Karya yang ada dalam wadah ini merupakan karya murni siswa-siswi kelas XII IPA 2 tahun 2010/2011. Tahap pembelajaran tidak akan pernah berhenti dalam proses hidup manusia beradab. Maka, karya siswa-siswi tentunya dihargai sebagai begaian dari proses belajar mereka dalam berkarya, sekaligus dalam pemahaman tentang hdiup dan kehidupan.
Kali lain, manakala waktu terus berputar dan taraf apesiasi mereka semakin berkembang serta pendewasaan semakin matang, tentulah karya-karya ini akan lebih bermakna seirama pase hidup mereka. Dan tentulah karya mereka di kemudian haru akan jauh lebih bermakna dibandingkan kisah karya sebelumnya.
Terbitkan Entri
Selamat berkarya!
59 komentar:
Selamatkan Dunia
Karya : Shirleen L. Halim
Saat bangun di pagi hari,
Kepalaku sedikit pusing.
Mungkin karena terlalu banyak CO2,
Sehingga kekurangan udara segar
Sedikit perubahan saja,
Menyebabkan perbedaan yang sangat besar.
Kita semua dapat mengubah semua ini.
Akhir-akhir ini agak kesal,
Tiap hari membaca koran, ingin sekali berteriak
Sekarang dunia ini benar-benar membuatku ketakutan
Tetapi kita harus memulainya dulu dari diri sendiri
Aku dapat menyelamatkan dunia,
menyelamatkan diri sendiri,
dengan mengubah sifat buruk,
dan kebiasaan buruk.
Generasi muda kita harus bekerja keras,
dan tidak putus asa
Agar dapat menyelematkan dunia ini.
Ibu
Karya : Shirleen L. Halim
Pada saat itu,
aku belum tumbuh dewasa.
Semua adalah salahku,
sering membuatmu khawatir.
Nakal dan sering membatah,
Sifat burukku ini,
membuatmu sangat kecewa.
Kau seorang diri, berjuang
Menjaga keluarga ini,
Mengurus keluarga ini.
Engkau berkata,
Cinta adalah satu-satu alasannya.
Keriput dikulitmu,
Adalah pengorbanan.
Uban dirambutmu,
Adalah perjuangan.
Ibu, engkau bekerja keras demi keluarga
Ibuku yang tercinta,
Janganlah menangis lagi.
Istirahatlah, karena aku sekarang bisa menjaga keluarga ini.
Taman Bunga
Karya : Steffi Marsella Tanzil
Taman bunga di sudut kota
Bertabur sukma, beraroma cinta
Beralaskan permadani, bermandikan cahaya
Bertudungkan awan, menghanyutkan jiwa
Menyandingkan kerentaan ragam insan
Tumbuh bunga, tumbuh ilalang
Bunga bakung, mawar, dan gardenia
Menyatukan hasrat, nafsu, dan rasa
Menyiratkan kehidupan tiga sisi arah
Manusia, Tuhan, dan sesama
Kota Cinta
Karya : Steffi Marsella Tanzil
Kota cinta indah dirasa
Gemerlap cahaya bermandikan cinta
Menyiratkan hasrat jiwa dan raga
Cinta datang, cinta hilang
Tertelan rasa, terbakar lara
Kota cinta sedap dirasa
Terkadang indah, terkadang siksa
Ternoda dosa, ternoda nista
Senandung cinta bertabur asmara
Kota cinta beribu makna
absen 24
Angin Malam
Karya : Kevin prathama Iskandar
Saat terang tenggelam,
Saat semua terdiam
purnama menjelang,
bermandikan bintang-bintang
pohon rindang mulai bergoyang,
sayup-sayup hembusan datang
menenangkan perasaan
ilalang dan rumput mulai berbicara,
mencurahkan apa yang ada
menggetarkan hati dan rasa
angin malam datang menjelang
saat terang tenggelam,
saat semua terdiam
Jalan Keabadian
Karya : Kevin Prathama Iskandar
Ada saat untuk menetap,
Ada saat untuk Beranjak
Ada saat untuk pergi
Ada saat untuk kembali
Tiada yang abadi
Untuk hidup yang singkat ini
Saat hidup,semua di cari
Saat mati,semua pergi
Terangilah matamu
Terangilah pikiranmu
Luruskan perbuatanmu
Maka terang akan tunjukan jalanmu
Menuntunmu kepadanya
Jalan hilang penderitaan datang
Dirimu yang akan membawamu
Dirimu yang akan membunuhmu
Dia selalu menunjukanmu,
Sebuah jalan yang berliku
Melemahkan raga,membangunkan dahaga
Sesungguhnya jalan itu,
Menuntunmu ke mata air yang indah
Menuju rumah-Nya
Siapa Aku
Karya: Jevon
Kelas: XII IPA 2
Nomor absen 19
Siapakah aku?
Sehingga Allah semesta alam
Mau peduli pada namaku
Mau peduli pada lukaku
Siapakah aku?
Sehingga sinar bulan bintang
DipilihNya utnuk menerangiku
Pada malam yang gelap
Siapakah Aku?
Sehingga saat badai topan datang menerpa
Tanganmu yang perkasa bersedia melindungiku
Saat aku dalam kesulitan
Kasih setiaMu menenangkan jiwaku
Bukan karena siapa aku
Bukan karena apa yang telah kulakukan
Bukan juga karena kuat dan gagahku
Tapi semua hanya karena kemurahanMu ya Tuhan
Meski terkadang aku melukaiMu
Meski terkadang aku mengecewakanMu
Tak hentinya Engku mengampuniku
Tak hentinya Engkau memahamiku
Diriku ibarat setangkai bunga
Hari ini ada dan besok telah tiada
Namun kasih setiaMu Tuhan
Tetap setia menuntun setiap langkah hidupku
Dan Kau telah memberitahuku
Bahwa aku adalah milikMu
Dan Kau adalah milikku
Untuk sekarang dan selamanya
Dia
Karya :Jevon
Kelas : XII IPA 2
Nomor absen 19
Mencoba untuk menemukan cinta sejati
Untuk yang pertama dan terakhir
Aku ingin mengisi bingkai hati ini
Dengan sebuah kenangan yang indah
Namun kenangan wajahmu
Tak bisa hilang dari pikiranku
Setiap perkataan yang kau ucapkan
Tak hentinya berdering di hatiku
Segala cara telah kutempuh
Berusaha tuk melupakanmu
Namun perasaan ini tak bisa berbohong
Kaulah satu-satunya
Dambaan hidupku
Harus kemana lagi aku harus berjalan
Mencari dirimu yang pernah singgah
Di dalam hidup ini
Haruskah aku terus berjuang
Menelusuri ranjau yang berduri?
