
Kau tau??
Kotak ini memiliki isi yang hebat..
Isi yang dapat menghubungkan antar dunia dengan cepat..
Menakjubkan bukan??
Yah, teknologi...
Kau bekembang..
Berkembang setiap menitnya..
Seiring perkembangan zaman..
Kami engkau bantu dalam menjawab segala pertanyaan..
Menjawab pertanyaan yang membingungkan..
Kau senantiasa mempermudah pertanyaan kami..
Engkau sudah menjadi bagian hidup kami..
Tapi tak semua orang bisa seperti kami..
Memanfaatkanmu dengan mudah dan cepat..
Banyak taman kami menjauh disana..
Sangat sulit menjangkau dan merasakan kehebatanmu..
Banyak hal baru yang didapat..
Namun sebagian dari teman kami tak tahu itu..
Keterbatasan membuat semua itu terhalang..
Ingin rasanya bernagi ilmu pada mereka..
Banyak keunikan dunia..
Banyak keragaman dunia..
Serta banyak informasi dunia..
Yang aku dapatkan darimu wahai teknologi..
Nama: Felicia
Absen:14
Kritik kebobrokkan Birokrasi
Tak terasa tangan- tangan hitam ada
merasuk dalam setiap insan
merajalela di dalam kehidupan
merusak dunia yang ada
Saat dimana nada-nada terucap kaku
dan hanya ada kebohongan belaka
Kepalsuan oleh orang bermuka dua
Dimana hanya ada penderitaan yang bersatu
menimbulkan kecurangan dalam duniaku
Meneriakkan kata- kata palsu
Menanti suatu yang bukan milik duniaku
Demi menghubungkan semua masa lalu
Menimbulkan kecurangan dalam duniaku
Meneriakkan kata- kata palsu
menanti suatu yang milik duniaku
Demi menghubungkan semua masa lalu
Dimana semua bersatu
Berdiri tegap untuk menghadap kedepan
Bersama membawa duniaku
Dengan satu alasan dan tujuan
Bebaskan kami duniamu ini
Lepaskan duniaku dari tangan- tangan hitam
Dengan hal semacam ini
Kejujuranlah yang kami terima
-----------------------------------
Dekadensi Moral
Dipikiranku terlintas
Saat melihat duniaku menangis
Saat dimana semua isinya hancur terhempas
Terbawa oleh arus dunia yang keras
Bagaikan hati yang tak berakar
Tak bertubuh dan hancur terbakar
Dan semuanya hanya menyisahkan kekecewaan
Kepedihan berkas- berkas luka moral
Membuat semua tertumpuk menjadi satuan
Bagaikan batu- batu kerikil yang tertumpuk
Menjadi sebuah kumpulan dunia rusak
Yang terbentuk hanya oleh keserakahan
Tersisa oleh hempasan debu
Saat dimana moral tak lagi akan tumbuh satu
Tak pasti akan hidup oleh bayang- bayang kaku
Tak akan ada janji dan harapan baru
Hanya ada semangat yang tumbuh
Bangkit dan memperkokoh duniaku
Menjadi suatu titik pondasi teguh
Membuat duniaku berdiri
Menghempas angin moral yang tak rapuh
Yang tetap membawa kebangkitan baru
Kotaku yang Indah
Karya : Vika Fujiyama / 40
Terdengar kicauan merdu burung di pagi hari
Terasa udara yang sejuk menyelimuti hati
Bunga-bunga bermekaran dengan indahnya
Tanaman-tanaman tumbuh dengan suburnya
Terlihat hamparan hijau sejauh mata memandang
Gunung-gunung menjulang dengan kokoh
Matahari tak malu tuk memancarkan sinarnya
Sungguh merupakan keindahan yang tak ada habisnya
Yang diciptakan Tuhan untuk kita
Dan untuk semua insan di bumi pertiwi ini
Tapi...
Itu adalah keindahan yang dulu
Keindahan yang begitu mempesona
Dan sekarang semua itu telah sirna
Tak lagi kudengar kicauan merdu burung
Tak lagi kurasakan udara yang sejuk
Tak lagi kulihat bunga-bunga bermekaran
Tak ada lagi hamparan hijau sejauh mata memandang
Kini matahari seolah tampak malu
Tuk memancarkan cahayanya
Miris rasanya melihat keadaan kotaku yang sekarang
Dimanakah kepedulian kita
Tanggung jawab kita
Sebagai generasi muda bangsa ini
Masihkah kita berdiam diri
Menanti jawaban atas pertanyaan
Atau tidakkah kita mencoba
Membangun dari awal lagi
Kota tempat hidup kita yang tercinta
Dengan segala upaya usaha dan daya
Serta semangat yang berkobar dalam dada
Yang ada dalam diri kita
Ketika Modernisasi Berbicara
Masihkah membekas dalam ingatan kita
Bagaimana perjuangan para pahlawan
Yang telah gugur di medan perang
Bertempur dengan gigih melawan penjajah
Tuk membebaskan bangsa kita bangsa indonesia
Dari segala keterpurukan atas penjajahan
Sang saka merah putih berkibar dengan gagahnya
Dan kemerdekaan telah ada di tangan
Rasa nasionalisme menggema dimana-dimana
Merasuki jiwa raga seluruh insan Indonesia
Sekarang...
Semuanya telah berubah
Kini telah hancur berkeping-keping
Rasa nasionalisme yang menyatukan kita
Janji yang telah kita ikrarkan
Dan satu cita-cita yang mengikat bangsa kita
Untuk bersatu padu dan teguh
Membangun bangsa kita bangsa Indonesia
Karena satu kata sederhana...
Modernisasi
Semakin merajalela di negeri ini
Dan sulit bagi kita tuk hidup tanpanya
Tetapi tidakkah terlintas di benak kita
Bahwa ia telah mengubah segalanya
Mengubah rasa nasionalisme bangsa kita
Mengubah semua insan muda saat ini
Mengubah jati diri bangsa kita
Dan menjadi begitu hancur dan tak berarti
Inikah nasib bangsa kita
Yang jatuh terpuruk
Sekali lagi
Palembang, 2 Oktober 2009
Gorong-Gorong Negeri Pertiwi
Karya: Falen Theresia / 13
Pertiwi telah bersorak
Luapan kegembiraan penuh riak
Kita telah menang!
Kemenangan simbolis belakakah
Bapak-bapak itu telah membangun fondasi yang kokoh
Menyusun kerangka Pancasila dengan semangat kemegahan
Suatu sosok yang patut kita sandingkan
Pemerintahan yang jaya pada masa lampau,
aparat-aparat penegak hukum yang berpegang teguh pada sosok Pancasila,
ormas-ormas menghasilkan panen besar-besaran akan generasi penerus bangsa,
substansi-substansi yang giat memperbaharui ladang kepemerintahan
Negeri ini terlahir dengan struktur yang terkonsepsi,
cara pandang yang selalu terarah kedepannya
Ketika pembangunan didepan mata,
hal yang nampak adalah ketidakkonsistenan aparat-aparat pemerintah
Birokrasi yang semakin lama semakin tenggelam
Tenggelam dimakan masa
Pengerat-pengerat itu mencagakkan tiang-tiang ketidakjujuran
Apakah jadinya ladang padi kita yang telah subur berisikan nilai-nilai hukum berdemokrasi itu, digondoli tikus-tikus tak bertanggungjawab
Pemikiran akan kekuasaan dan jabatan, telah membudaya
Budaya korupsikah itu
Budaya yang telah membabibutakan negeri pusaka ini
Struktur pemerintahan kita menjadi gemuk
Gemuk akan sarat-sarat jiwa nepotismenya
Cara pandang feodal telah terpatri dalam monumennya
Beginikah keadaan di gorong-gorong negeri kita
Yang terbangun dari bulir-bulir keringat rakyatnya
Tikus-tikus tengil itu telah mengerat ke atas persawahan negeri,
Bahkan ekornya telah meninggalkan jejak
Jejak berbau pada kaki pemerintah tanah air tercinta
Atmosfer Moral Bangsa
Karya: Falen Theresia / 13
Rembulan tersedu di serambi kegelapan
Tersayat tangan-tangan binatang bangsa yang keji
Terbenam dan menahan duka dalam pergalutan batin
Moralkah yang perlu kita pecamkan sejak bangsa ini masih muda
Kebrutalan wacana politisi sosial semakin merajam
Sudah selayaknya kita bangkit dan sikapi tindakan pemerintah
Perlukah menelanjangi keboborokan politis di zaman Orde Baru dan Orde Lama
Perlukah mengoyak cerita lama para pejabat negeri yang tersohor dengan cap buayanya
Masa lalu yang tersurat dengan jiwa nasionalisnya,
kini kian memudar dengan corengan lumpur nista
Para politisi itu tidak hanya sekedar memerangi kejelekan moral rakyat,
bahkan menimbun kejelekan moral dalam benaknya sendiri
Kegetiran kami, sang rakyat kecil
Kegetiran akan pemimpin bangsa dalam atmosfer baru nantinya
Kata mereka, mereka wakil rakyat kami
Kata mereka, mereka tangan kanan kami
Kata mereka, mereka penyambung lidah kami
Tetapi…
Sebuah horizon yang berkabut, telah menghalangi citra negeri
Tak semuanya seperti yang diharapkan
Pencapaian terbesar pada mulanya
Namun selama beberapa waktu, itu hanyalah sebuah mimpi
Bagaikan gundukan gurun pasir yang menyirnakan harapan kami
Harapan akan tumbuhnya satu pohon Ek di ladang negeri kami
Pohon Ek yang tertidur dalam bijinya,
burung yang menunggu dalam telurnya,
dan dalam bayangan jiwa tertinggi negeri ini,
impian kami hanya satu yakni persemaian kenyataan di masa yang akan datang
Palembang, 2 Oktober 2009
Elegi Alamku
Karya: Ricky Salim / 33
Indahnya alamku
Melodi-melodi indah dan senyuman hangat Sang Mentari, mengawali hidupku
Hamparan bunga, menghiasi hidupku
Tetes embun yang turun dengan lembutnya, menenangkan hatiku
Bahkan sambutan lembut tuan jangkrik di kala kegelapan menyinari, mengakhiri hariku
Tetapi, semua berubah
Alam seakan menghukum kita
Sang Mentari tak lagi bersahabat
Siang hari terasa bagai di neraka
Malam hari dingin, sedingin hati yang telah kosong
Semua telah sirna, rusak, hancur
Itukah yang manusia inginkan
Tak sedikitpun engkau peduli
Atau peduli itu hanya kepada sesamamu
Atau sayang itu hanya pada orang tuamu
Atau cinta itu hanya untuk kekasihmu
Tak ada lagi kata indah
Semua terjadi bagaikan porselen
Yang awalnya indah, cantik, halus tanpa goresan sama sekali
Tetapi Akhirnya pecah berkeping-keping
Dan lalu pecahan itu yang akan membalas melukaimu
Tak ada lagi yang peduli
Dunia ini penuh dengan kegelapan yang dibalut misteri
Manusia kini hanya peduli dirinya sendiri
Masing-masing orang hanya memperkokoh dirinya sendiri
Demi Kesejateraanya
Demi Kebahagiannya
Demi Kemakmurannya
Demi Kehormatannya
Demi Kekayaannya
Tapi adakah yang peduli dengan lingkungannya
Tidak, tidak
Semua hanya muslihat
Manusia menggunakan kata cinta untuk menjadi topeng
Manusia menggunakan kata peduli hanya untuk kesejahteraannya
Pada akhirnya manusia hanyalah makhluk kotor yang tidak menyadari keberadaannya
Mereka tidak tahu, apa jadinya jika alam tak mengasuh mereka
Jika alam tak memberikan kebutuhan mereka
Mereka akan merangkak
Mereka akan menangis bagai bayi yang baru lahir
Mereka akan menjerit kelaparan
Saat itukah, manusia baru ingin sadar
Disaat ajal telah di depan mata
Alamku rusak, kotor, bagaikan arang bermandikan air
Pohon-pohon diluluhlantakkan
Sungai berubah menjadi tempat sampah
Bahkan sampah sekarang telah menghiasi setiap sudut kota
Samakah kita dengan sampah
Samakah tempat kita dengan tempat sampah
Pantaskah jika kita manusia disamakan dengan sampah
Tidak, tentu tidak
Jika tidak, mengapa tidak mulai dari engkau wahai saudaraku
Rawatlah alammu seperti kau merawat temanmu
Sayangi alammu seperti kau menyayangi adikmu
Cintai alammu seperti kau menyayangi pasangan hidupmu
Palembang, 2 Oktober 2009
Bangsaku
Karya : Ricky Salim / 33
Hujan lebat turun membasahi atap rumahku
Angin berdesir kencang memukul-mukul dinding rumahku
Aku termenung
Terlintas di pikiranku tentang bangsaku
Tentang betapa kuatnya persatuan bangsa inikah
Tidak, bukan itu
Bangsa kita sekarang jauh dari kata bersatu
Mungkin dulu bersama-sama bangsa ini telah menunjukkan persatuannya
Tetapi sekarang perpecahan dimana-mana terjadi
Perang saudara
Aksi-aksi kekerasan
Bahkan munculnya organisasi teroris
Bukti bahwa nasionalisme telah binasa
Lelah rasanya memikirkan hal itu
Setelah sekian tahun bangsa ini berdiri
Tetap tidak ada perubahan
Keras bagaikan besi
Aku berusaha untuk tetap terjaga
Kunyalakan televisi
Dan ku buka mataku lebar-lebar di depan layar kaca
Tapi yang kudapatkan hanya kepahitan
Kepahitan bahwa bangsaku telah kehilangan rasa cinta tanah air
Benar saja
Kini telah kulihat pencurian akan budaya kita
Pencurian akan tarian
Pencurian akan lagu-lagu
Kita seharusnya marah
Kita seharusnya bersatu
Kita seharusnya menyatu agar dapat melawan
Melawan mereka yang mengambil hak milik kita
Melawan mereka yang menjelek-jelekkan bangsa kita
Melawan mereka yang menginjak harga diri sang merah putih
Dengan perasaan tak menentu
Aku mencoba untuk melangkahkan kakiku keluar
Berharap kegundahan hatiku pun keluar
Aku terus berjalan, berjalan, dan berjalan
Aku termangu melihat sekumpulan anak-anak
Mendengar mereka menyanyikan syair-syair
Lagu kebangsaan Bangsa Indonesia
Membuatku tersadar
Aku sadar bahwa pasti
Pasti suatu hari nanti Bangsa Indonesia akan bersatu
Tidak ada lagi perbedaan yang memecah kita
Merekalah yang nanti akan memimpin bangsa kita
Mereka yang akan memegang penuh
Masa depan dari bangsa kita
Aku ingin melihat saat-saat itu
Menunggu dan terus menunggu
Hingga sampai ajal menjemputku
Dimana bangsa kita mampu bersatu menjadi suatu bangsa yang satu
Dimana bangsa kita mampu mencapai semboyan “Bhineka Tunggal Ika”
Palembang, 2 Oktober 2009
Lestarikan Alam kita
Karya : Sherly Kadir/XII IPA 4/36
Hamparan pemandangan hijau terbentang di hadapan mata
membawa kedamaian,
ketenangan dan kesejukan di hati.
Setiap kali kakiku melangkah,
dapat kurasakan sepoi angin menerpa kulit tubuhku.
Setiap kali mataku memandang,
selalu kulihat hijaunya alam anugerah Tuhan
dan...
setiap kali aku bernapas,
dapat kurasakan betapa sejuk udara yang mengisi paru-paruku.
Alangkah damainya kehidupan ini,
bila keindahan itu dapat terus ada.
Bila keindahan itu dapat terus terjaga dan selalu terawat
tanpa perlu ada yang mengusik
dan merusak.
Namun...
Detik kemudian, aku sadar.
Aku terbangun dari mimpiku.
Di saat bersamaan, hilang sudah keindahan alam itu dari pandanganku.
Sudah tak dapat kulihat lagi pemandangan menakjubkan itu.
Tak dapat lagi kurasakan lagi sepoi angin yang menerpa kulitku
dan...
telah lenyap kicau nyanyian burung riang dari pendengaranku.
Semua telah lenyap....hilang
Dan semua telah rusak
Akibat ulah kita para manusia.