Aku tak berharap banyak darimu
Hanya ketulusan cintamulah yang kumau
Yang kubutuhkan untuk mengisi
Hidupku yang hampa ini
Tak bisa menatap cinta lain
Tak mampu berdiri tegar
Tanpamu hadirmu di sisi
Diriku hanyalah seorang
Yang tak berguna dan berarti
Andai memang semua harus terjadi
Berilah kesempatan pada diriku
Menemukan pengganti dirimu
Untuk mengisi kekosongan jiwa ini
Walau sesungguhnya berat rasa ini
Mencari penggantimu
Sebab engkaulah yang terbaik
Di dalam hidupku
Mutiara Alam
Nama : Ryuga
Bila langit
Kehilangan kebiruannya
Burung-burung
Takkan mau
Mengepakkan sayapnya
Bila sungai
Kehilangan kejernihannya
Ikan-ikan
Takkan mau
Mengibaskan ekornya
Bila bulan
Kehilangan sinarnya
Malam-malam
Akan gelap tanpa cahaya
Bila hutan
Kehilangan pohon-pohon
Hewan-hewan
kehilangan tempat tinggalnya
Bila petani
Kehilangan sawah ladangnya
Kanak-kanak
Akan menitikkan air mata
Bila manusia
Kehilangan kemanusiaannya
Alam semesta
Akan tertimpa bencana
Cinta yang Layu
Karya : Ryuga
Nomor Absen : 36
Ku berbaring
Di tempat tidur yang gelap,
Bagaikan badai di malam hari
Aku tertidur
Pikiranku mengambil penerbangan
Aku bermimpi tempat yang jauh
Dan dekat
Ku berharap bisa berada di sini.
Ku mendengar suara
Melihat senyummu
Ku berharap itu akan abadi
Sejenak ataupun sementara
Ku selalu bertanya-tanya
Apakah Engkau pernah tahu
Pedihnya hati ini
Bagaikan tertusuk duri mawar
Berharap rasa itu
Akan binasa
Akan terobati
Bila sudah tersentuh cinta-mu
Dan kini
Penerbanganku pun telah usai
Bagaikan dapur tidak berasap
Menunggu arti hidup sesungguhnya
Berujung pada cinta yang hampa
Pimpinan JalanMu
Karya : Katerin Agus
Ketika surya mulai menyinari bumi
Kulihat bunga dan rumput yang berembun
Aku hendak membangunkan fajar
Apabila aku ingat kepadaMu di tempat tidurku
Tak hentinya hatiku bersyukur dan
memuji akan kebesaranMu
Sungguh ajaib Kau Tuhan
Saat kakiku mulai melangkah menapaki hari yang baru
Kuingin pelitaMu menerangi jalanku
Titihan jalanku Kau yang pimpin sampai senja pun tiba
Kuberlindung dalam malamMu
Kubernaung dalam hangatnya kasihMu
Engkaulah Tuhan semesta raya memuji kebesaranMu
Sahabat
Karya : Katerin Agus
Sahabat menaruh kasih dan perhatian
Menaruh belas kasihan dan ketenangan
Memberikan perlindungan di saat kesesakan
Sahabat memberikan waktu dan tenaga
Selalu beserta dalam suka dan duka
Dengan kata manis dan lembut, menghiburkan hatiku
Sahabat, dia yang setia,
Dia yang mengerti,
Dia yang menolong
Betapa indahnya kelihatan
Naik gunung, melintas daratan,
menyebrang sungai, menanggung bersama
Bagaimana dan bilamanakah kucari dia?
Kutanya matahari, bulan, dan bintang
Tetap tak kudapat seorang seperti dia
Nama : Mercia
Kelas : XII.IPA.2
No.Absen : 27
Aku – Malaikat – Laknat
Karya : Mercia
Malaikatku punya cerita
Tentang seorang ’sampah’ tak berpunya
Tentang seorang ’sampah’ tak berharga
Tentang seorang ’sampah’ tak berjiwa
’Sampah’, Ya Si ’Sampah’
Malaikatku memendam cerita
Tentang seorang ’pembunuh’ teman malaikat Zabaniyah
Tentang seorang ’pembunuh’ bermuka topeng lawak
Tentang seorang ’pembunuh’ yang makan nasi aking berbelatung
Hei teman kalian tahu, ternyata si ’sampah’ dan ’pembunuh’ berhubungan
Kata malaikat , mereka para laknat
Malaikatku punya kado istimewa
Kado berisi sepalung air zam zam dari mata malaikat yang selalu kucium mesra tiap detik
Air zam zam tak berasa, tak bercahaya, tak bernyawa, tak ada cinta
Aku menangis , isi kado berdendang
’ Lalalalala malaikat tidak punya hati lagi, sudah mati. Lalalalalala’
Aku bertanya pada air zam zam
Sejak kapan kau disimpan ?
Dia menjawab
Semenjak kau mencintai malaikat, semenjak kau menangis untuk malaikat, sejak kau tersenyum karena malaikat
Aku lemas, air mataku kawin lari. Tidak apa-apa aku tidak butuh air mata
Air zam zam berbisik menggoda bak Julia Perez di telinga
Katanya dia lahir karena sampah, dia lahir karena pembunuh
Maksudnya ? Para laknat ? Aku tak paham
Cari dan bunuh mereka , air zam zam hanya menjawab begitu
Aku jawab akan ku pikirkan
Tapi malaikat berkata
Jangan dicari dan dibunuh para laknat itu
Cinta kita sudah lengkap, bahagia sudah didapat, surga disini tak kan kemana-mana dan air zam zam tak perlu berobat
Air zam zam akan membawa teman lain yang lebih elok dan rupawan
Jangan diperdulikan lagi, kata malaikat sambil mencium pipiku
Sebentar, memang siapa yang peduli ?
Nama : Mercia
Kelas : XII.IPA.2
No.Absen : 27
Rasa tak tergenggam
Karya : Mercia
Dia
Dia fatamorgana di padang gelap gersang
Dia halusinasi di antara mimpi tak terjamah
Dia topeng balutan gambaran nyata maya
Dia spektrum cahaya buta tak berwarna
Dia adalah rasa yang bersalah
Dia
Dia adalah soal matematika tentang integral tak terbatas tak terhingga tak terdefinisi tak punya jawaban
Dia adalah soal fisika tentang gerak parabola yang tak pernah jatuh, hilang di titik puncak
Dia adalah soal biologi tentang virus Ebola mematikan yang melumpuhkan saraf-saraf trigeminus
Dia adalah soal kimia tentang unsur-unsur tak dikenal dan tak punya rumus empiris
Dia adalah kerumitan, tak terpecahkan
Aku melihat dia
Diantara kerumunan malaikat bercahaya dengan gelombang elektrik dahsyat
Sungguh ingin kusentuh,tuk merasakan sepercik rasa tak bersyarat yang mengamuk yang mendekap rasaku, bukan harapku
Tapi dia salah atau memang selalu salah
Dia membiarkan aku menangisi harapku, bukan merasakan keindahan tentang rasaku
Aku seharusnya gila, lalu mati tragis dipeluk erat mesra najisnya harapku
Tapi itu tak pernah terjadi karena rasa tak mengenal kata lelah
Ya, semua orang punya harapan dan pengandaian
Harapan dimana dia-aku berada dalam satu keterkaitan, keterikatan, yang kekal dan tak berkarat
Harapan dimana dia-aku berada di dalam suatu dimensi berdinding cinta-nyata-bernyawa
Harapan dimana dia-aku bisa mengatasi semuanya tanpa perlu menangis dan terinjak, hanya perlu bersama-sama
Harapan bahwa dia hidup untuk aku bukan mati karenaku
Hanya itu
Tidak banyak kan ?
Atau bila dia menolak aku ingin meminta suatu permintaan
Tidak perlu bayar karena rasa tak pernah punya nilai materi
Tolong rasakan keinginan, nafsu , kepalsuan , pengendalian, kemunafikan dan kehangatan rasa ini
Tolong pahami dan serap rasaku
Rasa tak tergenggam
Karya : David Wijaya
Kelas : XII IPA 2
Absen : 06
Salam kepada Ibu
Karya : David Wijaya
Ibu...
Aku pergi dulu
Pergi ke negeri nan jauh
Untuk menimba ilmu
Mencari bekal
Demi masa depanku
Ibu...
Maaf bila selama ini aku nakal
Maaf bila aku tak patuh
Maaf atas semua salahku padamu
Sungguh...
Bukan maksudku menyakitimu, Ibu
Ibu...
Kasihmu kepadaku
Tak akan pernah kulupakan
Sayangmu kepadaku
Tak akan hilang dari ingatanku
Meski waktu terus melaju
Mengikis sisa hidup kita
Sedikit demi sedikit
Ibu...
Ku tahu aku akan merindukanmu
Rindu akan hangatnya pelukanmu
Rindu akan senyum manismu
Rindu akan nasehat darimu
Saat aku pulang nanti
Sembah sujudku, kuhaturkan kepadamu
Sampai jumpa lagi....
Ibu.....
Pahlawan
Karya : David Wijaya
Desing peluru terdengar bersahut – sahutan
Bau anyir darah memenuhi udara
Menyesakkan dada
Tubuh – tubuh terbujur kaku, tak bernyawa
Deru mesin perang dan suara bom memekakkan telinga
Menyibak keheningan malam
Namun engkau tetap tak gentar
Bersenjatakan bambu runcing
Kau maju ke medan perang
Berbekal secercah harapan dan segenggam keberanian
Kau terus berjuang
Mengusir para penjajah
Dari tanah air tercinta
Indonesia
Merdeka....
Hanya itu yang ada dalam anganmu
Kebebasan...
Itulah impianmu
Penjajah....
Merekalah musuhmu, musuh sejatimu
Terus berjuang...
Itu tekatmu
Berkat kau...
Kini kita merdeka
Kini kita bebas
Kini tak ada lagi penjajah
Kini kita bisa berjaya
Di tanah air tercinta
Indonesia......
Terima kasih, Pahlawanku...
Kelam hati
karya : Devinta Fulvia Alvianji
Rintik peluh perasaanku
Hujan gemuruh mendung hatiku
Aliri gersang tanah jiwaku
Basuh perih luka dadaku
Bisu ini menyelimuti
Kelam semua ilusi
Redam semua emosi
Bunuh benci dalam hati
Hanya sakit
Tak bangkit
Mati semua rasa yang berbibit
Hanya tahan
Bertahan
Hingga kisah tutup zaman
Nb : Puisi kedua menyusul, karena data kena virus..