Ya... akibat ulah kita
yang selalu mengeksploitasi alam, demi kepentingan pribadi.
Alam diperkosa dengan dalih demi kemajuan hidup.
Hutan dihancurkan untuk kepentingan hidup.
Pohon-pohon ditebang untuk di buat lahan baru.
Hewan diburu dan dibunuh untuk kebutuhan pribadi.
Apakah itu akibat kemajuan jaman???
Tidak!!!!
Kemajuan jaman tidak untuk menghancurkan
Kemajuan jaman ada untuk menciptakan.
Kerusakan alam terjadi akibat keserakahan hati manusia.
Akibat dari ketamakan hati kita.
Hati yang telah kotor dan terbelenggu oleh nafsu.
Tanpa pernah kita pikirkan akibatnya.
Kini...
Semua keindahan telah lenyap,
Tergantikan oleh kehancuran,
Bukit-bukit berlobang.
Tanah menjadi tandus.
Air telah tercemar
Cuaca tak lagi menentu.
Panas matahari menyengat membakar tubuh.
Inikah kehidupan yang kita inginkan??
Kehidupan dimana alam tak lagi bersahabat??
Kehidupan dimana alam berbalik mengahacurkan kita??
Tentu tidak...
Mari kawanku...
Kita mulai dari sekarang.
Kita perbaiki kesalahan kita kepada alam.
Mulailah kita belajar menghargai dan merawat setiap unsur kehidupan.
Jangan biarkan meraka hancur dan rusak, hingga mereka marah dan berbalik menghancurkan kita.
Mulai sekarang ‘Ayo Kita Rawat dan Lestarikan Alam Kita”
STOP penghancuran alam
Demi kehidupan yang lebih baik di masa datang.
Semangat Perjuangan Berganti Keserakahan
Karya : Sherly Kadir/XII IPA 4/36
Wahai sang waktu, engkau terus berlalu
Engkau terus berjalan, tanpa menoleh ke masa lalu
Engkau adalah saksi sejarah yang kekal
yang tidak terhapus oleh jaman.
Engkau jualah yang telah menyaksikan semangat perjuangan yang berkobar di dada para pahlawan dulu.
Semangat untuk bebas dari penjajah,
Bebas dari para monster-monster yang kejam memperbudak mereka.
Menyiksa mereka, dan... menganiaya mereka.
Engkau juga telah menyaksikan semangat mereka dalam berjuang untuk kemerdekaan Bangsa ini
Untuk kehidupan baru yang lebih baik di masa datang, tanpa belenggu penjajah.
Kini, semua perjuangan itu, telah sampai pada puncaknya.
Bangsa ini... telah mencapai kemerdekaannya.
Sudah tak ada lagi kukungan para penjajah
Sudah tak ada terdengar lagi jerit teriakan dan isak tangis
Semuanya telah sirna.
Semuanya telah hilang, seiring tercapinya kemerdekaan Bangsa ini.
Jerti teriakan, telah redam.
Isak tangis berganti dengan nyanyian sorak-sorai.
Duka telah berganti dengan kegembiraan dan canda tawa.
Sekarang,
Sudah waktunya kita ini...
sebagai generasi baru pembangun Bangsa,
meneruskan perjuanganmu, wahai para Bunga Bangsa.
Meneruskan upayamu dalam membangun Bangsa.
Tapi...
Kenyataan berkata lain.
Kini, semangat perjuangan tiu telah hilang.
Semangat itu telah lenyap, seiring dengan berlalunya waktu
Jikalau dulu...
Para pemimpin Bangsa berjuang untuk negeri ini
Untuk kemerdekaan Bangsa ini,
dan untuk kemajuan negeri ini.
Kini...
Para pemimpin Bangsa berjuang untuk kenyamanan hidup pribadi mereka.
Mereka lupa akan janji-janji manis mereka dulu.
Janji untuk membangun negara ini
Janji untuk memajukan Bangsa ini.
Janji itu kini tinggal omong kosong belaka
Tanpa pernah ada tindakan nyata.
Aku bukanlah seorang pemimpin Bangsa,
bukan pula seorang yang nasionalis, yang dapat memberikan sesuatu bagi Bangsa ini.
Aku hanyalah seorang pelajar biasa yang hanya dapat mencurahakan isi hatiku melihat ketamakan kalian, hai para penguasa lalim.
Karena aku tidak buta.
Aku juga tidak tuli.
Aku dapat melihat bagaimana ulah para pemimpin negara yang bagaikan seekor tikus hina yang merampas milik kami, rakyat kecil
Aku dapat melihat pula cara kalian hidup bersenang-senang dengan menggunakan hasil rampasan hak milik kami.
Kalian berpesta pora,
hidup dalam limpahan kekayaan, dengan memakai hasil rampasan hak milik kami.
Tidakkah kalian merasa malu???
Aku juga dapat mendengar jerit tawa bahagia kalian diatas penderitaan kami para rakyat ini.
Dimanakah hati nurani kalian melihat penderitaan kami???
Tidak adakah sedikitpun rasa iba di hati kalian mendengar jerit tangis kami??
Wahai pemimpin Bangsa,
Sadarlah...
Dengar dan lihatlah kami ini.
Rakyatmu yang menderita karena ketamakan kalian
Kami ingin melawan kejahatan kalian.
Melawan ketidakadilan di negeri ini.
Namun apa daya...
Kami hanyalah sekumpulan orang yang tidak punya daya melawan keserakahan kalian.
Andai aku memilki kekuatan untuk mengubah keadaan Bangsa ini,
Pasti ‘kan kulakukan.
Namun apa daya...
Aku tidaklah memiliki kemampuan untuk mengubah keadaan Bangsa ini.
Kini hanya 1 yang dapat kulakukan
Berdoa...
Memohon bangkitnya semangat perjuangan dari para penguasa negeri ini dan juga dari seluruh rakyat, untuk membangun bangsa ini.
Memohon bangkitnya semangat perjuangan untuk memajukan Bangsa ini,
Karena perjuangan yang akan kita hadapi masih panjang.
Ingatlah...
Kita masih belum MERDEKA
Masih banyak hal yang harus kita hadapi.
Perjuangan kita menuju puncak masih panjang,
Ayo...
Kita pupuk semangat perjuangan kita, demi Tanah Air kita, Indonesia
Atas atau Bawah
Karya Desianti/11/XII IPA 4
Kala pagi berasap..
Tataplah muka DPR!
Temu..
Temukan yang tidak suram!
Kala Tsunami di depan mata..
Lihatlah muka MPR!
Cari..
Cari yang tidak kusut!
Kala badai menerjang..
Masuklah ke mata KPK!
Perhatikan..
Perhatikan yang tidak gemetar!
Ramai dan benar penuh sorak-sorai..
Semuanya senang.. Semuanya riang..
Tapi kala panen raya!
Tataplah muka petani..
Temu..
Temukan yang bahagia!
Tapi kala laut ramai!
Lihatlah muka nelayan itu..
Cari..
Cari yang tertawa!
Tapi kala ternak penuh!
Masuklah ke mata peternak..
Perhatikan..
Perhatikan yang merdeka!
Kasihan!
Ini nyata.. Ini fakta..
Terangnya..
Golongan atas bahagia..
Golongan atas tertawa..
Golongan atas merdeka..
Suramnya..
Golongan bawah menderita..
Golongan bawah terluka..
Golongan bawah berduka..
Dimana aku?
Dimana engkau?
Dimana semua?
Hanya sebagai mata-mata..
Mengingtip dari jauh..
Biar apa mereka perbuat..
Sadar ataukan tidak sadar?
Bangunkan!
Aku, engkau, semua..
Telah membuka pintu gerbang..
Untuk siapa?
Golongan atas atau bawah?
Besarnya rumah..
Tataplah muka DPR!
Temu..
Temukan yang tidak besar!
Kilaunya emas..
Lihatlah muka MPR!
Cari..
Cari yang tidak berkilau!
Mewahnya mobil..
Masuklah ke mata KPK!
Perhatikan..
Perhatikan yang tidak mewah!
Dapat dari mana?
Uang rakyat?
Sudahkah mereka merakyat?
Sempitnya gubuk..
Tataplah muka petani!
Temu..
Temukan yang tidak sempit!
Baunya sampah..
Lihatlah muka nelayan itu!
Cari..
Cari yang tidak bau!
Kotornya gerobak..
Masuklah ke mata peternak!
Perhatikan..
Perhatikan yang tidak kotor!
Kemana yang mereka dapat?
Semuanya berputar..
Golongan bawah mencari..
Golongan atas mencuri..
Golongan bawah menanam..
Golongan atas memanen..
Golongan bawah berusaha..
Golongan atas merampas..
Kembali di persimpangan..
Pilihan ada di atas telapak tangan..
Dilempar kemana?
Golongan atas atau bawah?
Pembela Rakyat, Antasari dan Nasarudin
Karya Desianti/11/XII IPA 4
Dimana engkau kebenaran?
Bukalah mulutmu itu lebar-lebar..
Teriakkanlah kebenaranmu!
Seperti Hitler..
Keluarkan pidato walau di jalan..
Ungkap apa yang ingin diungkap..
Bungkam apa yang ingin dibungkam..
Tolong..
Bukakan tirai di balik jenazahnya..
Aku hanya manusia tolol..
Aku tidak tahu apa yang terjadi..
Angkat aku!
Aku merasa gelap!
Aku hanya ingin terang menemani jalanku..
Jika tidak!
Kau akan tahu resikonya!
Itu petikan SMS Antasari kepada Nasrudin..
Apalah yang sebenarnya terjadi?
Aku buta!
Mana pertanggung jawabanmu!
Bagaimana bisa kedekatan itu hancur begitu saya?
Karena apa?
Karena Rani?
Bagaimana dengan keluargamu?
Terabaikan hanya karena itu?
Kenapa?
Sesama pembela rakyat saling menusuk..
Timah yang terkirim tepat sampai di kepala..
Kalian telah mengecewakan aku!
Rakyat juga!
Kalian orang yang kami pilih..
Kalian yang kami percaya..
Tak perlu saling bunuh..
Kami sudah dapat memilih sendiri..
Tak tergaris di wajahmu
Suatu kebijaksanaan..
Pantaslah balada seperti ini dapat terjadi..
Kawan telah berkhianat..
Tampakkan jari-jarinya di publik..
Buat dusta untuk rakyat..
Lagi dan terus dusta..
Makanya benar..
Berteriaklah..
Aku 'kan lindungimu..
Bukan sampai tetes darah penghabisan..
Tapi sampai di akhirat pun tetap ku lindungi..
Pahlawan yang Tak dianggap
Karya : Aristia Alisandi
Pahlawanku
Engkau dianggap sebagai pahlawan
Engkau sangat dimuliakan
Engkau sangat dijunjung tinggi
Namun pengorbananmu sia-sia
Tidak ada yang peduli padamu
Tanpa sedikit pun rasa hormat terhadapmu
Tanpa sedikit pun engkau dikenang
Setelah perjuanganmu
Ketika kau masih hidup
Mereka memuji dan memujamu
Bagaikan hutan yang turun dimusim kemarau
Setelah kematianmu
Engkau tinggallah sejarah
Tanpa penghargaan yang sepadan
Atas apa yang tlah kau lakukan
Semua berlalu dengan cepet
Bak debu ditiup angin
Engkau pun hilang ditelan sejarah
Bak plastik didaur ulang
Berharap datangnya penerusmu
Namun apa daya kami
Perjuangan bu lebih berarti dari kami
Namun selalu engkau yang dilecehkan
Dengan segala rasa hormat
Kami meminta maaf
Atas segala tindakan bodoh
Yang melupakan jasa-jasamu
Hari Pahlawan dianggap biasa
Tanpa sedikit pun ingat kepadamu
Hari Pahlawan hanyalah hari biasa
Hari tanpa penghormatan kepadamu
Patung gambaran dirimu tak dirawat
Melainkan dibiarkan termakan zaman
Buruk dan berlumut bagai tempat kumuh
Itukah yang pantas untukmu
Saya ingin meminta sedikit belas kasihanmu
Atas apa yang telah kami lakukan terhadap dirimu
Atas kurangnya kepedulian terhadapmu
Semoga engkau mengampuni kami
Pahlawan yang hanya diberi gelar
Pahlawan tanpa penghargaan rakyat
Pahlawan yang tidak dikenal oleh bangsanya sendiri
Sungguh keterlaluan sekali
Semoga Hari Pahlawan kembali dikenang
Dengan dinaikkan Sang Merah Putih ke puncaknya
Dengan penghormatan melalui bendera
Yang ditujukan kepadamu
Semoga penghargaan yang kau dapat
Sepadan dengan pengorbananmu
Dimulai dari yang kecil hingga yang besar
Dari nama hingga tugu peringatan
Bantulah juga negara ini
Agar jauh dari musibah
Agar mereka lebih ingat kepadamu
Agar engkau tidak diingat sekedar nama
Palembang, 2 Oktober 2009
Kehidupan Jalanan
Karya : Aristia Alisandi
Dari hari ke hari
Pengemis makin bertambah
Orang kaya pun juga bertambah
Harga pun ikut bertambah
Dari hari ke hari
Koruptor bertambah
Kriminal pun bertambah
Orang terlantar pun bertambah
Janji tinggal ucapan
Peraturan tinggal kata-kata
Yang ada hanyalah kebohongan
Dari para pemimpin bangsa
Bagaimana tentang peraturan yang ada
Sebagaimana yang tertuang dalam UUD’45
Bahwa pemerintah bertanggung jawab
Atas fakir miskin dan orang terlantar
Tidak ada perlakuan pantas terhadap mereka
Tidak ada pertolongan bagi mereka
Tidak ada perlindungan bagi mereka
Tidak ada yang peduli terhadap mereka
Semua hanya lalu-lalang melihat orang terlantar
Semua hanya tertawa melihat orang terlantar
Semua hanya berimajinasi melihat orang terlantar
Tanpa ada perbuatan konkretnya
Namun apa daya orang jalanan
Hidup tanpa tempat tinggal yang pantas
Makan pun hanya pas-pasan
Dengan baju compang-campingnya
Bagaimana dengan negara
Apa bentuk perwujudan Pasal 34
Sudahkah berjalan secara maksimal
Ternyata masih jauh dari normal
Saat razia kebanyakan mereka disiksa
Kebanyakan dari mereka diperlakukan seperti binatang
Kebanyakan dari mereka dianiaya
Inikah bentuk keadilan hokum
Bagaimana dengan menanggulangi merkea
Membangun tempat penampungan bagi mereka
Membantu mereka dengan makanan yang pantas
Ataupun memenuhi kebutuhan hidup mereka
Semua hanyalah isapan jempol belaka
Semua itu hanyalah khayalan tingkat tinggi
Semua hanyalah topeng bagi pemerintah
Semua tidak ada artinya
Tidak ada yang dapat dilihat
Tidak ada yang dapat dirasa
Tidak ada yang dapat dinikmati
Oleh para fakir miskin yang terlantar
Mereka berjuang dengan tenaga sendiri
Menahan panas dan dingin
Menahan lapar dan dahaga
Menahan caci dan maki
Adakah yang peduli
Adakah yang kasihan
Adakah yang ingin menolong
Semua itu diharapkan turun dari pemerintah
Palembang, 2 Oktober 2009
Pahlawan Revolusi
Karya: Dedy Andry Ries/10
Malam itu...
Di suatu tempat...
Mereka disiksa dengan keji
Begitu biadab!
Tubuh mereka penuh dengan luka,
Wajah mereka penuh dengan lebam,
Suara mereka yang mulai lirih,
Nafas mereka yang mulai sesak,
Darah dan keringat pun mengucur deras
Mereka tetap bertahan
Meskipun dihujani dengan sayatan dan pukulan
Mereka tetap diam tanpa kata
Walaupun dipaksa untuk tunduk pada PKI
Mereka tetap berusaha melawan
Meskipun sudah diikat
Mereka pun gugur satu demi satu
Seperti bunga yang dicabut satu per satu mahkotanya
Mayat mereka dibuang begitu saja
Di dalam sumur tua yang gelap
Keberanian kalian patut diacungi jempol
Keteguhan kalian perlu dipuji
Kesetiaan kalian sangat hebat
Kematian kalian akan diingat selamanya...
Oh... para Pahlawan Revolusi
Kematian kalian tidak akan sia-sia
Perjuangan kalian sangat berarti bagi kami
Palembang, 3 Oktober 2009
#############################
Pengemis Pinggir Jalan
Karya: Dedy Andry Ries/10
Tiap pagi hingga malam,
Mereka meminta-minta
Tiap sudut jalan,
Mereka meronta-ronta
Badan mereka yang kurus kering
Seperti hanya tinggal tulang belaka
Kulit mereka yang hitam legam
Terbakar oleh panasnya matahari
Aroma tubuh mereka yang sangat bau
Sehingga setiap orang yang lewat merasa jijik melihatnya
Pakaian mereka yang kusam dan compang-camping
Tanpa pernah dicuci ataupun diganti
Mereka hidup terlantar
Tanpa arah...
Tanpa tujuan...
Tanpa tempat untuk kembali...
Mereka tidak bisa apa-apa
Hanya mengemis yang bisa mereka lakukan
Demi mendapatkan sesuap nasi
Mereka rela bermandikan sinar matahari
Agar dapat terus menjalani hidupnya yang penuh penderitaan
Dan bila malam datang,
Mereka tidur di pinggir jalan
Tanpa sehelai selimut ataupun alas untuk tidur
Hawa dingin malam begitu menusuk tubuh mereka yang kurus itu
Ibarat duri-duri tajam sedang menusuk-nusuk mereka
ketika sang fajar tiba,
Mereka kembali mengemis di pinggir jalan
Dan seterusnya...
Sungguh menyedihkan hidupmu
Oh... pengemis pinggir jalan
Perih rasanya bila ku melihat mereka
Ku tak tega melihatnya
Memohon dengan sangat
Kepada setiap orang yang lalu lalang
Ingin sekali membantu mereka
Namun beramal saja tidaklah cukup
Mereka butuh tempat tinggal
Mereka butuh pekerjaan
Mereka butuh belas kasih dan kasih sayang
Palembang, 3 Oktober 2009
Korupsi
Karya Indra Rukmana/20/XII IPA 4
Korupsi,
Itu adalah suatu tindakan kriminal.
Korupsi itu,
Bisa menyebabkan kerugian besar.
Baik dalam skala besar atau kecil,
Tetap saja itu merugikan.
Korupsi itu,
Bisa disebabkan oleh banyak hal.
seperti misalnya,
Dalam faktor ekonomi.
Korupsi biasanya,
Tidak dilakukan secara massal.
Tetapi dilakukan,
Secara diam-diam oleh,
Para pejabat tinggi.
Akibat dari korupsi,
Bisa sangat besar sekali.
Biasanya dalam wujud uang,
Tetapi bisa juga,
dalam bentuk materi.
Karena itu,
Korupsi bisa,
merugikan banyak orang.
Cara mencegah korupsi itu,
Sangat banyak dan Mudah.
Bisa seperti,
Memperkuat iman dengan tuhan.
Jangan terbujuk untuk,
Mencari uang secara mudah.
Karena itu,
Bisa menjerumuskan anda,
kedalam penjara.
===================================
Narkoba
Narkoba itu,
Adalah obat yang berbahaya.
Obat itu bisa,
menyebabkan kecanduan.
Terkadang bisa,
menyebabkan orang menjadi gila.
Yang paling utama,
Bisa menyebabkan kematian.
Pengguna narkoba itu,
Sangat banyak sekali.
Diantaranya adalah,
Para remaja yang tidak benar.
Para remaja itu,
Mudah sekali terpancing,
Oleh ajakan teman atau siapa saja.
Dampak narkoba itu,
Sangat banyak sekali.
Salah satunya adalah,
Kecanduan akan obat tersebut.
Kecanduan bisa berarti,
Dia ingin obat itu lebih banyak.
Dan juga itu,
bisa menyebabkan gangguan kesehatan
Cara pencegahannya cukup mudah,
Salah satunya adalah,
Jangan pernah mencoba narkoba,
Walau sekalipun.
Cara yang lain adalah,
Dengan mempererat hubungan kita dengan tuhan.
Ibu Kartini
Karya Adrian Hartanto/02/XII IPA 4
Jasamu sungguh besar,
Mengangkat derajat wanita
Agar setara dengan pria
Dalam bekerja maupun berkarya
Ada dokter wanita, ada polisi wanita
Ada jaksa bahkan hakim wanita
Semua berkat jasamu
Tanpa engkau semua sia - sia
21 April hari kelahiranmu
Kami selalu ingat pada jasamu,
Membuat kaum wanita bisa membaca,
Menulis bahkan menjadi pejabat
Namun usiamu tak cukup panjang
Untuk menuai hari - hari tuamu,
Untuk melihat kerja kerasmu...
Sungguh aku bangga padamu
Kami bangga atas semua pengorbananmu
Kami bersyukur engkau ada
Dari sanubariku yang paling dalam
Ucapan terima kasih tak terkira...
-----------------------------------
Panti Jompo
Karya Adrian Hartanto/02/XII IPA 4
Ada tawa dan gelak canda,
Dalam kamar tersusun rapi,
Ada kakek nenek renta,
Menuai hari - hari tua mereka bersama...
Kadang mereka menangis,
Mengingat hari tua mereka
Tanpa sentuhan kasih sayang
Begitu hampa rasanya...
Bersama teman teman sebaya
Menuai hari - hari kelabu
Kadang sedih, kadang senang
Sungguh membuatku terharu
Tersentuh aku melihat mereka,
Keriput menghias wajahnya
Sisa - sisa kegagahan serta kecantikan
Masih adakah hatimu trenyuh?
Sanak saudara tak ada,
Anak cucu nyaris tak punya
Kerabat bahkan tak perduli
Malangnya nasibmu...
Andaikan aku bisa...
Ingin kubagi kebahagiaan dengan mereka
Kadang ingin kukikis habis kesedihanya
Agar mereka punya sedikit kenangan...
Hanya Dirimu
(karya Winda Hendri W. / XII P 4 / 42)
Aku tak membutuhkan siapapun kecuali dirimu
Ketika dirimu bertanya lagi, tetap hanya dirimu
Bahkan jika dirimu sudah memiliki cinta yang lain
Aku tetap tidak bisa melupakanmu
Bahwa sebenarnya aku tak ingin melupakanmu
Betapapun aku mencobanya
Kata-kata bahwa aku akan melupakanmu adalah bohong
Karena perasaanku masih sama
Kata-kata bahwa aku telah melupakanmu juga bohong
Karena aku takkan baik-baik saja tanpamu
Jika aku berkata pada diriku bahwa aku baik-baik saja
Itu tetap suatu kebohongan
Terserah orang mau bilang apa
Hal itu tak penting bagiku
Aku hanya melihat dirimu seorang
Bahkan jika aku terlahir kembali
Tetap hanya dirimu di hatiku
Karena dirimu segalanya bagiku
Ketika dirimu memberitahuku bahwa dirimu mencintaiku
Aku tak membutuhkan banyak kata terucap
Aku tahu cinta kita itu salah
Tetapi aku takkan menyerah
Walaupun saat aku menggenggam tanganmu
Aku tahu dirimu jauh berada di depanku
Ketika hatiku telah tertangkap olehmu
Aku tak pernah menyesal telah memilihmu
Bintang di langit boleh tak muncul
Tetapi kenangan kita pasti muncul
Karena hanya dirimu seorang yang kupikirkan
Hanya dirimu
Ketika dirimu melihat orang lain
Sedangkan aku melihat dirimu
Dirimu tetap tak mengerti bagaimana perasaanku
Walaupun sesuatu terjadi
Aku takkan lupa
Bahwa hatiku telah memilihmu
Ketika dirimu pergi tanpa mengucapkan selamat tinggal
Pemandangan di sekitarku pun berubah
Janji yang kubuat
Bahwa aku akan menjadi segalanya untukmu
Dan kenangan yang tak sempurna
Seakan juga berubah
Ketika aku mencari-cari dirimu
Aku memanggil dirimu
Dan tetap tak ada jawaban
Aku akan tetap menunggumu
Aku masih percaya bahwa kita akan bertemu lagi
Dan aku akan menunggumu seperti biasa
Masa Pendidikan
(karya Winda Hendri W. / XII P 4 / 42)
Tahun berganti tahun
Sama seperti biasanya
Negara tetap berjuang memajukan pendidikan
Tetapi sistem pendidikan kita tak kunjung maju
Walaupun program terbaik terus dicanangkan
Namun semua itu hanya sia-sia belaka
Kendatipun ada yang berhasil
Tetapi tak sedikit pula yang gagal
Bulan demi bulan
Mutu pendidikan kita kian tak karuan
Menjauhi pendidikan negara lain
Banyak pakar pendidikan beragumentasi
Berdebat dan berdiskusi membahasnya
Mereka saling membuka mulut
Kemudin bersiap-siap
Untuk memperdengarkan opini mereka
Minggu berganti minggu
Tenaga pendidikan kian mengeluh
Derita mereka di daerah terpencil kian terabaikan
Karena pendidikan daerah terpencil tak kunjung maju
Padahal mereka berjuang demi pendidikan
Bukankah mereka adalah pahlawan
Yang tak menginginkan tanda jasa
Bandingkan dengan pendidikan dan guru di kota besar
Jauh berbeda karena lebih mudah dicapai berbagai hal
Dari hari ke hari
Walaupun teknologi informasi sekarang kian maju
Zaman pun kian canggih
Tetapi teknologi pendidikan kita kian tertinggal
Bagaimana hal ini dapat terjadi?
Bukankah program terbaik terus berjalan?
Bukankah pakar pendidikan terus berpendapat?
Bukankah tenaga pendidikan juga terus berjuang?
Sudah saatnya kita semua harus peduli
Kita harus memotivasi diri sendiri
Tak hanya kita
Kita juga harus memotivasi orang lain
Agar ikut bahu-membahu menata kembali
Dan membangkitkan dunia pendidikan kita
Demi generasi muda kita
Demi kejayaan bangsa dan negara
Demi harkat dan martabat manusia
Demi nama baik negara kita
Di mata bangsa dan negara lain
Jarum Koprupsi
Karya Frederica/XII P 4/16
Beribu - ribu tahun lamanya
Bangsa kita telah berjuang
Berjuang demi mendapatkan satu kata
MERDEKA
Tetapi,
Perjuangan itu hanya bagaikan angin
Yang tidak berharga
Dan dirusak dengan hanya satu kata
KORUPSI
Balon yang telah ditiup para pejuang
Dengan mengorbankan seluruh darah yang dimiliki
Dalam sekejap mata
Balon itu pecah dengan jarum
Ya,
Korupsi bagaikan jarum
Benda yang kecil
Tetapi tajam
Orang suka memakai jarum
Benda yang kecil
Dan sulit untuk ditemukan
Apalagi dihilangkan
Tajam,
Merusak semua yang dikenainya
Baik impian
Maupun harapan utntuk maju
Kita bukan anak kecil
Yang tidak bisa menjaga balon
Balon yang telah diamanahkan
Oleh para pejuang kita]
Kita harus bisa
Menjaga balon - balon itu
Dengan memusnahkan jarum itu
Yaitu korupsi
Gelas Moral
Karya Frederica/XII P 4/16
Tuhan telah menganugrahkan kita
Memberikan harta berharga pada kita
Harta sebuah gelas
Gelas yang berukirkan moral
Gelas itu bagian hidup kita
Dan kita harus menjaga gelas itu
Jangan sanmpai kotor
Apalagi pecah
Bila gelas itu kotor dan ternoda
hidup kita pun akan kotor dan ternoda
Semua orang akan memberi jarak pada kita
Baik teman, kerabat, maupun orang yang kita sayangi
Bila gelas itu pecah
Suara bisingnya akan terdengar
Terdengar besar sekali
Sehingga semua orang mendengarnya
Pada saat gelas itu pecah
Akan meninggalkan serpihan - serpihan
Serpihan yang tajam dan menusuk
Semua orang tidak akan mau mendekat
Gelas itu tidak mungkin kembali bagus
Seperi gelas yang semula
Karena akan ada cacat
Yang terlihat dengan kasat mata
Begitu juga dengan ukiran pada gelas itu
Ukiran itu punya sifat yang sama
Dengan sebuah gelas itu
Gelas yang berharga bagi hidup kita
Gemerlap Duniawi
Karya Jef Fry Suhendra / 22
Di zaman modern yang serba ada ini,
semua orang seperti semut mencari gula
dimana ada gemerlap di situ selalu ada orang
Tidak peduli itu larangan
Tidak peduli itu kejahatan
Semua larut di dalamnya
Semuanya bebas lakukan apapun semaunya
Tiba-tiba terlintas di benakku...
Pernahkah mereka berdoa?
Pernahkah mereka beribadah?
Pernahkah mereka baca kitab suci?
Pernahkah mereka mendengarkan ceramah?
Di kala setiap orang sedang menikmati,
menikmati nikmatnya kehidupan
Mereka lupa akan kewajibannya
Mereka hidup tanpa iman,
Agama hanya sekedar KTP belaka
Bak harimau lupa kandang,
Mereka lupa akan Allah,
yang menciptakan Bumi dan segala isinya
Banyak orang bertindak semena-mena
Hidup untuk mencari kepuasan belaka,
kepuasan duniawi tanpa memikirkan rohani
Sungguh kasihan aku melihatnya
Banyak orang tidak tahu,
Dialah Maha Pencipta
Dialah Maha Angung
Dialah Maha Pengasih
Mungkin, biarlah waktu menjawab,
di saat menghadap Sang Khaliq
di sanalah kelakuan kita dipertanyakan
Palembang, 2 Oktober 2009
====================================
Terbang Tinggi Garudaku
Karya Jef Fry Suhendra / 22
Apa kabar Garudaku?
Apakah masih menunggu?
Apakah masih terbelenggu?
Apakah masih terganggu?
Lupakan!
Lupakan nasib kita di masa lampau
Kita sambut hari esok
Kita ingin maju!
Kita ingin berkembang!
Beruntung, Sang Koruptor telah tertangkap,
meratapi nasib di jeruji besi
Mereka bak parasit memakan uang negara
Lanjutkan! Tingkatkan!
Berantas korupsi, pembangunan berjalan lancar
Sekarang, saatnya Engkau terbang tinggi
tatap langit atas nan cerah di sana
Jangan sekali-kali melihat ke bawah
Semangatkan Pancasila di dadamu
Aku percaya,
Indonesia akan menjadi negara bersih
Indonesia akan menjadi negara aman
Indonesia akan menjadi negara maju
Saatnya Indonesia menjadi negara produsen,
tinggalkan negara konsumen
Kita lanjutkan semangat juangmu
Membangun negeri, membangun bangsa, membangun Indonesiaku
Jadikan Indonesia negara maju!
Indonesia akan bangkit!
Tinggalkan masa lalu yang kelam!
Maju terus, pantang mundur Garudaku!
Palembang, 2 Oktober 2009
Kerinduanku
Karya Maria Meilissa P./ 25
Seperti domba hilang yang merindukan gembalanya,
Demikianlah jiwaku yang merindukan Engkau Bapa
Jiwaku haus kepada-Mu, kepada Engkau yang dulu pernah meraja di hatiku
Hatiku rindu akan sentuhan kasih-Mu, kasih tulus yang dulu pernah aku rasakan dari-Mu
Aku bagaikan pelita yang habis minyaknya, tak menyala, tak bercahaya
Hatiku padam gelap tanpa diri-Mu Bapa
Bagai intan yang terkikis, Imanku kian hari kian menipis
Hujatku terucap ketika raguku menyergap
Sering ku berpinta “Tuhan bimbinglah imanku......”,
Seketika itu semaangatku pun berkobar seakan kurasa hati ini kembali berpijar
Namun kelemahanku menguasai sadarku,
Aku pun jatuh pada kesalahan yang pernah ku perbuat dulu
Bapa, pantaskah diriku menjadi anak-Mu?
Pantaskah ku beroleh kemuliaan atas diri-Mu?