Puisi I
Tuhanku
Karya : Venny Agustina
Engkau melihat ke dalam hatiku
Engkau tahu pikiranku yang terdalam
dan setiap sudut jiwaku
setiap langkah yang kujalani
setiap kata yang akan kuucap
setiap tempat yang kan kulewati
Tak ada kisah hidupku
yang tak Kau ketahui
Kuterbang setinggi-tingginya
aku berlari sejauh-jauhnya
tapi di dalam terang maupun gelap
ku tak dapat sembunyi dari Mu
Jauh sebelum kuhembuskan nafas pertamaku
Kau telah mengetahui segala rahasiaku
Kau selalu menyertaiku
saat ku tertidur dan saat kubangun
saat ku terjatuh dan saat ku bersuka
Hajarlah aku
Tinggallah di dalam hatiku
Luruskan jalanku
hinggaku berpulang padaMu
Puisi II
Manusia Baru
Karya : Venny Agustina
Saat mataku pedih oleh air mata
Saat semua orang meninggalkanku
Saat hatiku ikut menangis
Aku sungguh membenci kejamnya hidup
Ingin aku hidup di dalam dongeng
Alam indah tanpa ujung cerita yang menyedihkan
Ingin kutinggalkan semua beban dan kebencian
Ingin kutinggalkan dunia
Lalu kulihat bumi yang marah, langit pun menangis
Mereka bertanya mengapa
Dan aku sadar selama ini aku telah mati
Tapi aku ingin hidup kembali
Maka kutinggalkan masa laluku dan cara hidupku yang lama
Ini aku manusia baru
Sekaran aku sadar, dalam pandangan yang berbeda
Hidupku jauh lebih indah daripada dongeng
Kebenaran
Karya : Cyntia Chandra (05)
Seberkas cahaya lenyap
Tanpa menerangi kegelapan yang ada,
Tanpa mengobati rasa sakit,
Setetes air mata jatuh
Lenyap tak berbekas
Tanpa memberitahu perasaan yang ada padanya
Waktu seperti hujan yang turun
Mereka tak akan pernah kembali
Kenangan berlalu, tenggelam dan hanyut
Dimana tak ada tempat untuk kembali
Hanya ada kesedihan,
Tak peduli apa yang kulakukan
Pada akhirnya hatiku tertutup misteri
Tak menyadari adanya kebenaran dibalik itu
Tak peduli apa yang kulakukan
Pada akhirnya, esok hari tak pernah terlihat
Bagai bunga lily yang suci
Putih tak bernoda
Bagai kotak kaca yang bersinar
Semua keinginanku terlihat jelas
Namun kebenaran lenyap seperti kebohongan
Walaupun aku melebarkan sayapku
Takdir tak akan pernah berubah
Seperti bunga lily yang layu
Aku hanya dapat berharap di dalam mimpi
Retak
Karya : Cynti Chandra (05)
Bintang yang bercahaya
Berkelap kelip di atas langit
Mulai retak dan remang-remang
Terlihat indah, namun menyedihkan
Walau aku ingin mengubah hidup ini
Menggenggam kuat dan memeluk diri
Namun aku tak mampu bertahan
Atas segala kebenaran dan kenyataan
Mengapa kita berharap pada bintang jatuh?
Mereka hanya akan hilang di ujung langit
Harapan yang kau bisikan saat itu
Mungkin tak akan pernah terwujud
Walau berteriak sekeras apapun
Itu tak akan pernah menggapai langit
Kita tahu akan hal itu
Tapi tak ada seorang pun yang pernah berhenti berharap
Walaupun itu hanya angan-angan
Yang mengisi ruang hati ini
Sebagai hiburan hati yang bertahan hanya untuk sementara
Hancurnya Bangsa Kita
Karya : Tri Adiyanti S
Kelas : XIIP2
Absen : 40
Kalian tertawa,
Memandang baju yang gemerlap
Kalian bersukaria,
Mendengar suara dari koin emas yang berlimpah
Tapi kami menangis,
Menangis tak henti ,
Melihat orang miskin
Yang semakin melimpah di bumi ini
Kami miris,
Miris ,
Mendengar ratapan orang miskin
Kalian mencari kekuasaan dan kekayaan,
Untuk memenuhi ego kalian yang tak ada habisnya
Sedang kami,
mencari keadilan ,
Yang tidak akan kami temukan
Kesenangan dan gemerlapnya hidup kalian,
Telah menjadikan kami,
Kami manusia yang bodoh ,
Sebagai tumbal
Kami sadar kami bodoh,
Tapi kami juga menyadari,
Penyebab kebodohan kami
Keegoisan kalian,
Memakan hak-hak kami,
Mematikan bakat dan potensi kami.
Hancur,
Hancur lah sudah bangsa kita
Bangsa yang kita cintai,
Sudah dipenuhi oleh keegoisan mereka.
Kami orang miskin,
Akan terus berjuang,
Menanti datangnya keadilan
Akankah keadilan itu akan datang ?
Puisi II
Bintang di Tengah Kegelapan
Kupandang langit malam dari jendela kamarku,
Yang kulihat hanya gelap,
Gelap dan sangat sunyi
Tapi,
Ditengah kegelapan itu,
Kulihat bintang menghias dirimu
Bukan hanya langit saja yang gelap.
Hatiku , hatiku pun gelap
Tapi ,
Kulihat bintang-bintang bersinar,
Yang disebar oleh perasaanku
Perasaanku yang saat ini berbahagia,
Karena kalian , ya kalian sahabat-sahabatku.
Tanpa kalian, hatiku gelap,
Tidak akan ada bintang yang tersebar.,
Menyinari hatiku
Ku tunggu saat-saat ,
Dimana aku bisa membalas kalian
Menjadi penerang dan bintang ,
Di hati kalian
Sekarang yang bisa aku lakukan,
Hanya kuucapkan terima kasih
Terima kasih telah menjadi.
Bintang di hatiku
Terima kasih sahabat-sahabatku.
Puisi ke 1
Takdir Kita
Karya : Widianto Wirawan Salim ( 45 )
Apakah kau tahu..?
Apakah yang sudah menunggu kita disana..
Dinding kaca takdir kita terjatuh..
Aku berusaha lebih keras..
Pecah dinding kaca lainnya..
Apakah kau tahu maksudnya?
Kuragukan ingatanku..
Ingatanku pun meragukanku..
Tapi sesuatu yang pasti..
Kita akan bertemu lagi nanti..
Karena jantung kitalah..
Yang berdetak bersamaan..
Membentuk suatu takdir kebersamaan..
Dinding kaca takdir kita terjatuh lagi..
Merusak suatu tempat dimana
Kita berjuang untuk sesuatu
Apakah kau tahu
Bahwa jejak yang tlah kita buat
Hanyalah suatu angka jika dihitung
Apakah kau tahu
Bahwa angka itu
adalah diantara angka 1 dan 0
Janji yang tlah kita tukar
Akan menjadi sebuah dinding kaca
Yang memantulkan takdir kita
Dan saat itulah
Aku merasakan kau disini
Ketika jalan kita bertemu lagi
Maka janji kita akan terpenuhi
Kita akan bersatu
Sesuai takdir kita
Puisi ke 2
Harga Diri dan kebebasan
Apakah harga diri itu
Dan apakah artinya bagiku
Kuingin percaya slamanya
kuingin berpikir sampai akhir
Pasti ada suatu arti di hidup ini
Tertawa dengan dinginnya mata
Apakah mungkin
Seorang yang hatinya dingin
Dapat merasakan sakitny
Air mata berjatuhan?