Tangisku pun memecah kebisuanku, rendah diri kian melandaku, ketika ku sadarku telah melukai hati tulus-Mu
Keluarkanlah aku dari belenggu ini, Bapa
Angkatlah aku dari lembah dosaku
Lembah yang selama ini menenggelamkan imanku,
Yang membutakan mata hatiku akan ketulusan cinta-Mu
Rindu akan peluk kasih-Mu pun kian nyata, ku hanya menunggu waktu itu tiba, dimana ku bisa terus bersama-Mu untuk selamanya
Palembang, 2 Oktober 2009
==================================
Indonesiaku
Karya Maria Meilissa P./ 25
Dukaku melanda, ketika ku lihat Indonesiaku porak poranda
Gempa berkekuatan 7,6 skala richter lagi-lagi menerjang bumi pertiwiku
Ribuan jiwa terancam, rasa takut pun kian mencekam
Akankah bercana ini terus berulang?
Kupejamkan mataku ketika malam menyelimutiku
Asaku pun melayang, anganku jauh membentang
Terlintas dalam pikiranku akan Indonesia yang baru
Tawa dan senyum tampak bingar di wajah-wajah mereka
Rasa duka mereka seketika itu sirna
Ku tatap Indonesia yang tampak begitu berbeda
Lingkungan yang asri, bersih berseri
Dengan tata kota yang cantik dan apik
Kebaikan itu pun tampak lengkap, ketika ku bayangkan Indonesia dengan pemerintahan yang cakap
Rakyat hidup sejahtera, lenyap sudah masa yang sengsara
Semuanya tampak begitu indah terasa
Namun ternyata, semua itu hanya ada dalam mimpiku saja
Harapku mimpi ini akan menjadi nyata
Melihat Indonesia baru, yang lebih baik dari masa yang lalu
Palembang, 2 Oktober 2009
Jalan Tuhan
Karya : Mega Puspita ( XII IPA 4 / 26 )
Tuhan...
Inikah cobaan-Mu
Kau membuat kami kehilangan orang-orang yang kami kasihi
Kau membuat kami kehilangan harta benda yang kami miliki
Apakah gerangan di balik semua penderitaan ini
Apa maksud-Mu di atas semua bencana ini
Kau guncangkan bumi pertiwi kami
Kau samaratakan rumah dengan tanah
Seharusnya kita sadar
Bukan harta yang dapat menyelamatkan kita
Bukan kekuasaan yang dapat melindungi kita
Yang kita butuhkan hanyalah iman
Nyatanya
Kita melupakan satu hal yang paling penting
Satu hal yang dapat membantu kita keluar dari masalah ini
Sesuatu yang jika kita lakukan , akan semudah membalikan telapak tangan
Yang kita butuhkan hanyalah kepercayaan pada Tuhan
Sadarkah engkau bahwa dirimu telah jauh dari Tuhan
Jauh dari kasih suci-Nya yang tulus
Jauh dari limpahan kasih sayang-Nya yang hangat
Tanyakanlah pada dirimu
Tanyakan mengapa Tuhan melakukan hal ini pada kita
Tuhan tidak akan memberi cobaan jika kita tak mampu mengatasinya
Tuhan hanya ingin memberikan kita sebuah pelajaran berharga
Ini waktunya bagi kita untuk membuka mata
Waktunya menyadari kesalahan-kesalahan kita
Bahwa kita hanyalah manusia yang dibuat dari gumpalan tanah oleh Sang Pencipta
Tuhan menganugerahi kita kemampuan berpikir
Melalui pikiran kita dihadapkan pada pilihan
Tinggal kita menentukan...
Jalan manakah yang akan engkau pilih ?
Kehancuran Lembaga Birokrasi
Karya Fernanado Jufianto/15/XII IPA 4
Tiada kejujuran di jaman sekarang
Para lembaga yang bertindak semena-mena
Menggunakan kekuasaan untuk menindas
Sebenarnya apa yang diinginkan mereka?
Apakah kekayaan yang melimpah?
Apa ketenaran di mata masyarakat?
Jika begitu apa peran lembaga pemerintah?
Bukankah tugas mereka mengatur pemerintahan?
Tetapi mengapa mereka menggunakan kekuasaannya semena-mena?
Apakah jabatan membuat mereka berubah?
Apa mereka melupakan jati diri mereka?
Korupsi dimana-mana
Keuangan negara sangat dirugikan
Apa lagi yang harus kita banggakan?
Apakah korupsinya yang kita banggakan?
Tentu saja itu sangat memalukan
Ada pula lembaga yang menjalankan tugasnya tidak benar.
Apakah lembaga itu dapat membantu politik Indonesia?
Apakah lembaga itu menguntungkan negara?
Semoga mereka sadar akan semua itu
Untuk menjadi lembaga yang berguna bagi Rakyat Indonesia
Dekadensi moral
Karya Fernando Jufianto/15/XII IPA 4
Jaman sekarang Adakah orang bermoral baik?
Moral seseorang sangat dipertanyakan sekarang
Dekadensi moral sangat merajalela
Seakan mereka tidak mengingat jati diri mereka lagi
Apa mereka tidak lagi mengingat Tuhan?
Melakukan hal yang tidak pantas
Seakan mereka tidak lagi memikirkan akibatnya
Apakah yang menyebabkan mereka begitu?
Apakah pengaruh dari teman-teman?
Atau pengaruh dari lingkungan hidup mereka?
Jangankan masyarakat, petinggi negara banyak yang melakukannya
Menggunkan materi untuk melakukan hal yang amoral
Seakan mereka memanfaatkan kekuasaan mereka
Dimanakah lagi manusia yang memiliki moral dan jati diri?
Apakah manusia tidak lagi berpikir?
Melakukan hal-hal yang jauh dari Tuhan
Apakah yang didapatkan dari prilaku mereka?
Kesesatan menjadi jalan yang mereka tempuh
Kapankah mereka sadar akan perbuatan mereka?
Teknologi, Kealpaan Nilai Pendidikan
Karya: Viona / XII IPA 4 / 41
Lilin berkelap-kelip
Kali ini bintang tidak menemani langit malam yang sunyi
Jangkrik-jangkrik saling bersahut-sahutan sebagai pengisi malam yang sunyi
Angin sepoi…. Menggigil… dan rumah kayu
Kertas kusam berniktah cokelat dimakan usia
Dilahap rayap
Saksi bisu ketekunan
Radio memutar lagu keroncong bukan lagu asoi geboi
Debu putih
Mencolek genit pipi dan jari
Menempel ketat di seragam
Jalan berbatu dan berkerikil
Jalan setapak yang amat sempit dan bersemak belukar
Jalan itulah yang selalu dilalui
Lampu menyala terang
Rupanya bumi telah menggantikan bintang
Hiruk pikuk kota metropolitan
Sibuk…
Ramai…
Macet…
Dan Penat…
Sepeda angin yang tak zaman lagi
Deruan mesin yang mencemooh anak kampong
Gerak-gerik di layar televisi sumringah
Wangi buku baru
Kertas putih
Gambar berwarna-warni
Semua ditampilkan dengan sangat atraktif
LCD…
Oh, maju sekali zaman ini
Potongan baju yang semakin variatif
Rambut model spiky dan berwarna-warni
Sepatu mengkilap
Aksesoris bergelantungan dimana-mana
Notebook yang selalu dibawa kemana-mana
Atau Blackberry yang bertebaran dimana-mana
Tetapi, apa arti semua itu?
Nihil…
Yang ada hanyalah status
Palembang, 2 Oktober 2009
Pelajaran Berharga
Karya : Viona / XII IPA 4 / 41
Sejak pertama kali berjumpa denganmu
Engkau selalu membuat pipiku merona dengan indah
Engkau selalu bersikap begitu manis
Orang-orang pun sangat mengagumimu
Setelah berkenalan dan mengenalku
Engkau pun jatuh hati kepadaku
Melihat sikap dan cara bicaramu yang manis
Akhirnya Aku pun menerima cintamu
Kujalani hari-hari bersamamu
Setiap hari Engkau menjemputku
Engkau selalu berada disampingku dimanapun Aku berada
Engkau juga sering mengajakku ke taman
Engkau selalu memujiku dengan tulus
Engkau juga menghormatiku, menghargaiku, serta melakukan segalanya dengan tulus
Engkau memperlakukanku bak seorang Ratu
Namun sayang, semua itu tak berlangsung lama
Semua yang kau tunjukkan kepadaku hanyalah sebuah fatamorgana yang membuatku terjebak di dalamnya
Engkau bagaikan seonggok sampah yang tidak pernah diperhatikan oleh orang lain
Dan Aku ini bagaikan sebuah berlian yang hanya dimanfaatkan sebagai pajangan untuk menaikkan statusmu
Beruntung, Aku belum terlalu larut dalam permainan ini
Kini aku sadar semua pasti akan berakhir
Kini Aku pun tahu
Aku harus melepas semua keterikatan ini
Terimakasih atas semua yang telah Engkau berikan
Terimakasih karena Engkau telah memberiku pelajaran yang amat berharga
Palembang, 30 September 2009
Wajah Indonesia 100 Tahun Mendatang
Karya : Mega Puspita ( XII IPA 4 / 26 )
Debu menggulung di jalan raya yang dipenuhi kendaraan
Gedung-gedung perkantoran dengan desis kesibukkannya
Pabrik-pabrik yang dibangun demi kepentingan manusia
Serta orang-orang yang sibuk dengan kepentingannya masing-masing
Peradaban manusia kian berkembang
Indonesia sudah setingkat dengan negara-negara maju
Menyaingi mereka yang dahulu meremehkannya
Namun...
Inikah tujuan kita semula ?
Inikah hal yang ingin kita capai ?
Apakah ini yang dicita-citakan leluhur kita ?
Apakah hanya kemajuan teknologi yang kita dapatkan ?
Apakah hanya kemudahan yang kita peroleh ?
Bukankah ada sesuatu yang lebih penting yang harus kita dapatkan
Sesuatu yang dapat membuat Indonesia menemukan jati dirinya
Bukan hanya kemajuan teknologi yang harus kita benahi
Tapi juga moral bangsa yang kian jauh dari harapan
Bukan gedung tinggi pencakar langit yang harus kita bangun
Melainkan rasa kerjasama dan solidaritas rakyat
Untuk apa teknologi mutakhir
Indonesia membutuhkan teknologi ramah lingkungan
Teknologi yang dapat memudahkan manusia
Tapi tidak membuat makhluk lain terancam
Untuk apa gedung perkantoran tinggi menjulang
Indonesia membutuhkan pondasi kerukunan dan kesatuan yang kokoh
Kerukunan yang dapat membuat rakyat hidup saling menghargai
Dan Kesatuan yang dapat membuat rakyat hidup dalam damai
Jadi inikah wajah Indonesia 100 tahun mendatang ?
Jika Indonesia hanya mampu melakukan kemajuan seperti itu
Apalah artinya...
Jika dapat memilih saya lebih memilih Indonesia 50 tahun yang lalu
Di mana semua anak dapat bermain dengan gembira di halaman luas
Di mana semua orang masih bisa menikmati pemandangan hijau yang menyenangkan tanpa harus berkutat dengan kebisingan macet
Entah itu beratus-ratus tahun kemudian...
Hal yang saya harapkan hanyalah...
Indonesia menjadi tempat yang nyaman bagi orang-orang yang mencintainya ...
Kata Mereka
Karya Aditya Heidy Rosari / XII IPA 4 / 01
Kata mereka..
Uang bisa tertawa
Bukan tertawa dalam logika
Hanya tertawa dalam kekosongan makna
Kata mereka..
Uang bagai raja
Raja atas dunia,
Namun tak dapat merajai kosakata
Kata mereka..
Uang racun dunia
Racun yang melepaskan panah penuh sengsara
Kata mereka..
Uang hanya kata
Kata dalam makna yang menawarkan enigma
Ketika sang raja tertawa disekitar kita
Angin pun menyapa, membawa angan dalam suara
Menenggelamkan hati dalam duniawi yang abadi
Merengkuh dunia dalam tangan yang tak suci
Menciptakan sebuah dimensi kesombongan yang tak terelakkan
Lalu mengikis puisi hati, dan menghilangkannya tanpa arti
Namun saat sang racun tak lagi merangkai kata
Kita merana...
Merana dalam kuota kemiskinan yang meraja
Dalam hempasan debu tak bermakna
Tanpa bicara..Tanpa Busana..Tanpa dinamika..
Kita hanya dapat mengeluh pilu dibawah sang bulan palsu
Menenggelamkan kita dalam arah-arah yang mematung pilu
Miskin..
Hanya sebuah kata yang dingin
Dingin bagai malam tak berlilin membawa duri derita dalam dada
Lalu hanya dapat mengharap tadahan tangan di atas sana
Kemiskinan..
Mungkin hanyalah fenomena wajar di alam
Fenomena busuk yang hanya menawarkan jebakan mimpi
Tuhan menciptakan manusia untuk saling melengkapi
Tak ada istilah si kaya dan si miskin
Yang kaya bisa miskin
Yang miskin bisa kaya
Saat kaya kita tertawa
Saat miskin kita merana
Tapi miskin bukan berarti miskin kita
Melainkan miskin kata untuk menuliskan frase-frase indah dalam balutan puisi nan bermakna
Palembang, 3 Oktober 2009
----------------------------------
Buku Tua
Karya Aditya Heidy Rosari / XII IPA 4 / 01
Ketika sinar sang surya merasuki cakrawala
Kulihat setumpuk buku disudut meja
Buku tua yang usang dan lapuk
Otakku mulai mengingat-ingat
Buku apakah itu?
Lemabar demi lembar mulai kujelajahi
Tak ada satupun yang kukenali
Yang tampak hanya lukisan-lukisan hitam putih
Lukisan-lukisan hitam putih yang menyayat hati
Tentang prajurit gagah berani
Menantang koloni
Mengahadapi kata mati
Tulang belulangnya hancur
Berlumuran darah
Bermandikan keringat
Dihiasi bunga-bunga api
Bambu runcing setia menemaninya
Kakinya telanjang tak beralas
Pakaiannya lusuh
Basah dibadan, kering dibadan
Tak gentar langkah kakinya
Maju ke medan perang
Mengusir koloni yang merajai negrinya
Dengan semangat yang membara
Wahai pahlawanku,
Derap langkah kakimu masih mendengung ditelinganku
Badan mu yang kokoh bak tembok raksasa masih membekas dalam ingatanku
Lagu-lagu kemenangan yang kau sorak-sorai kan dahulu, masih terngiang-ngiang dibatinku
Mungkin,
Kata terima kasih,
tetes air mata pun,
tidak pernah cukup untuk menghapus lukamu
Begitu besar dan sangat berarti apa yang kau persembahkan
Kami malu, tak mewarisi semangatmu
Tetapi kami masih berharap pada senja yang akan jadi malam
Pada senyum-senyum indah yang menutup luka
Pada sisa tenaga yang tak tahu kapan habisnya
Pada semangatmu yang tak pernah padam
Tak terasa
Semua lembar-lembar itu telah penuh dengan air mata
Yang tak sengaja menetesi
Lembar demi lembar halaman yang kubuka
Kututup buku tua itu dengan semangat baru
Jiwa baru
Masa depan baru
Untuk membangun Indonesiaku!
Palembang, 3 Oktober 2009
Vertikal Horizontal
Karya: Jeanne Adelina Savitri/XII IPA 4/21
Betapa manisnya perangai alam negri
Sungguh!
Gunung, laut, dan bentangan sawah
Menjulurkan pesona lebih dari mewah
Kiini kelimpahan tanah air
Mendekati batas akhir
Kebahagiaan yang terpatri
Kini diganti pedih silih berganti
Inilah negri dan bangsaku
Seratus tahun kian lumpuh layu
Berpayung duka kini
Kesedihan seolah tak ingin pergi
Panas menggantikan hujan
Lara menggantikan bahagia
Setiap sudut adalah jatuhan tangisan
Berjuta jeritan terpajang di sini
Alam makin murka
Tak lagi seperti dulu
Wajahnya suram
Menghancurkan, tanda ia geram
Bencana kian berkejaran
Bak gelombang bersahut-sahutan
Manusia kian tak berdaya
Perih pedih teraniaya
Tetapi
Coba mereka bertanya
Tanyakan pada hati
Yang tak bisa memakan dusta
Apa yang telah mereka lakukan?
Bagaimana mereka bisa melakukannya?