Didunia macam ini
Dimana yang lemah
Tidak dapat melakukan apa yang dia inginkan
Tak ingin ku hidup seperti itu
Hidup tanpa menipu diri sendiri
Itulah caraku hidup
Kuhadapi kenyataan ini
Demi menjaga harga diri
Haruslah kita berjuang
Haruslah kita berusaha
Karena ingin kusimpan
Hari - hari dimana
Hidupku bebas
Kuberjalan di jalan yang kumau
Aku tidak ingin
Dipermainkan oleh kebohongan kata - kata
Aku tidak ingin
Lari dari perasaan sesungguhnya
Didunia macam ini
Dimana yang lemah
Tidak dapat melakukan apa yang dia inginkan
Tak ingin ku hidup seperti itu
Hidup tanpa menipu diri sendiri
Itulah caraku hidup
Kuhadapi diriku ini
Demi menjaga harga diri
Haruslah kita berjuang
Haruslah kita berusaha
Karena ingin kusimpan
Hari - hari dimana
Hidupku bebas
Kuberjalan di jalan yang kumau
Nama : Visto P
No absen : 044
Pertobatan
Karya : Visto P
Hari demi hari yang kualami
Semakin tipis cinta yang kumiliki
Cinta yang hidup akan kasih
Semakin tebal dosa yang kumiliki
Dosa yang bereaksi dalam tubuhku
Tuhan …
Jubah putih yang telah Engkau berikan
Jubah putih-Mu yang telah kukenakan
Telah ku sia-siakan
Telah ku nodai akan dosa
Ku nodai tanpa rasa bersalah
Tak pernah ku cuci
Tak pernah ku pikirkan
Memang sakit untuk-Mu
Memang sangat perih rasanya
Dapat kurasakan itu
Sungai terus mengalir
Mengalir tanpa henti
Itulah cinta-Mu Tuhan
Engkau mengasihiku tanpa henti pula
Jubah yang bernoda itu
Engkau bersihkan dengan tangan-Mu
Engkau cuci jubah bernoda itu sendiri
Tanpa memandang lelah
Tanpa memandang siapa diriku
Diriku yang bernoda hitam ini
Aku sungguh mengagumi-Mu
Aku patut Engkau hakimi
Aku sungguh menyesal
Sungguh menyesal
Tetes demi tetes air mataku yang keluar
Mengelumuri diriku ini
Panasnya darah dan jiwaku
Telah menjadi dingin, beku dan kaku
Dengan jantung terus berdebar
Hidupku sudah ambang kegelapan
Tuhan …
Dosa yang t’lah kugenggam
Tak dapat terlepas dari genggamanku
Ingin ku raih dan sentuh altar-Mu
Aku ingin betatap muka dengan Engkau
Tuk memohon dan meminta penitensi
Penitensi yang setara dengan hidupku
Agar aku bebas dari hidupku yang gelap ini
Lentera Putih
Karya: Irine N.
Lentera putih...
Pelita di dalam materi kegelapan
Kabut tebal pun tertahankan
Oleh semburat terang yang menjadi kekuatan
Lentera putih...
Antarkan asaku membumbung ke langit
Agar mereka mampu melihat
Biarkan keinginanku pergi sembari raga ini terikat
Apa itu kebaikan
Sebuah entitas bernuansa tipis dengan kejahatan
Sulit mempercayai wujudmu yang menghalusinasi mata
Namun harapan egoisku malah bertumpu padamu
Jangan mengecewakanku, lentera putih
Kabarkan bila harapanku telah dikirim ke angkasa
Aku ingin merasakan euforia yang terperangkap sejak dulu
Carikan kebahagiaan yang hilang itu
Musim demi musim berlalu seolah-olah tanpa rasa bersalah
Penantianku seperti mencari ujung pelangi
Keputusasaan mulai merambat bak sulur
Hingga masa tuaku ini, aku menutup mata dengan masa bodoh
Pada suatu senja, matahari telah berpamit untuk sementara
Seketika tampak secercah cahaya sedang menapaki negeri suram
Aku tahu apa itu, penantianku telah berakhir
Kini biarkan aku beristirahat sambil melepas senyum
-----------------------------------
Renungan Hati Seorang Pelajar
Karya: Irine N.
Rimba beton itu bernama sekolah
Layaknya tikus kecil yang lugu, kuikuti umpan menuju kebahagiaan di sana
Kebahagiaan yang tercetak di atas kertas
Hanyalah dua digit angka yang mencengkeram masa depanku
Laksana palu sang hakim, mendakwa tersangka
Kuabdikan perjuanganku demi nilai
Kulahap yang terbaik, untuk mencetak seorang petarung tangguh
Kuasah senjata hingga tajam, untuk menyingkirkan para pesaing
Pagi hingga malam, peluh terus bercucuran
Roda gigi pun sudah aus berputar selama ini
Namun apa daya, terkadang sang algojo menyayat tanpa rasa ampun
Soal ujian menjadi ombak samudera tak tertaklukkan
Buah perjuanganku yang termanis berubah menjadi sepat
Amarah Ayah dan Ibu seperti racun psikotropika, membuatku lemas 7 hari 7 malam!
Untuk apa menyesalinya, karena detak ajal tiba masih lama
Katakan aku ini masokis, yang menikmati siksaan pikiran
Siksaan jatuh bangun kehidupan dan momok nilai tidak membuatku gentar
Bahkan kotak kesabaranku selalu terisi penuh
Kusimpan kebaikan guru dan orang tuaku ke bilik terdalam memori
Karena mereka juga pernah muda, pikirku
Tidak, ini bukanlah jeritan hati seorang pelajar
Kuajak kalian memasuki relung hatiku
Merasakan bagaimana hidup di hutan ini
Menghirup emosi siswa tak terhingga
Sampai aku puas
Karamel
Originated by : M. Fachry R.