Membunuh kebaikan alam
Membakar kelestarian hingga kelam
Tangan-tangan itu tak berhati
Hanya demi keuntungan pribadi
Alam tak lagi dijaga
Alam dipijaki oleh lara
Tiada lagi yang menaruh hati
Tiada lagi belas kasih
Semuanya dusta
Semuanya aliran air mata
Negriku bak pecahan porselen
Puing-puing semuanya
Tak ada yang bersatu padu
Menghilangkan duka dan malu
Telah tiada Nusa yang makmur
Telah musnah Bangsa yang subur
Hanya tinggal kenangan lama
Berganti dengan peliknya cerita
Masih terbias asa kelabu
Di atas duka mengharu biru
Setiap mata menyimpan harap
Masih menyimpan harap
Kemana indahnya Zamrud itu?
Hilang kemana hijaunya itu?
Mungkinkah akan bersinar kembali?
Haruskah terus begini?
Wahai generasi bangsa
Cepatlah membuka mata
Bersama bergandengan ke depan
Menyongsong sepercik harapan
Prisma Kaca Air Mata
Karya: Jeanne Adelina Savitri/XII IPA 4/21
Kawanan angin malam, berlarian di jalanan yang temaram
Rintikan hujan makin bertambah, di kala punggung jalan basah
Di tepi jalan berlajur dua, kulihat dia seorang tua
Pucat pasi , bibirnya biru, letih terpatri, tersirat sebuah ragu
Cepat-cepat aku mengukir sebuah tanya, “ Ada apa, Kek? ”
Apa yang sebenarnya dirasanya? Sesuatu tengah berantakan di hatinya
Kutatap Kakek dari jauh, terlihat kebahagiaannya tengah luruh
Kakinya begitu lelah, seperti kehabisan darah
Tanpa ragu kulangkahkan kaki, memperkecil jarak antara kami
Ku berharap agar bias, menghilangkan pedih hatinya
Dijabatnya aku penuh keramahan, duduklah kami berdua di bibir jalan
Kutanyakan pertanyaan tadi, tetapi Kakek tak segera menanggapi
Hujan kecil tak datang lagi, tetapi malam tetap saja dingin tak terperi
Sama seperti perasaan hati beliau, terlalu dingin dan tampak kacau
Perlahan Kakek mengeluarkan kata, satu demi satu dirangkainya
Dengan lirih beliau berkata,“Saya menyesal , Nak!”
Sudut matanya enggan berhenti, menjatuhkan tetesan keperihan
Tak tahan batin ini, melihat Kakek tertimbun kepedihan
Kakek lalu melanjutkan kisahnya, selama hidupnya
Beliau akui bahwa dirinya, begitu jauh dengan Sang Pencipta
Hidupnya yang tak karuan, bagai patahan-patahan dahan
Dihempas gelombang tinggi, tak tahu dimana lagi
Duniawi dengan segala kesemuannya, kepuasan dunia yang maya
Membuat Kakek terlena, tak menyadari diliputi dosa-dosa
Kakek terus saja ,mengurai air matanya
Membanting penyesalannya dan meratapi warna kelam hidupnya
Kakek melakukan segalanya, berlebihan semuanya
Kesenangan yang mudah berakhir, coretan kekhilafan banyak terukir
Kucuran maaf terus diharapnya, dari orang-orang yang disakitinya
Sepucuk ampunan ingin diraihnya, dari Tuhan Yang Maha Pemberi Segalanya
Telinganya seakan mati , tangannya seolah diikat
Matanya seakan dibutakan, saat Kakek lepas dari jalan Yang Kudus
Tatapannya kosong ke arah langit, gelap dan hampa disana
Kutahu matanya berharap pada langit curahkan secercah harapan untuknya
Aku mencoba meyakinkannya, masih ada lembaran putih
Untuk memulai semuanya , dengan tulus dan kasih
Kakek beranjak dari duduknya, segenggam harapan di tangannya
Mengakhiri kata malam itu, “Terlambatkah kakek,, nak?”
Kujawab kakek, “Masih ada waktu, Kek.”
Kuselipkan sedikit asa untuknya
Kakek meninggalkanku dengan senyuman, entah apa artinya
Senyuman yang sedari tadi tersimpan, terpatri di wajah lelahnya
Mentari menyambutku kembali, juga kolaborasi beribu pesona pelangi
Hari adalah misteri, yang berakhir bila waktunya berhenti
Hari ini adalah anugrah hidup, semua yang terjadi tak selalu redup
Dewasanya diri, dapat mensyukuri yang digariskan Ilahi
Aku masih berjalan sendiri, dari kejauhan kulihat bendera kuning
Perasaanku mulai tak nyaman, ada apa ini?
Kudekati bendera kuning itu, lalu kubaca perlahan papan di sampingnya
Memang nama yang tak ku kenal, namun, batinku merasa mengenalnya
Aku pun masuk ke dalam rumah sederhana itu, kudengar alunan bacaan Yaasin
Sebagai doa untuk yang telah tiada lagi di dunia
Kulihat di salah satu sisi dinding, astaghfirullah…
Di sana terpajang foto Kakek, perasaanku makin tak nyaman
Ku bertanya pada seorang ibu, dan…ternyata…
Kakek telah tiada sejak dua hari yang lalu
Putri Kakek mengakui, Kakek jarang berdoa dan sujud
Terlalu serius dengan hidup duniawi, meninggalkan persoalan hidup setelah dunia ini
Terlalu dalam Kakek tenggelam, dalamnya penyesalan, begitu dalam
Namun, sinar tobat takkan pudar, selagi diri sungguh-sungguh sadar
Lembaran putih tak terbatas, selagi raga masih bernafas
Rahmat Yang Kuasa takkan pupus. selagi rasa syukur tak putus
Bagaikan prisma kaca, dimana cahaya putih akan terurai
Begitulah hidup ini , perbuatan terurai menjadi yang baik dan tidak
Tiap insan memanggul dosa, namun, sambutan tangan Ilahi selalu ada
Merangkul kita dalam keselamatan abadi, genangan rahmat yang meliputi diri
Dekadensi moral
Karya Helmi Hermain/19/XII IPA 4
Semua manusia ingin hidup bahagia
Tapi adakah jalan yang mudah bagi kita
Untuk mencapai semuanya
Karena Ku telah lelah berada di bawah
Hidup ini tak lah indah
Hidup ini tak lagi mudah
Ku ingin naik setinggi-tingginya
Menjadi nomor satu di antara kalian semua
Ku berusaha ke atas sana
Menghalalkan berbagai cara
Ku lalui dengan beraneka derita
Memakai segala tipu daya yang ada
Ku kerahkan semua usaha dan harta
Menebar sejuta senyum dan janji untuk semua pemuda
Demi anak-anak Ku bahagia dan sejahterah
Wahai orang tua pilihlah aku untuk masa depan Ku yang lebih cerah
Cinta Itu Bisu
Karya Yeremia Vito Matasak/43/XII IPA 4
Bayangkan...
Dan tanyakan...
Mengapa...
Dan apa jawabnya...
Tercipta lelaki dan wanita
Yang terlahir sempurna
Mengapa harus ada dua insan yang berbeda
Bagai...
Bunga dan tangkai yang tak terpisah
Denyut jantung yang tek berhenti berdetak
Dan darah yang tak pernah berhenti mengalir
Kenapa ada suka...
Yang akhirnya cinta
Antara aku dan dia
Cinta tak harus memiliki
Tak harus memberi
Tapi...
Cinta ada di hati
Cinta tak berbicara...
Tak bisa mendengar...
Tapi dengan hati yang ria
Akan ada cinta yang indah
Dari awal dan akhir..
Hanya ada satu hal yang pasti
yang bisa kita pikir
Suatu nanti cinta kan berakhir indah
Teknologi Ada Untuk Kita
Karya Yeremia Vito Matasak/43/XII IPA 4
Informasi...
Pentingkah itu...
Apa itu..
Kenapa kita membutuhkannya
Yang tak pernah hilang
Takkan pernah ada habisnya
Untuk bisa kita bayang
Mendapatkannya...
Yang harus kita bisa
Memiliki arti yang berguna
Bagi kita yang ada
Semua itu bisa di dapat
Dengan kemajuan
Teknologi yang kian pesat
Bisa di gunakan
Yang utama dan terutama
Tekologi memiliki arti penting
Untuk kita semua
Bagi inspirasi anak muda
Jangan pernah ada kata
Sia- sia yang ada
Tapi ingat...
Teknologi ada untuk kita
Seperti Ini
Karya : Novianti PO
Khayalanku terus menghantui dalam pikiranku
Seakan ingin menerobos keluar dari dimensinya
Menunjukkan sesuatu yang sangat luar biasa dan berbeda
Dalam angan, kulihat begitu indah suatu negeri
Indah tak hanya dunia luarnya saja
Tetapi juga seluruh isi negeri itu
Menunjukkan sesuatu yang indah
Negeri yang bermoral pemerintahan yang kokoh,
tiada kasus korupsi,
tiada perselisihan untuk mendapatkan kekuasaan
Negeri yang memiliki rakyat yang hidup makmur dan aman,
tiada yang kelaparan,
tiada yang diperlakukan tidak adil,
tiada terorisme
Negeri yang mampu memanfaatkan kecanggihan teknologi
Di berbagai sektor kehidupan
Terus berlari dan menggali suatu penemuan baru
Negeri ini pun memiliki manusia-manusia yang berpotensi
Dalam memperbaiki dan mengembangkan negerinya
Terus melesat mengikuti perubahan zaman
Mau belajar dan mengasah potensi baru
Sehingga mampu berdiri tegak
Dan menunjukkan inilah negeriku
Negeriku Indonesia di masa yang kunantikan
Palembang, 3 Oktober 2009
Tobat
Karya : Novianti PO
Akan tiba saat di mana
Setiap lembah akan ditimbun
Setiap gunung dan bukit akan menjadi rata dengan tanah
Sesuatu yang berliku-liku akan menjadi lurus
Dan yang berlekuk-lekuk akan menjadi rata
Manusia akan mendengar dan mendengar
Namun, tidak mengerti
Manusia akan melihat dan melihat
Namun, tidak menanggap
Sebab,
Hati mereka telah menebal dan membeku
Telinga mereka telah berat untuk mendengar
Dan mata mereka telah melekat tertutup untuk melihat
Hidup mereka pun akan habis dalam luka
Bertahun-tahun dalam keluh kesah
Kekuatannya merosot karena sengsaranya
Dan tulang-tulang merreka menjadi lemah
Demikianlah Tuhan adalah tempat perlindungan bagi orang yang terinjak
Tempat perlindungan pada waktu kesesakan
Sebab hanya pada-Nya lah bergantung harapan dan,
hanya pada-Nya lah bergantung kebahagiaan
Rancangan di dalam hati manusia bagaikan air yang dalam
Tak terlihat oleh mata telanjang
Tak terjangkau oleh tangan kosong
Hanya keputusan-Nya lah yang terlaksana
Jikalau Engkau menggoncangkan bumi dan membelahnya
Biarlah kami menumpang di kemah-Mu untuk selama-lamanya
Jikalau matahari tak mampu lagi memancarkan terangnya
Biarlah kami berbaring di tempat perteduhan-Mu dengan bahagia
Palembang, 3 Oktober 2009
Kotaku Yang malang
Nama : Rizky Pratama Kwanto
Kelas / no. absen : XII IPA 4/ 35
Kotaku oh Palembang
Malangkah nasibmu sekarang
Asap menelanmu bagaikan kota yang hilang
Menelan semua keindahan dan pesonamu
Hutan pun kini gersang bagai tak berpenghuni
Ampera pun ibarat jembatan tanpa pesona dan keindahan
Itu karena asap teba; nan hitam di kota ini
Asap tebal yang menghalangi bahkan menghilangkan pesona kota ini
Siapa dalang semua ini
Mungkinkah itu Tuhan
Tidak bukan Tuhan penyebabnya tapi kami para manusia
Ketamakan keserakahan dan keegoisan manusialah penyebabnya
Hutan belantaran habis di tangan kami
Tak ada lagi kicauan burung di atas dahan pohon
Tak ada lagi tetes embun pagi dan rindangnya daun
Tak ada lagi hamparan hijau di kota ini
Aku tak lagi heran dan bingung
Kota ini dipenuhi asap yang tebal bagaikan menelan kotaku
Ya Tuhan sadarkanlah kami atas perbuatan kami
Sadarkanlah kami agar memperbaiki keadaan alam ini
Mungkin tidak pantas bagi kami untuk mengeluh pada Mu
Karena pada dasarnya keserakahan kamilah penyebabnya
Tak ada lagi waktu untuk menyesal
Tak ada lagi waktu untuk menangis
Perbaiki keadaan dan jadilah manusia yang lebih baik
Cintai dan lindungilah dunia ini
Untuk jadikan dunia ini menjadi dunia yang indah
Bagaikan surga untuk generasi selanjutnya
Lunturnya Budaya Indonesia
Nama : Rizky Pratama Kwanto
Kelas / no.absen : XII IPA 4 / 35
Dulu engkau begitu dikenal
Dulu engkau begitu disanjung karena keindahanmu
Tapi bagaimana nasibmu sekarang
Apakah masih seperti dulu atau telah luntur dimakan zaman
Budayaku oh budaya Indonesia
Apa yang terjadi
Kau bagai ditinggal dan dilupakan bangsa sendiri
Kemana rasa nasionalisme itu pergi
Apa tidak ada lagi yang tersisa jati diri dan budaya asli Indonesia
Dapatkah kita jaga rasa nasionalisme dan kebudayaan asli Indonesia
Janganlah bersedih janganlah menangis
Kita masih punya waktu
Ayo kembalikan lagi jati diri kita sebagai warga Indonesia
Angkat kembali rasa nasionalismemu demi harkat dan martabat bangsa
Bangkitkan lagi budaya dan prestasi Indonesia di mata dunia
Bersama kita buka mata dunia
Jangan biarkan darah Indonesia hilang dari dirimu
Serukan lagi semangat nasionalismemu yang telah lama terkubur
Tanamkan bahwa ada garuda dalam diri kita
Bersama ayo kita kepakan sayap garuda
Terbanglah setinggi-tingginya
Untuk Indonesia yang lebih baik
Tangisan Anak Kecil
Karya : Alvia Magdalena Malau / XII IPA 4 / 03
Anak kecil menangis
Terlunta-lunta dijalan
Digerogoti oleh mesin-mesin
Segala tulangnya dapat kuhitung jua
Akupun memandanginya dengan heran
Mugkin engkau melihatnya juga
Tapi tak pernah menampakkan secercah perhatian
Kau sering tak mendengar jeritan itu
Namun, kau pura-pura tuli
Kau sering melihat tangis itu
Namun, kau pura-pura buta
Kulihat anak itu lapar dan haus
Jiwa mereka lemah dan kaku
Menelusuri jalan yang tak lurus
Penuh rintangan dan hambatan hidup
Tapi, kau hanya duduk
Bahkan terkadang tertawa
Layaknya seorang yang menang undian
Dimana belas kasihanmu, hai lidah penipu?
Dimana jiwamu, hai bibir pendusta?
Kursimu layaknya bagai raja
Yang selalu bermegah dimana-mana
Rumahmu bagai istana,
Berwarna emas dan berkilau begitu undahnya
Dari mana datangnya itu?
Dari dia, kau tahu?
Mungkin perempatan itu jadi saksi bisu
Hatiku tertegun dalam tubuhku
Ingin rasanya mencacimu
Ingin rasanya memakimu
Ingin rasanya meludahimu
Tapi apa dayaku?
---------------------------
Terima Kasih, Pejuangku !
Karya : Alvia Magdalena Malau / XII IPA 4 / 03
Kau berikan perisai keselamatan kepadaku,
Tanganmu menyelamatkanku
Disaat aku perlu
Di saat aku butuh
Hanya dengan sepotong bambu
Kau basmi musuhmu itu
Kau punya kekuatan itu
Aku tahu
Kau pasti mampu
Kau melepaskan kecemasanku
Segala yang merasukiku
Dalam malam yang kelu
Kau bersorak,
Kau berteriak,
MERDEKA!
Itu katamu
Itu juga yang aku mau
Kau tuntun aku ke pelabuhan kesukaanku,
Dimana semuanya bahagia
Semua ria
Semua gembira
Terima kasih untuk semuanya
Semua yang telah kau buat
Semua yang telah kau lakukan
Semua baik hari ini
Itu semua karena kau
Terima kasih, pejuangku !