Hanya kepada malam jantung ini kulekatkan
Terhampar lilin –liilin kecil di sunyinya langit
Tersirat bayanganmu
Bulan, semakin teringat lesung pipitnya terindukan
Kuharap lilin ku melihat pujaan hati
Bersanding lah ku dan belahan jiwa ku empat mata
Malaikat kecilku tanya hati padamu
Dipucuklah kurasakan senyumannya
Menusuk hatiku, tapi manis
Manis sekali, karamel manisnya rasa cinta
Walau semu
Tetapi kini ia bidadari nyata
Berdebarlah jantung
Kedua matanya terpana
Kuberi sedikit lipatan bibir
Sekali lagi karamel dari pelasan matanya
Membawaku terbang
Menenggelamkanku jauh di dasar tasbih cinta
Entah karamel terbawa angin menyerbak
Pahit sekali
Ia memilih lilin malam yang lebih baik
Tetes air mata ku membasahi hati
Ku telah jatuh dalam manis mu
Sakit sekali
Aku hanya setia menunggumu manis kembali
Agar engkau tahu apa yang ada di dalam hati ini
Karamel darimu
Teroris
Originated by : M. Fachry R.
Nadirlah sang surya
Surga mereka telah datang
Entah apa yang mereka pikirkan
Semua atas nama Jihad
Apakah hati kalian tak menangis
Buta kalian
Tahukah kau bermain nyawa manusia di ujung jurang
Selongsong besi tersemenkan api beraninya mereka benihkan
Tahukah kau dosa manusia itu sedang membisu
Ia tak berkata kepada yang mulianya
Kepada topeng hitam
Tega kalian
Seribu cara kepada mereka yang kalian anggap karang
Anfal tak bersisa
Nikmat sekali kah
Rasa tak ada darah di tanganmu
Biadab kalian
Dan kalian mengadili kebisuan dosa
Ingin terpangku surga
Hanya karena menentang Tuanmu
Tak tahukah itu terkutuk
Tuanmu berbisik petir di bisunya hati kalian
Manusiaku menggiringmu mati di dunia
Juga kelak ke neraka
Puisi ke-1
Air Mata Medan Perang
Karya : Virvandy Wijaya (43)
Perang…
Dor! Duar!
Peluru dan bom unjuk gigi
Ayo! Angkat senjatamu!
Binasakan sanak saudaramu!
Tubuh berdarah berkaparan
Tak pandang bulu
Tangis anak manusia menggelegar
Tak perlu dipedulikan!
Alangkah sedihnya sang bunda
Aku terlahir untuk membunuh sesama
Sungguh sangat amat miris
Perang usaikanlah derai air mata
Jangan biarkan ibu kita menjanda
Perang lihatlah
Gadis kecil menggandeng tangan ibunya
Di antara puing-puing onggokan badan
Di antara bisikan angin kematian
Hati kita terkoyak
Mata terluka berdarah
Hibakah kita?
Melihat kepala pecah
Tulang belulang di tanah
Inilah yang terjadi…
----------------------------
Puisi ke-2
Sampai Jumpa Ayahanda
Karya : Virvandy Wijaya (43)
Cahaya di atas cahaya, matamu ayahanda
Jerit tangis kelaparan menjadi pelecut semangat
Cangkul dan kerbau sudah dijual
Lapak kaki lima sudah digadai
Ayahanda, aku menyulam corak kasih hatimu
Mataku meredup kantukku membeku
Tidur memeluk televisi dan Koran
Ribuan kaki memonumen di simpang empat
Merobek ijazah dan membakar gedung-gedung sekolah
Pisau dapur berlari ke jalan, ke lorong-lorong gelap
Hujan turun, setelah berabad-abad kemarau membuat kotaku sakit
Gigi air sungai dan tanah sudah beracun
cita-citaku melayang di pekarangan rumah
Ayahanda tercinta capek, mesin dalam benaknya lecet
Sepuluh mobilnya membusuk di garasi
Ayahanda tercinta, menaiki rumah sakit menuju kuburan
Kini lembaranmu sudah menuju bumi
Kuharap sorga menantimu
Ayahanda aku mencintaimu
Ibu
Karya : Ricky Stevanus (35)
Ibu........
Pengorbanan besar, engkau berikan padaku
Jiwa ragamu, engkau serahkan untukku
Hidup matimu, engkau relakan demiku
Cinta kasihmu,engkau haturkan bagiku
Ibu........
Masa-masa ku kecil sudah berlalu
Kini ku telah beranjak dewasa
Ku harap doamu, hidup dalam perjalananku
Ku harap cintamu, menyertai kehidupanku
Ibu.......
Sedari kecil ku selalu menyayangimu
Walaupun terkadang ku sering menyakitimu
Namun hatiku selalu mencintaimu
Ketika melihatmu sedih, hatiku hancur berkeping-keping
Yang ku ingin hanya sekedar melihatmu tersenyum bahagia
Ibu........
Kini usiamu telah bertambah
Badanmu sudah renta
Terkadang aku terbayang kasih sayangmu dulu
Kini akan kubalas semua jasaku
Walaupun semua jasamu takkan bisa terbalaskan
Ibu.......
Aku hanya bisa berdoa pada Tuhan
Kumohon agar Tuhan selalu menyertaimu
Kuharap agar Tuhan selalu menyayangimu
Hingga waktunya tiba, kau akan berada tenang di pelukkan Tuhan
Sahabat
Karya : Ricky Stevanus (35)
Sahabatku........
Engkau hadir di saat aku sedih
Engkau hadir di saat aku lara
Engkau hadir dalam tawa dan duka
Engkau hadir dalam bahagia dan sengsara
Sahabatku........
Di saat kau sedih aku juga sedih
Di saat kau senang aku ikut senang
Badai gurun telah kita lewati bersama
Namun kita masih dapat bersatu
Cinta kasih dan ketulusan adalah semangat kita
Persahabatan bagai terang bintang kejora
Persahabatan seindah kilau pelangi
Persahabatan takkan pernah sirna
Persahabatan akan selalu di hati
Ketika bumi berhenti berputar
Ketika matahari berhenti bersinar
Percayalah sahabat, kau takkan pernah kulupakan
Indah wajahmu akan kukenang sampai maut menjemputku
Nama : Julianda Dini Halim
Kelas : XII IPA 2
No. absen : 20
PENTINGNYA SAHABAT
Karya : Julianda Dini Halim (20)
Sahabat adalah kebutuhan hidupku
Dialah tempat kebersamaan
yang ku taburi dengan kasih
Dan kupanen dengan rasa terima kasih
Dialah juga naunganku
Karena ku menemuinya disaat hatiku kosong
dan mencarinya saat jiwa butuh kedamaian
Disaat menikmati kebersamaan
Keceriaan, gelak-tawa serta canda
Terlewatkan begitu saja
Bagaikan air yang mengalir
Namun diwaktu dia berdiam
Aku dan hatiku tak akan pernah berhenti untuk merangkum bahasa hatinya
semua karena ungkapan kata persahabatan
Segala pikiran, hasrat, keinginan terlahir bersama dengan sukacita
Dikala aku akan berpisah dengan sahabat
Di hatiku akan terukir kata “janganlah aku berduka cita”
Karena yang paling kukasihi adalah dia
Akan tetapi mungkinkah hidup akan terasa
Cemerlang dalam kepergiannya
Bagaikan sebuah gunung bagi seorang pendaki
Nampak lebih agung dibandingkan tanah daratan
Kan kupersembahkan yang terindah bagi sahabat
Karena dialah yang bisa mengisi kekuranganku
Bukan mengisi kekosonganku
Biarkanlah tawa kebahagiaan
Menemuiku di setiap fajar
Dalam titik-titik kecil embun pagi
CINTA PADA ORANG TUA
Karya : Julianda Dini Halim (20)
Ku rendahkan suaraku bagi mereka
Ku indahkan ucapanku di depan mereka
Ku lembutkan hatiku untuk mereka
Berilah mereka balasan yang sebaik-baiknya
Atas didikan mereka padaku
Dan atas kasih sayang yang mereka limpahkan padaku
Akan kujaga mereka
Sebagaimana mereka menjagaku
Diwaktu kecil hingga aku betambah dewasa
Begitu semu gangguan yang telah mereka rasakan
Atas segala kesusahan yang mereka deritakan kerana aku
Jadikanlah itu semua pahala kebaikan pada diri mereka
Bilamana telah mencapai mereka sebelumku,
Izinkanlah mereka memberi pesan untukku.
Tetapi jika sebaliknya, maka izinkanlah aku
mengucapkan maaf untuk mereka,
sehingga kami semua berkumpul
bersama dengan kuasa darahMu
di tempat kediaman yang dinaungi kemulian-Mu
Ya Tuhan aku berucap terima kasih pada orang tuaku
Bangkit
Karya : Devi Oktama Putri, Lim (09)
Masih terlukis dalam ingatanku
Bentak, caci, dan makimu
Kau anggap aku sampah
Kau anggap aku tak ada
Di matamu, aku hanyalah butiran debu tak berguna
Sesak rasanya,
Seketika itu aku terdiam
Berpikir dan berpikir
Akhirnya aku sadar
Kau telah bakar semangatku
Kau mampu bangkitkan nadiku
Tak ingin lagi aku seperti dulu
Tak ingin lagi aku menunggu
Tak ingin lagi aku terbelenggu
Sekarang aku bersinar
Sekarang aku adalah lilin yang terang benderang
Aku bukan lagi aku yang dulu
Aku yang hanya menjadi benalu
Terima kasih kuucapkan padamu
Kenikmatan Berujung Kematian
Karya : Devi Oktama Putri, Lim (09)
Mungkin selamanya
Sesalku tak ada habisnya
Perbuatanku, kelakuanku, jalan hidupku
Tak pernah terbayang akan hal ini
Sakit...
Perih...
Terbaring lemah layaknya seonggok mayat
Tawaku hilang ditelan ketakutan
Tak kusangka,
kenikmatan palsu itu telah menghancurkan hidupku
Aku sadar akulah orang yang terbodoh di dunia
Tak mendengarkan perintah-Mu
Sekarang sesosok bayangan putih itu selalu mengincarku
Ia memanggil – manggil namaku
Kupasrahkan semuanya padamu
Kini, telah habis waktuku
Tuhan, terimalah aku
Pancasila
Karya : Leo Saputra
Nomor absen : 25
Engkau adalah ideologi,
Ideologi dari sebuah karya akan pemikiran para pendiri bangsa.
Penuh dengan kebesaran dan nilai-nilai,
Yang akan hidup sepanjang masa.
Satu-satunya di dunia,
Satu-satunya di Indonesia,
Satu-satunya asli pemikiran dari pendiri bangsa,
Satu-satunya yang semula diciptakan untuk tujuan mulia.
Didalam rupa kalimat yang sederhana,
Penuh akan gagasan,
Penuh akan makna,
Penuh akan penafsiran.
Penuh dengan pergolakan,
Penuh akan perjuangan.
Dari awal diperumusan
Sampai penetapan.
Semuanya tersusun dengan rapi,
Merangkul dari atas sampai bawah,
Mencakup dari hal besar sampai hal terkecil,
Itulah Pancasila.
Sungguh amat disayangkan,
Setiap hari kita didengungkan sila-silanya
Tidak pernah satupun yang kita laksanakan.
Baru kusadari bahwa itu hanya sebatas formalitas belaka.
Sekarang sudah enam puluh lima tahun umurmu,
Cukup lama bertahan di negeri ini.
Namun seakan terpinggirkan seiring berjalannya waktu,
Masih adakah ruang untuk Pancasila di hati ?
Melihatlah
Karya : Leo Saputra
Nomor absen : 25
Melihatlah keatas,
Disana engkau pasti melihat langit dan awan,
Setiap hari engkau melihat matahari,
Setiap hari pula engkau melihat rembulan.