Tangisan Anak Kecil
Karya : Alvia Magdalena Malau / XII IPA 4 / 03
Anak kecil menangis
Terlunta-lunta dijalan
Digerogoti oleh mesin-mesin
Segala tulangnya dapat kuhitung jua
Akupun memandanginya dengan heran
Mugkin engkau melihatnya juga
Tapi tak pernah menampakkan secercah perhatian
Kau sering tak mendengar jeritan itu
Namun, kau pura-pura tuli
Kau sering melihat tangis itu
Namun, kau pura-pura buta
Kulihat anak itu lapar dan haus
Jiwa mereka lemah dan kaku
Menelusuri jalan yang tak lurus
Penuh rintangan dan hambatan hidup
Tapi, kau hanya duduk
Bahkan terkadang tertawa
Layaknya seorang yang menang undian
Dimana belas kasihanmu, hai lidah penipu?
Dimana jiwamu, hai bibir pendusta?
Kursimu layaknya bagai raja
Yang selalu bermegah dimana-mana
Rumahmu bagai istana,
Berwarna emas dan berkilau begitu undahnya
Dari mana datangnya itu?
Dari dia, kau tahu?
Mungkin perempatan itu jadi saksi bisu
Hatiku tertegun dalam tubuhku
Ingin rasanya mencacimu
Ingin rasanya memakimu
Ingin rasanya meludahimu
Tapi apa dayaku?
---------------------------
Terima Kasih, Pejuangku !
Karya : Alvia Magdalena Malau / XII IPA 4 / 03
Kau berikan perisai keselamatan kepadaku,
Tanganmu menyelamatkanku
Disaat aku perlu
Di saat aku butuh
Hanya dengan sepotong bambu
Kau basmi musuhmu itu
Kau punya kekuatan itu
Aku tahu
Kau pasti mampu
Kau melepaskan kecemasanku
Segala yang merasukiku
Dalam malam yang kelu
Kau bersorak,
Kau berteriak,
MERDEKA!
Itu katamu
Itu juga yang aku mau
Kau tuntun aku ke pelabuhan kesukaanku,
Dimana semuanya bahagia
Semua ria
Semua gembira
Terima kasih untuk semuanya
Semua yang telah kau buat
Semua yang telah kau lakukan
Semua baik hari ini
Itu semua karena kau
Terima kasih, pejuangku !
Indonesia Menangis
karya Punta Indratomo /32/XII IPA 4
Dulu katanya,
Indonesia negeri yang jaya
Penguasa Dunia, juga penguasa semesta
Namun sekarang
Semua telah berubah
Yang tak tahu
Apa alur dan amanatnya
Indonesia menangis
Atas semua harta yang telah dirampas darinya
indonesia menangis
karena rakyat-rakyatnya tak peduli padanya
Apakah sikap kita
untuk Indonesia
Akankah kita ubah
Panas
Karya Punta Indratomo/32/XII IPA 4
Pernahkah kau rasakan
Tangisan Bumi ini
Yang selalu terdengar
Karena ulah kita
Pernahkah kau dengarkan
Bumi berbisik padamu
Tentang deritanya
Yang tak kunjung sehat
Panas-panas
Bumi berkata
Kepada kita
Agar kita
Bisa merubahnya
Mari kawan
Kita satukan tekad
Bergandengan tangan
Untuk perbaiki semua
Karena hanya kita
Yang mampu merubah
Masa depan bumi
Dan semua
Ayo lakukan yang terbaik
Untuk bumi yang tercinta
KEPALSUAN NEGARAKU
oleh : Evilia XII IPA 4 / 12
Begitu banyak kepalsuan
Di dalam diri kita sendiri
Maupun di dalam diri orang lain
Masih adakah kejujuran itu?
Korupsi dimana-mana
Kebohongan merajarela
KTP-mu palsu …
SIM-mu palsu ..
Hingga Ijasah pun ikut serta
Dalam kepalsuan-mu itu…
Masih adakah orang yang jujur?
Untuk negara kita yang semakin hancur
Masih adakah orang yang jujur?
Untuk negara kita yang semakin menderita?
Dimanakah para pemimpin bangsa?
Yang selalu bersyukur
Yang selalu berjanji
Demi kesejahteraan rakyat
Kini engkaulah yang membuat kehancuran
Kesejahteraan rakyat semakin merata
Penggangguran dimana-mana
Pencuri dimana-mana
Oh..
Para koruptor berdasi
Engkau hidup di sisi-sisi
Rakyat yang makan hati
Atas perbuatan-mu..
Janji-mu..
Akan kemajuan bangsa
Kedamaian bangsa
Kebebasan bangsa
Kesejahteraan bangsa
Hanya kekosongan belaka
Kepalsuan belaka
Tanpa ada dan tak nyata
Ketenaran-mu
Keonaran-mu
Ketamakan-mu
Keserakahan-mu
Meracuni tubuhmu, wahai para pejabatku
Sampai kapan engkau begitu?
Apakah sampai ajal menjemputmu?
Apakah sampai seluruh rakyat marah?
Murka?
Benci?
Sakit hati?
Kecewa?
Hentikanlah semua kepalsuan ini
Hentikanlah semua perbuatan bejatmu
Demi rakyat ini
Demi bangsa ini
Demi negara ini
Indonesia-ku tercinta..
Palembang, 3 Oktober 2009
TERLALU JAUH
oleh : Evilia XII IPA 4 / 12
Bagaikan ombak yang bergelombang
Begitu indahnya
Bebas menari di lautan
Lautan yang begitu luas
Begitulah aku sekarang
Hidup dengan kebebasan
Hidup dengan kegembiraan
Hidup dengan kesenangan
Hidup dalam kenikmatan dunia ini
Untuk pertama kalinya
Aku benar-benar merasakan indahnya
Begitu indahnya duniaku ini
Tiada masalah
Tiada kemarahan
Tiada kekecewaan
Tiada kesedihan
Tak pernah kulihat wajahku
Penuh dengan kerutan
Memikirkan masalah yang ada
Oh..
Begitu indahnya dunia ini
Hidup tanpa masalah
Pikiranku melayang
Jiwaku melayang
Yang ada disini hanyalah raga
Pikiranku terbang
Jauh …
Melayang bebas
Tak sadar . .
Seseorang yang kukenal
Memanggilku untuk kembali
Pergi jauh untuk kebebasan
Yang kurasakan saat ini
Tapi . .
Batinku terus bergejolak
Menolak untuk kembali
Untuk apa aku kembali?
Bila hidupku begitu indah
Aku pun terus menerus
Jatuh ..
Entah berapa banyak uang
Yang aku keluarkan
Demi kesenangan sesaat ini
Seseorang memanggilku kembali
Untuk menghentikan semua ini
Pergi dari semua kesenangan yang ada
Aku pun menolak
Terus menolak
Jauh di dalam lubuk hatiku
Hanya penolakan yang kudapat
Tapi . .
Ia tetap memanggilku
Panggilan yang lemah lembut
Panggilan yang begitu indahnya
Haruskah aku kembali?
Kembali ke duniaku ..
Dunia yang penuh dengan sukacita
Dunia yang penuh dengan canda tawa
Dunia yang penuh dengan permasalahan
Dunia yang penuh dengan kesedihan
Dunia yang membuat kita menerima
Dunia yang membuat kita memberi
Dunia yang sebenarnya
Dunia yang membuat kita hidup
Nyata . .
Tanpa kebohongan
Kebahagiaan yang nyata
Kenikmatan yang nyata
Kesenangan yang nyata
Yang harus kita gapai
Dengan usaha sendiri
Aku pun merasa jenuh
Jenuh akan kesenangan
Kenikmatan ..
Yang setiap hari kurasakan
Yang setiap hari kudapatkan
Aku ingin, ingin sekali
Melihat kembali duniaku
Dengan kesenangan yang ku peroleh sendiri
Mungkin saat ini
Tak ada lagi kata yang terucap
Aku merasa semua telah usai
Tanpa harus terus berharap
Semua telah terjadi
Harus bagaimanakah lagi?
Kecewa?
Sudah pasti..
Mau bagaimana lagi?
Waktu tak akan bisa di putar ulang
Hanya tinggal menjalankan waktu yang tersisa
Aku sudah terlalu jauh
Jauh untuk kembali
Ke dunia nyataku
Aku yang jauh dengan kesenanganku sendiri …
Palembang, 3 Oktober 2009
Ingatkah Pada-Nya
Karya : Lidia Suharlie / XII IPA 4 / 23
Bumi tempat berpijak sungguhlah indah
Berbagai kehidupan menjalar di sana
Tak terbayang banyaknya insan yang hidup
Terima kasih kepada-Mu Tuhan,
telah menciptakan kehidupan di dunia ini
Begitu sempurna bentuknya
Tetapi zaman yang berkembang ini
Sangatlah kejam jika dirasakan
Manusia buta akan kehadiran-Mu
Mereka bahkan lupa pada-Mu
Padahal Engkau yang menciptakan
Engkau pula yang membangun negeri ini
Kenikmatan yang Engkau berikan
Terasa tidak cukup bagi mereka
Mereka pun menggali lebih banyak kenikmatan
Akhirnya berdoa pun sangatlah jarang,
beribadah hanyalah formal belaka
Apalagi membaca kitab suci
Lupa kepada-Mu
Tidak teringat berdialog dengan-Mu
Tidak merasa perlu berterima kasih kepada-Mu
Kejahatan dilakukan, larangan-Mu dilaksanakan
Perintah-Mu dilanggar dan diabaikan
Kepuasan duniawi malah dicari-cari
Manusia tidak peduli pada-Mu
Tidak peduli sesamanya
Tidak peduli lingkungannya
Hanya peduli dirinya
Dosa pun dianggap hal kecil
Kapankah ini berakhir
Tuhan, sadarkanlah manusia-manusia ini
Biarkanlah mereka hidup atas nama-Mu
Biarkanlah Engkau merasuki jiwa dan hati mereka
Warnailah hari mereka dengan pelangi
Singkirkan kegelapan Ya Tuhan
Agar krisis iman tak lagi ada
Palembang, 3 Oktober 2009
----------------------------------
Indonesia Negeriku
Karya : Lidia Suharlie / XII IPA 4 / 23
Tanah Airku Indonesia
Masa depan menunggumu
Hari yang cerah menantimu
Tinggalkan masa lampau
Lupakan hal yang dulu
Hidup adalah sekarang
Majulah Indonesiaku
Lancarkan pembangunan
Jadikan Indonesia negara maju
Wahai rakyat Indonesia,
Janganlah engkau hancurkan Indonesia
Bangkitkanlah Indonesia
Lahir dan hidup di Indonesia
Berarti warga negara Indonesia
Berbanggalah akan semangat kemerdekaan
Kemerdekaan itu tidaklah mudah didapat
Para pahlawan berjuang keras demi kemerdekaan
Tapi Indonesia belumlah merdeka total
Merdekakanlah Indonesia di segala bidang
Rakyat hidup sejahtera dan makmur
Itulah rakyat Indonesia
Wahai rakyat Indonesia
Jangan mau dijajah lagi
Baik secara langsung ataupun tidak
Jadikan Indonesia negara makmur
Hidup bahagia dan sejahtera
Langkahkan kaki menuju masa depan
Palembang, 3 Oktober 2009
Kepedulian Lingkungan Hidup
Karya Prima Bintang Pamungkas /XII P4 / 31
Temanku pernahkah engkau merasa panas semakin tinggi
Panas yang kita rasakan akibat pemanasan global yang dilakukan oleh manusia
Pemanasan global diakibatkan oleh kerusakan lingkungan hidup
Mengapa hal ini bisa terjadi di dunia ini ?.
Apa tujuan kita merusak lingkungan hidup ?
Kita seperti orang bodoh yang tidak punya akal budi
Mengapa kita hanya bisa merusak
Lingkungan hidup kita yang indah ini
Ingatlah akan lingkungan hidup kita
Tempat yang menghasilkan udara kehidupan
Sayuran dan daging untuk kita makan
Mengapa kita mau membinasakannya
Efisiensi atau modernisasi?
Mungkin itulah pilihan jawaban yang tepat
Kekayaan alam di bumi dikeruk sebanyak banyaknya
Semata mata untuk memenuhi nafsu serakah orang
Yang tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan hidup
Binatang yang harusnya tinggal dialam bebas
justru kini dijadikan hewan peliharaan oleh kita
Habitat mereka telah rusak akibat penebangan penenbangan liar yang terjadi
Masalah pemanasan global dibicarakan
Tapi tidak ada tindakan yang konkret yang dibuat oleh dunia
Mari kita mulai menanam tanaman hijau
Mari kita hentikan pemakaian barang barang yang mampu merusak Ozon
Mari kita hentikan penebangan penebangan liar
Demi anak cucu kita di masa depan
Krisis nasionalisme dan Budaya Indonesia
Karya Prima Bintang Pamungkas /XII P4 / 31
Sejak dahulu kala Nasionalisme
sudah ada di dalam Negara Indonesia
Namun kini nasionalisme itu seakan hilang
Bagaikan tenggelam ke dasar laut
Dahulu kala kita bangga akan kebudayaan
Kebudayaan tari tarian, pakaian- pakaian tradisional
Serta Makanan tradisional, tapi mengapa generasi muda
seakan enggan untuk menonton pertunjukan tarian dari Nusantara
Apakah kita sudah malu terhadap kebudayan kita sendiri ?
Sampai-sampai Malaysia mengklaim batik
sebagai Pakaian tradisional mereka
Padahal sudah jelas bahwa batik adalah kepunyaan Indonesia
Apakah kita sudah berusaha menjaga kebudayaan kita ?
Malaysia dengan bebasnya mengklaim
Tarian Reog dan Pendet sebagai tarian mereka
Mengapa kita terkesan mulai meninggalkan kebudayaan kita sendiri ?
Mungkin kita mulai meninggalkan budaya kita
akibat derasnya masuk kebudayaan asing ke bangsa kita
Atau mungkin Malaysia sengaja memancing emosi kita
Coba kita tanya pada Presiden seolah tidak terjadi apa apa
Pungli
Karya Helmi Hermain/XII IPA 4/19
Kenapa kau harus menyebut itu
Sakit hati Ku mendengar kata itu
Sesuatu perbuatan yang membuat malu
Yang menghancurkan kepercayaan ku kepada mu
Masih adakah rasa malu mu
Masih adakah rasa kepedulian di hatimu
Masih adakah kehormatan yang tertinggal pada diri mu
Kemana kah jati diri mu yang dulu
Kau adalah seorang panutan di lingkungan mu
Kau seorang anak yang berbakti pada orang tua mu dulu
Kau adalah kapten di suatu kapal yang baru
Ingin menjelajah semua lautan biru
Kau mendidik adik-adik mu dengan kepribadian mu
Dimana ayah mu telah pergi meninggalkan mu
Kau menyelimuti ibu mu pada saat musim salju
Mendekap adik-adik mu selalu di sisi mu
Dengan sedikit harapan dan peluang mu
Dengan tekad pantang meyerah dan semua penderitaan mu
Kau melangkah semakin jauh meninggalkan keluarga mu
Untuk kelansungan hidup keluarga besar mu
Dikala kau telah kembali dari kandang harimau
Memaikai seragam yang menjadi harapan seorang ibu
Dengan tubuh yang penuh luka kau bersujud di hadapan ibu
Berterima kasih karena selalu mendoakan mu
Dengan sejata api di tangan mu
Kau menangkap semua pejahat di kota kelahiran mu
Mendapat sanjungan dari pak gubenur
Mendapat kepercayan dari bos kayu
Lalu kau menikahi seorang wanita dari rumah rusun
Melahirkan seorang anak laki-laki andalan mu
Kau mengenalkan seluruh warna di tempat tinggal mu
Mengajarkan yang baik sekaligus yang buruk kepada jagon mu
Tapi mengapa kau melawan seluruh hati nurani mu
Apakah ini kesalahan anak mu
Apakah ini kesalahan istri mu
Atau kesalahan keluarga mu
Kau mengambil uang dari seorang penjudi
Kau dikirimi makanan dari tersangka narkotik
Kau membelikan baju dari uang pemberian pencuri
Apakah arti hidup Ku sekarang ini
Ku mohon janganlah kau menerima pungli
Tegakkan lah keadilan di tanah ini
Ketika kau mencoba sekuat mu,tetapi kau tidak berhasil
Ketika kau mendapakkan apa yang kau inginkan ,tetapi bukan yang kau butuhkan
Ku harap kau kembali menjadi seperti diri mu yang dulu
Ku terima apapun keadaan mu
Walau harus makan nasi dan kecap melulu
Aku lebih bangga padamu yang dulu
Lingkungan Hidup
Karya Teresa Agrintina H. / 38
Embun di pagi hari
Udara yang begitu segar
Ditemani oleh mega yang indah
Serta burung-burung yang berkicauan
Sungguh menyegarkan jiwa dan raga
Sinar sang surya yang masuk ke celah jendela
Membangunkan kita
Dari tidur kita yang lelap
Kita pun tersadar
Betapa indah karunia ini
Karya Tuhan yang begitu indah
Yang harus selalu kita jaga
Namun seiring berjalannya waktu
Dan berkembangnya manusia
Keindahan itu mulai hilang
Oleh keserakahan kita
Kita sebagai manusia
Seharusnya manghargai semua itu
Namun apa yang kita lakukan
Kita malah merusaknya
Lihatlah apa yang telah kita lakukan
Keindahan itu tertutup
Keindahan itu hilang
Dengan sampah-sampah
Kita sebagai manusia
Yang berakal budi, hati dan pikiran
Haruslah sadar dan menjaga
Semua keindahan itu
Mari kita sadari itu
Mari kita jaga keindahan itu
Jangan sampai keindahan itu hilang
Karena semua itu diberikan Tuhan untuk kita jaga
Palembang, 3 Oktober 2009
Bangsaku Indonesia
Karya Teresa Agrintina H. / 38
Negeri kepulauan yang indah
Indonesia..
Yang terdiri dari berbagai suku
Dan adat istiadat yang beragam
Warisan nenek moyang
Harta negeri kita yang begitu kaya
Karunia dari Tuhan Yang Maha Esa
Sehingga negeri kita menjadi negeri yang kaya
Namun keindahan dan kejayaanmu
Mulai pudar dan terkikis oleh kotornya dunia
Kebudayaan tercuri oleh mereka yang serakah
Dan mereka yang kikir serta congkak hatinya
Negeriku ayo bangkit
Melawan semua kebobrokan
Serta kekejaman dunia
Yang ingin mengikis keindahanmu
Janganlah kita mau ditindas
Oleh kemiskinan dan kebohongan
Dari mereka semua
Yang hanya memikirkan kepentingan mereka sendiri
Mari kita jaga
Mari kita pertahankan
Dari mereka yang tak bertanggung jawab
Dan mereka yang serakah
Jangan biarkan pengaruh asing masuk
Dan merusak keindahan dan kekayaan kita
Jangan biarkan semua itu hilang
Oleh perkembangan jaman
Sudah cukup Negara kita sengsara
Ditindas serta dibayang-banyangi
Oleh kemiskinan kelalaian
Serta kebobrokan yang menghantui kita
Semua itu milik kita
Ciri khas bangsa
Jati diri kita
Dan merupakan kebanggan bangsa kita
Mari semuanya
Saatnya kita bangkit dari semua ini
Mari kita lawan dan berjuang
Untuk membangun Negara kita, Indonesia
Palembang, 3 Oktober 2009
Epik Masa Lalu
Karya : Cornelius Pulung Wicaksono Binabar/09/XII IPA 4
Jalannya tak ada habisnya
Dari pintu tempat ia bermula
Sejak bulan terbit, ia mempersenjatai diri
Semangatnya berkobar, bagai api yang membara
Langkahnya tertuju ke depan
Di belakangnya, ditinggalkan anak dan istri
Bergabung dengan pasukan berani mati
Bersatu mengibarkan panji kemerdekaan
Terbentang hingga di kejauhan sana
Ladang peperangan tempat senjata beradu
Kakinya letih, namun ia berlari juga
Mengacungkan senjata diantara para serdadu
Tajam bambu runcingnya
Menggema suara paraunya
Mengucur deras darahnya
Dalam kabut pertempuran terbaring jenazahnya
Lama sudah ia pergi
Dan takkan kembali
Dalam kegelapan auranya menghilang
Sampai bulan pudar, rohnya melayang diantara bayang-bayang
Kebebasan dan kemerdekaan
Ditebus dengan jiwa dan raganya
Ketika ia berjalan
Memasuki tanah maut, tempatnya meregang nyawa
Di depan perapian aku duduk memikirkan
Apa jadinya bangsaku ini
Bila hanya ada penjajahan
Tanpa kemerdakaan disini
Banyak hal yang belum sempat kukagumi
Dari para pahlawan zaman dahulu
Banyak jasanya yang belum sempat kuhargai
Yang mungkin kusendiri takkan pernah tahu
Di dekat perapian, aku duduk memikirkan
Bagaimana nasib negriku ini
Bila keberadaannya tidak terlahirkan
Disini, di Indonesiaku ini
===================================
Potret Tukang Sampah
Karya : Cornelius Pulung Wicaksono Binabar/09/XII IPA 4
Saat sinar mentari merayap tinggi
Jauh diantara hamparan langit tak berbintang
Kulihat engkau, berkarya sambil ditemani
Gerobak sampah kesayanganmu
Kau kumpulkan barang-barang menjijikkan
Bersama gerobakmu yang setia menemani
Dalam setiap langkahmu yang berat
Hanya untuk sesuap nasi
Itulah roda kehidupanmu
Yang menggelinding di jalan yang terjal
Dengan bau busuk yang menyelubungi diri
Serta kuman yang menggeliat di kulit
Nasib baik tampaknya tak kunjung datang
Untuk menjemputmu dari kemalangan
Masuk ke dalam kebahagiaan
Yang melenyapkan segala kesengsaraan
Sahabatmu adalah nasib burukmu
Kekasihmu ialah gerobak usang yang dimakan usia
Makananmu, hanyalah kumpulan sampah yang menjijikkan
Dirimu, tidak lain adalah tukang sampah dari kasta rendahan
Jasamu yang telah terukir
Dalam melahirkan kebersihan
Janganlah sampai terlupakan
Dan menjadi sampah yang tak ada artinya
Kepedulian haruslah kita berikan
Kepada mereka
Para pendorong gerobak sampah
Yang mengais-ngais di setiap sudut ruang
Pelita
Karya: Patrick Devido/30/XII IPA 4
Ingatlah selalu, engkau hanyalah seorang pengunjung
Seperti musafir yang tengah berlalu
Masa tinggalmu singkat
Tak tahu kapan kau 'kan pergi
Tak seorang pun bisa hidup tanpa bekerja
Keahlianlah yang menghidupi kita
Sesuatu yang merupakan berkah
Akan tetapi...
Jika engkau bekerja terlalu keras
Penat dan lelah akan melanda dirimu
Engkau tak'kan menikmati kegembiraan
Yang muncul karena bekerja
Mendekatlah bila bantuanmu dibutuhkan
Tetapi...
Menjauhlah bila puji dan terima kasih
Ditujukan Padamu...
Jaanganlah engkau
Mengagungkan kehebatanmu
Kekayaanmu
Ketenaranmu
Karena semua
Pasti akan berlalu
Dan pada akhirnya
Semua itu akan terlupakan
Pupuklah kasih di dalam hatimu
Bersahabatlah dengan semua orang
Sesungguhnya,
Cinta kasih mengobati banyak luka
Hargailah keheningan yang engkau temukan
Sisihkanlah sejenak waktu
Lenyapkanlah kepalsuan dan kemunafikan
Pandangilah dirimu apa adanya
Apa pun yang tampak olehmu
Tak ada seseorang pun
Yang benar-benar jahat
Mereka hanya tersesatkan oleh ketidaktahuan
Sama seperti semua makhluk
Engkau memiliki kasih di dalam hatimu
Batinmu yang terdalam
Adalah murni
Ketika kekotoran batin membuatmu terjatuh
Janganlah kau biarkan
Kenangan manis dan prasangka
Mencampakanmu
Keyakinan adalah laksana pelita
Kebijaksanaan membuat nyalanya bercahaya terang
Senantiasa
Genggamlah pelita itu
Pada akhirnya kegelapan akan sirna
Dan engkau akan berdiam dalam cahayanya
Dengan iman yang teguh
Dan tak tergoyahkan
Palembang, 3 Oktober 2009
===================================
Indonesia Maju
Karya: Patrick Devido/30/XII IPA 4
Oh Indonesia,
Engkau merupakan negara yang penuh warna
Engkau membentang dari Sabang sampai Merauke
Semuanya memiliki keragaman
Perjuangan para pahlawan
Untuk mendapatkan
Serta mempertahankanmu
Tidaklah mudah
Sekarang ini
Para penerusmu
Dapat menikmati
Apa yang engkau usahakan sejak dulu kala
Namun
Bagaimana dengan semangat patriotisme
Yang telah engkau tanam
Untuk senantiasa dikembangkan
Andaikan saja
Semangat itu masih ada
Masih berkobar
Masih diingat oleh semua orang
Dengan begitu
Apa yang telah dicapai
Tidak akan menjadi
Sesuatu yang sia-sia
Berpuluh-puluh tahun yang akan datangpun
Semangat itu tak akan sirna
Semangat untuk mempertahankan
Negara Indonesia ini pun
Tak akan pernah
Musnah
Walaupun berbagai pemikiran yang ada
Dengan memegang keyakinan teguh
Niscaya
Semangat patriotisme itu tak akan hilang
Palembang, 3 Oktober 2009
Karya: Melisa Tanzili
No. Absen: 27
Religius
Tuhan . .
Ampunilah kami . .
Kami yang sering kali melawan-Mu
Ampunilah kami Ya Tuhan !
Engkau sedih
Engkau kecewa
Engkau menangis
Tapi apa yang kami lakukan ??
Kami tertawa !
Kami melawan-Mu !
Kami mengacuhkan-Mu !
Inikah balasan yang setimpal untuk-Mu ?
Tidak !
Tentu tidak !
Tidakkah kita sadar dengan apa yang kita buat ?
Semua orang memporak-porandakan dunia ini !
Ampunilah kami yang tidak mnghormati-Mu
Darah Negaraku, Masihkah berarti ?
Saat kulihat bumi berguncang . .
Aku teringat . .
Sungguh banyak orang yang sudah mati
Demi negarayang kucinta
Ada yang bilang ini salah kami ,
Generasi muda
Ada yang bilang semu adalah kesia-siaan
Dan kelicikan pemerintah . . .
Sungguh aku bertanya,
Apa yang harus kulakukan ?
Ada teman yang berkata,
Kita harus teruskan aspirasi berjuang,
Tapi aku berpikir,
Apakah tak ada yang lebih berarti?
Saat kulihat banyak saudaraku berjatuhan . . .
Saat kulihat begitu banyak kelicikan . .
Hanya satu yang kutanyakan
Darah negaraku, masihkah berarti
Karya: Angela Michelle
No.Absen: 04
Pahlawan
Pahlawanku…
Berkat perjuangan kalianlah
Kami bisa hidup dengan tenang
Berkat perjuangan kalianlah
Yang tak pernah menuntut pamrih
Kami bisa bersekolah
Kalianlah penolong kami
Di medan perang
Kalian telah mempertarukan nyawa
Bukan lautan
Namun kolam darah yang kalian hadapi
Walau Cuma memegang tombak
dan musuh memegang senapan
tak ada jiwa gentar dihati kalian
tak kenal lelah demi memperjuangkan kemerdekan
yang kalian impi-impikan
Kepedulian Sosial
Aku sangat suka …
Saat teman mengajakku bersukaria
Dan begitu Banyak yang sudah kulalui…
Lalu aku sadar… mungkin yang guru katakan itu benar.
Betapa seraya merasa hampa…
Mengapa begitu banyak yang menderita??
Pernah kutanya,
Apakah 1,2,3, atau 5 juta orang yang bahkan tidak bisa membeli sebutir nasi untuk dimakan??
Saya terkadang merasa sulit..
Untuk memilih sebuah kata utuh…
Saat aku dituntut untuk mencoba peduli…
Aku sadar, sesungguhnya ini harus dimulai dari diriku…
Derita dan sengsara…
Itu bukan datang dari Tuhan..
Aku hanya ingin mengajak…
Hanya ada bahu-membahu , itulah semua yang kita perlu…
Diri sendiri hanyalah jawabannya
Karya : Frederica Halim
No. Absen: 17
Perampas Senyum
Tangisan kecilku dengar
Sayup-sayup tertiup angin malam
Teriakan-teriakan tuntutan
Menusuk telinga dan meremukan hati
Gelimang Harta ditangan
Tak membuat puas juga
Haus akan darah rakyat
Hancurkan harapan bangsa
Hentikanlah kalian penghancur bangsa
Jangan kau sakiti tanah air ini
Tanpa hati dan belas kasih
Kau rampas bintang-bintang kecil dihati Indonesia
Bejuanglah wahai bintang-bintang
Teriakan semangat pada tanah air
Kejujuran dan kuluguan yang putih
Berdirilah, majulah negeri ini
Kebejatan Moral
Kering dan hancur kini
Gelap dan sakit yang ada
Senyum, tawa hilang
Ganti dendam dan amarah
Dimana hatimu? Dimana kasihmu?
Tanpa hati kau menghancurkan hati lain
Merebut dan merampas terang mereka
Membuat mereka jatuh dalam kesunyian
Hati busuk, pikiran yang tajam
Seperti duri yang akan menyebar
Tanpa peduli, kau menginjak mereka
Mereka yang seharusnya punya keindahan
Tidaklah kau ingat
Putih dan suci yang ada
Ataukah hatimu gelap tanpa celah?
Memberi kepahitan mendalam yang mematikan
Mental Para Pelayan Rakyat
Karya : Fulvian Budi Azhar/18/XII IPA
Bila majikan telah bertitah
Maka pelayan lelah bersusah
Memenuhi semua tugas mulia
Demi terpenuhinya kebutuhan sang majikan
Alkisah ada suatu kerajaan
Rajalah yang mempunyai kekuasaan
Beserta para adipatinya melaksanakan tugasnya
Dimana rakyat hanya tinggal melihat
Ketika rakyatnya meminta sesuatu
Raja berusaha mewujudkan
Ketika rakyat butuh bantuan
Para adipati akan langsung turun tangan
Rakyat…
Adalah majikan para pemimpin
Mereka bisa memerintah pemimpin
Demi berlangsungnya kesejahteraan mereka
Pemimpin…
Adalah pelayan rakyat
Mereka harus berusaha
Agar rakyatnya hidup sejahtera
Alkisah ada suatu negara
Indonesialah namanya
Rakyatnya banyak dengan segala permasalahannya
Yang diurus lambat oleh para abdi bangsa
Para abdi bangsa yang tercinta
Yang uangnya rakyat bayarkan
Yang uang rakyatnya mereka hilangkan
Mengertikah kalian tentang kesulitan rakyat?
Para abdi bangsa tercinta
Siapakah kalian sebenarnya?
Bukankah rakyatlah majikan kalian?
Bukankah kami yang harus disejahterakan?
Rakyat Indonesia tampaknya sudah biasa
Dengan segala kesusahan yang ditimbulkan oleh para abdi bangsa
Mereka terbiasa dengan segala kelambatan abdi bangsa
Yang selalu berusaha menebalkan kantong uangnya
Tak pernah ada urusan yang selesai dengan cepat
Sebelum pundi-pundi uangnya terisi
Tak pernah ada urusan yang selesai dengan cepat
Sebelum rakyat merogoh koceknya dengan berat hati
Mahalnya Senyuman
Karya Fulvian Budi Azhar/XII IPA 4/18
Orang luar biasa menilai
Bahwa orang kita murah senyum
Orang luar biasa tahu
Kalau orang kita ramah
Apakah semua itu benar?
Apakah itu semua hanya ilusi dari masa lalu?
Masihkah senyum yang ramah itu muncul di bibir orang-orang kita?
Bagaimana sikap orang-orang disekitar kita?
Tata krama yang sopan dilupakan
Budaya saling melotot dikembangkan
Tak ada lagi senyum sumringah
Yang ada malah kepala yang menengadah
Orang yang biasa saling sapa
Seketika saling lupa satu sama lain
Jika biasa tangan terulur meminta salam
Sekarang tangan terancung menandakan perang
Bagaimana mungkin hal itu terjadi?
Bagaimana mungkin segala tata krama berubah begitu drastis
Tanpa adanya usaha memperbaiki
Tanpa adanya lagi toleransi
Senyum bahagia yang sebenarnya bisa diobral
Malah sekarang dijual mahal
Jika tatapan hangat bisa mudah diberikan
Maka tidak akan ada lagi tatapan kebencian
Kapankah senyum itu bisa kembali?
Kapankah tatapan hangat itu kan datang lagi?
KACA KITA
Karya : Ricky Setiawan / 34
Garuda di hati ku,
Pancasila cerminan moral ku,
Perjuangan para pejuang mengkobarkan semangat ku,
Perlahan kata-kata itu mulai redup dari hati kita,
Para pejabat asik bermimpi saat rapat,
Apakah itu yang mencerminkan moral bangsa,
Disaat rakyat memebutuhkan,
Peluang korupsi mulai tumbuh di otak mereka,
Apa ini yang dinamakan ‘Garuda di Hati ku’,
Tak ada lagi loyalitas terhadap bangsa,
Prestasi pemuda-pemudi tak dihargai,
Nasionalisme mereka tak di hargai,
Haruskah kita bangga di saat bangsa kita jatuh,
Budaya indonesia terukir jelas dari Sabang sampai Merauke,
Memberi warna di setiap perjalanan bangsa,
Memberi kekayaan moral yang hanya di miliki indonesia,
Semaki terkikisnya nasionalisme kita,
Membuat bangsa kita mudah di pecah belah,
Sampai –sampai budaya kita pun makin lama makin terkikis,
Mana petinggi-petinggi bangsa yang sebagai pejuang bangsa,
Di saat pencuri-pencuri budaya berdatangan,
Mereka malah mempertanyakan nasionalisme rakyat,
Sungguh kasihan,
Ternyat mereka tak sanggup membeli ‘cermin’.
Palembang, 3 Oktober 2009
TANGISAN ALAM
Karya : Ricky Setiawan / 34
Ku tinggalkan rumah ku,
Ku awali perjalanan ini,
Ku kendarai mobil yang bersantai-santai di bagasi ku,
Sebuah perjalanan yang akan sangat menyenangkan,
Dengan sajian pemandangan alam yang indah,
Itu yang terukir di benak ku,
Ku tinggalkan daerah perkotaan yang penuh sesak dan penat,
Ku tinggalkan pula semua beban ku,
Ku rencanakan apa yang aku lakukan nanti,
Aku akan bersantai di bawah teduhnya pohon-pohon,
Menikmati indahnya danau dan sejuknya pegunungan,
Ku lintasi jalan tol yang begitu panjang,
Ku lihat di sekeliling ku,
Yang dulunya merupakan hamparan sawah yang hijau dan luas,
Sekarang menjadi deretan rumah-rumah dan pabrik-pabrik,
Parit yang dulunya sangat jernih,
Sekarang di hantui oleh sampah dan limbah yang menjijikan,
Ku lanjutkan perjalanan ku,
Takkan ku temukan hal seperti ini saat di tempat tujuan ku nanti,
Pikir ku,
Ku ku tinggalkan jalan tol itu,
Ku lihat hamparan gunung-gunung di depan ku,
Kesabaran ku seakan pergi meninggalkan ku,
Inginku cepat sampai di tempat tujuan ku,
Saat ku masuki area pegunungan,
Ku lihat sungai yang dulunya jernih,
Sekarang berwarna coklat gelap,
Rasa kecewa mulai menghantui otak ku,
Belum lama ku lanjutkan perjalan ku,
Tak kutemui binatang-binatang kecil yang menghiasi pepohonan di sekitar ku,
Hati ku bertambah kesal,
Belum sempat ku lampiaskan kekesalan ku,
Ku lihat tempat yang dulunya berdiri pohon-pohon yang kokoh,
Sekarang sedang di pangkas habis untuk tempat hiburan,
Apakah hanya uang yang ada di pikiran mereka?
Apa tak puaskah manusia merusak?
Apa tak bisakah manusia merawat alam?
Tak bisakah kita rasakan tangisan alam yang sudah meluap ke permukaan,
Tanah longsor, gempa bumi, dan suhu bumi pun berlari naik,
Seakan tak bisa menahan amarahnya,
Apalah arti sekarung uang jika alam manghukum kita,
Haruskah hanya penyesalan di setiap akhir dari perbuatan kita?
‘TIDAK’.
Palembang, 3 Oktober 2009
TERSIMPAN DALAM KENANGAN
Karya: Chandra Adynata / 08 / XII IPA 4
Engkau berjuang demi bangsa dan negara
Engkau mempertaruhkan hidup dan mati untuk negara ini
Bertempur dengan segenap jiwa dan raga
Siang dan malam engkau habiskan di medan tempur
Jerit kesakitan yang memilukan
Keluar dari mulut yang teraniaya
Dengan punggung yang lebar dan penuh luka engkau lindungi negara ini
Engkau jaga negara ini dengan keberanian, walaupun engkau harus mngorbankan tubuhmu
Pendirianmu teguh dan tak tergoyahkan seperti batu karang
Percaya bahwa engkau bisa membawa kemerdekaan pada negeri ini
Engkau berjuang tanpa sedikit pun mengeluh
Pahlawanku…..
Dengan tetesan darah yang tertumpah dan nyawa sebagai ganti kemerdekaan
Dengan lantang engkau teriakkan “Indonesia Merdeka”
Walau ajal datang di depan mata engkau tetap tabah dan tersenyum dalam menghadapinya
Tanpa menunjukkan sedikit pun rasa gundah di hati
Nama, prasati, dan negara inilah yang menjadi warisanmu untuk kami
Para generasi muda…..
Hanya sejarah dan untaian kata yang dapat menggambarkan kembali sosok kepahlawananmu
Kini engkau telah mati meninggalkan dunia ini
Tugasmu telah selesai dan engkau akan tersimpan sebagai kenangan dalam diri kami
Engkau kembali menjadi debu yang terbang tanpa tahu arah dan tujuan
Melayang di angkasa dan hilang oleh keganasan waktu
Tetapi, satu hal yang tak akan pernah hilang dalam ingatan semua orang yaitu
Semangat untuk terus maju dan pantang mundur untuk berjuang
Hanya rasa terima kasih yang dapat kami ucapkan
Hanya rasa hormat yang dapat kami lakukan
Engkau hidup sebagai seorang pahlawan dan engkau juga mati sebagaimana layaknya pahlawan
Tidurlah….
Tidurlah….. wahai pahlawan
Percayakan negeri ini pada lami
Karena kami adalah warisan tekad dan semangat yang ada dalam dirimu untuk melindungi negara tercinta
Negara Indonesia
MENEMUKAN JAWABAN
Karya : Chandra Adynata / 08 / XII IPA 4
Saat aku duduk di sebuah taman dengan kicauan burung yang merdu menemaniku yang sendiri
Aku mendengar pertanyaan yang masih sangat polos yang keluar dari mulut seorang anak kecil yang menangis di dekapan ibunya
“Bu, Kenapa mereka tidak menerimaku sebagai seorang teman ? Mereka bilang aku putih dan berbeda dengan mereka, Kenapa aku harus terlahir seperti ini ?”
“Kenapa Bu?”
Dengan tatapan sedih, ibunya membawanya pulang tanpa bicara satu kata pun
Aku mengerti pasti sakit sekali hatinya saat bertanya hal itu
Walupun tidak mengeluarkan darah tetapi, tetap terasa sakit
Sakit yang lebih dari luka luar
Kenapa bocah itu harus merasakan penderitaan ini?
Penderitaan yang disebabkan dari keegoisan setiap individu
Harusnya dia bermain dengan anak kecil sebayanya dan saling tersenyum
Berbagi pengetahuan, makanan, cerita, dan lainnya
Kita tidak bisa meminta dilahirkan seperti apa
Hargailah apa yang ada dalam diri kita
Walaupun berbeda, kita harus membuat jembatan
Untuk dapat menyeberangi perbedaan tersebut
Semuanya diciptakan adil dan sesuai
Ada yang miskin, ada yang kaya, ada yang menderita, dan ada yang senang
Sebagai manusia yang memiliki pikiran
Marilah, kita bergandengan tangan tanpa melihat perbedaan yang mendasar
Semua tidak mungkin sama, semua tidak mungkin serupa
Tetapi, satu hal yang pasti semua punya perbedaan
Hargailah perbedaan tersebut
Perbedaan berasal dari persatuan
Bila jembatan yang menyberangi perbedaan itu runtuh
Maka selamanya kita tidak dapat melihat kebenaran yang ada di dunia ini
Seperti seekor burung yang patah sayapnya, maka ia hanya dapat melihat dunia ini dari satu sisi
Bukalah pintu hati kita,
Buanglah rasa ego yang muncul
Maka, jawaban yang selama ini kita cari-cari akan ditemukan
Nama : Antonio Nathan
Kelas : XII IPA 4
No.abs : 06
“Martini, Pahlawan Devisa”
Karya: Antonio Nathan
Martini, Martini..
Susah sekali hidupmu ini
Hidupmu hanya mengelilingi Bekasi
Keringat mengucur hanya untuk sesuap nasi
Air mata anakmu menetes menanti dirimu
Meratapi hidup tanpa sang ayah
Martini, oh martini..
Sedih sekali hidupmu ini
Cari kerja bak cari jamur dalam jerami
Juragan-juragan tak sudi melihat dirimu yang kumal
Bekasi menutup mata melihat asamu
Asa untuk membahagiakan buah hatimu
Martini, Martini..
Janda kembang yang menunggu nasib
Apa daya apa yang mau dikata
Panggilan hidup datang untuk ke negeri Jiran
Tak tertahan bersimpuh di kaki ibumu
Tersendu-sendu meninggalkan kampungmu
Martini, oh Martini..
Kakimu kau tapak di negeri baru
Gedung-gedung diam ingin menyapa engkau
Wajahmu mengalihkan bayang-bayang kota itu
Tak heran tak bingung
Mengira engkau hanyalah seorang pembantu
Martini, Martini..
Tak patah arang tuk mencari tujuan
Akhirnya, engkau dipertemukan
Dipertemukan oleh sang majikan
Majikan yang tersenyum
Tersenyum sinis memandang nafsu tubuhmu
Martini, Martini..
Meniti hidup dengan mengurusi rumah
Sudah indah nan gemulai polesan tanganmu
Apa daya, ironimu harus begini
Tamparan majikan hanya memilukan hatimu
Nafsu birahi tuanmu menggoreskan berlian wanitamu
Martini, oh Martini..
Demi Tuhan, engkau sungguh menyedihkan
Parasmu yang geulis
Hanya menjadi bongkahan yang hangus
Dada-dada yang menjadi kehormatanmu
Penuh akan darah layaknya pertumpahan darah
Martini, oh Martini..
Habiskan saja waktumu di kampung
Pengorbananmu berakhir di arah yang buntu
Hiburlah anakmu itu
Martini, pahlawan pelipur lara
Martini, pahlawan devisa
“Balada Banci-Banci Batavia”
karya: Antonio Nathan
Terik matahari menusuk daging
Letih menghantui
Perih harus menjadi kuli
Menghidupi anak dan istri
Sang surya berlalu
Sang purnama bersinar di gelapnya malam
Menutup pekerjaan jantan di siang hari
Melanjutkan malam dengan aksi gemulai
Lipstik menari di bibir
Anting bersandar di kuping
Rok mini berkibar di pinggang
Bunga musim semi bermekaran di wajah
Jalan Batavia Kampung Baru
Malam kelam menjada pesta pora para banci
Cekakak-cekikik para kaum waria
Bass Beton mengiringi lagu Katon
Lampu jalan menjadi saksi bisu
Goyang pinggul layaknya putri panggung
Dada-dada bergoyang memukau kaum Adam
Merangkup rezeki tak patah arang
Tak pelak orang kecil lain menanti belas kasih
Iba tak dapat dihindari
Sukarela untuk si Buta dan Lumpuh
Tak tega melihatnya menjalani hidup
Banyak orang jijik melihat pergumulan banci itu
Lalat-lalat enggan mencari makan di situ
Janganlah terulang insiden di Taman Lawang
Jalani hidup damai nan tentram
Tiba menyelesaikan malam
Kembali ke realita nyata
Janganlah kehidupan malam menjadi legenda
Kehidupan malam penuh nilai hidup
Maafkan Dosaku
Karya: Maria Felicia
No. Absen:24
Aku duduk sendiri,termenung
Dalam sunyi bertanya pada bintang
Apa yang hilang?
Namun jawaban tak kunjung datang
Begitu mudah aku lupakan diriNya
Begitu saja aku pergi dariNya
Banyaknya dosa yang kuperbuat lukai hatiNya
Hingga tak sadar aku telah jauh dariNya
Ku hanya manusia biasa
yang tidak sempurna
Tak luput dari salah
Namun takut akan tulah
Sadar diriku,hidup hanya menumpuk dosa
Hanya mengaspal jalan ke neraka
Tak pernah menghasilkan pahala
Hanya menabur kerikil pada jalan ke Surga
Aku,manusia berdosa
Yang takut akan panasnya neraka
Memohon ampunanNya
Dengan ucapkan janji taubat padaNya
Tak ‘kan terulang lagi
Semua kesalahanku
Tak ‘kan ku beranjak pergi
dari tuntunan jalan terang Tuhanku
Hingga kini hampir tiba waktuku
Menunggu tutup usiaku
Seribu kata maaf tak cukup hapuskan dosaku
Hanya diriNya pengharapanku
Aku mohon padaNya, ampuni aku
Dengan belas kasihNya
Dengan cinta kasih tulusNya
Dan dengan lembut hatiNya
Walau dosaku merah
Bak kain kesuba
Tak pernah Dia luapkan amarah
Dia ajarku berubah
Dia jadikan aku putih
Bagai bulu domba
Buat aku pulih
Atas semua luka dosa
Begitu indah kasih Tuhan
Tak pernah ku merasakan
Yang lebih mengagumkan
Selain cinta yang Ia berikan
Tuhan menyucikan diriku yang hina
Yang tak pantas ada di dunia
Ia berikan aku kesempatan kedua
membersihkan aku dari dosa
Kita harus banyak berjuang memerangi diri
Karena Tuhan ada dalam jiwa ini
Kita tak bisa sembunyi
Kita mesti menghargai
Palembang, 3 Oktober 2009
Indonesia
Karya: Maria Felicia
No. Absen:24
Negara Indonesia
Dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”
Banyak budaya
Namun tetap satu jua
Gedung-gedung bertingkat,
Pilar-pilar kokoh
Kulihat satu yang memikat,
Terpampang wajah tokoh-tokoh
Sebuah gedung kaca transparan
Bukan gedung sembarangan
Kakiku aku pijakkan
Kulihat sejarah bicara tentang kenangan
Kulihat Sang Saka Merah Putih asli
Yang dijahit Ibu Fatmawati
Kulihat teks Proklamasi
Dan banyak peninggalan sejarah asli
Memperlihatkan replika Pahlawan revolusi
Memperlihatkan hologram seni tari
Memperlihatkan jenis rumah adat 33 provinsi
Memperlihatkan kekhasan Bumi Pertiwi
Museum yang ramai
Tak pernah sepi
Selalu banyak yang mengunjungi
Penuh daya tarik tersendiri
Kecanggihan teknologi
Membuat sejarah Indonesia sangat diminati
Semua ingin mempelajari
Asal usul negeri ini
Budaya Indonesia kini terlindungi
Dari mereka yang mengingini
Dari semua rampasan negara luar negeri
Yang membuat Indonesia kehilangan jati diri
Lihatlah museum negara Indonesia
Lebih kokoh dari gedung perkantoran perusahaan asing
Lihatlah bangsa Indonesia yang menghargai sejarahnya
Lebih mengerti bahwa sejarah sangatlah penting
Kita rakyat Indonesia
Kita mesti mencintai sejarah Indonesia
Kita mesti mengetahui bahwa
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya
Palembang, 3 Oktober 2009
Posting Komentar