Tampaklah langit yang membiru di pagi hari,
Tampaklah awan yang mengabu-abu disaat hujan,
Tampaklah matahari yang memerah disaat senja hari,
Tampaklah rembulan yang menguning pada langit hitam di malam hari.
Oh, Betapa baiknya Tuhan,
Dia memberikan banyak anugerah kepada manusia.
Yang tak ada tandingan,
Tak satupun.
Melihatlah ke depan,
Ada banyak keinginan,
Ada secercas harapan,
Dan ada satu tujuan.
Cobalah untuk bertekad,
Cobalah untuk mengerti,
Cobalah untuk berusaha,
Dan cobalah untuk tahu diri.
Tak semua akan didapatkan,
Karena kenyataan itu jauh berbeda dari pengandaian,
Mungkin akan ada waktu mengalami kejatuhan,
Namun dibalik itu akan ada kejayaan
Melihatlah ke belakang,
Dahulu kecil penuh kepolosan,
Sekarang di dalam diri banyak yang berkembang,
Banyak hal yang berubah dan saling berikatan.
Tersimpan banyak keinginan,
Tersimpan banyak kenangan,
Tersimpang banyak pengalaman,
Tersimpan banyak kekelaman.
Janganlah larut dalam kegembiraan,
Janganlah larut dalam kekecewaan,
Tidak ada yang diuntungkan,
Malah yang ada merugikan.
Melihatlah ke samping,
Ada keluarga di sisi kita,
Ada teman yang membantu kita,
Dan ada orang lain yang memperhatikan kita.
Disekeliling kita banyak pilihan,
Disekeliling kita banyak kemauan,
Disekeliling kita banyak keegoisan,
Dan disekeliling kita banyak kekeliruan.
Seringkali pilihan hidup membuat kita tersesat,
Banyak kebohongan yang terungkap,
Banyak pula kebusukan yang terlihat,
Namun kita lebih cenderung mendengarkan dan akhirnya terperangkap.
Melihatlah ke bawah,
Kita berpijak pada kokohnya tanah,
Memang saat ini kuat untuk dilangkah,
Namun esok belum tentu bisa.
Fenomena erosi,
Fenomena pengalian,
Fenomena penambangan,
Fenomena pengeboran.
Semua itu memperparah kondisi bumi,
Kita terus-menerus melakukan aktivitas merusak lingkungan.
Dengan sendirian tak banyak yang bisa di memperbaiki,
Tapi bersama-sama kita bisa melakukan
Semua itu diawali dan diakhiri,
Dengan melihatlah ke atas, ke depan, ke belakang, ke samping, ke bawah.
Begitu banyak hal yang perlu kita sadari,
Di dalam kehidupan yang banyak masalah.
Lelah Menatap Hari
Karya : Selly Suntami Effendy
Nomor absen : 37
Terbangun aku dari tidurku
Matahari pagi bersinar menerobos celah-celah jendela
Seperti secercah harapan menghadapi hari yang baru
Seperti segenggam semangat untuk melewati hari
Berdiri aku dengan bertumpuk-tumpuk tugas
Berjalan aku dengan bertubi-tubi hapalan
Kupaksakan kaki untuk melangkah
Dengan berusaha tersenyum aku pun berangkat
Ingin rasanya lari dari semua
Ingin rasanya membuang semua hapalan
Ingin rasanya membuang semua tugas
Dan berteriak dengan sekuat tenaga
Tapi apa daya ku
Untuk berteriak pun aku tak mampu
Untuk marah pun aku tak mampu
Bahkan air mata pun tidak mampu untuk keluar
Dengan mencari secercah harapan yang telah sirna
Dengan mencari senyum yang dapat menghilangkan kesengsaraan
Dengan mencari sebuah semangat yang telah hilang
Aku berusaha untuk memyimpan semua amarah
Kebahagiaan yang dirampas
Karya : Selly Suntami Effendy
Nomor absen : 37
Kicauan burung yang merdu
Daun-daunku yang rimbun
Kebahagiaanku yang indah
Hilanglah sudah
Derap langkah kaki yang nakal
Tangan-tangan yang jahil
Keegoisan manusia
Merampas segala kebahagiaanku
Yang tersisa hanya ranting-ranting yang rapuh
Matahari yang menyinariku tanpa ampun
Kelaparan yang menyiksaku
Kesunyian yang menghantui kehadiranku
Terdiam aku ditengah teman-temanku
Semua perlahan-lahan mengering dan meninggalkanku
Ingin aku berteriak dan marah
Tapi yang dapat kulakukan hanyalah menangis diam-diam
Setelah semua yang kulakukan
Melindungi manusia dari kepanasan
Menghindari manusia dari kelaparan
Menjaga manusia dari kehujanan
Dengan goresan di tubuhku
Dengan merampas semua kebahagiaanku
Dengan memberikan rasa sakit, sedih, dan takut
Mereka membalas semua jasa yang kulakukan
Kurasakan tubuhku mulai mengering
Tiap detik aku menanti
Untuk lepas dari manusia yang egois
Merebut kembali kabahagiaanku di tempat yang jauh
11 September 2001
Karya : Eileen Lukito
Aku selalu ingat hari itu
Setiap detailnya terekam jelas di pikiranku
Terus menghantuiku ketika aku merasa rapuh
Membuatku menggigil dalam rasa takut
Aku benci diriku
Aku benci ketakutan itu yang selalu menelan diriku
Selalu menyeretku
Seakan aku ini boneka yang lusuh
Namun,
Tak pernah sekalipun aku melawan seretan itu
Mungkin, aku merasa takut
Takut jika aku membuang memori itu
Waktu akan membuatku lupa akan wajah orang itu
11 September 2010
Seluruh dunia memutar ulang kejadian itu
Menangisi hari gelap itu
Aku menutup mataku
Menutup telingaku
Namun, aku tidak bisa menutup pikiranku
Waktu serasa membawaku ke hari itu
11 September 2001
Suara yang memekakkan telinga memulai kegelapan hari itu
Hubunganku dengan orang itu tiba-tiba terputus
Aku berlari keluar hanya untuk melihat mimpi terburukku
Bangunan itu hancur, remuk
Puing-puing hitam terbawa angin menodai langit yang biru
Aku tau, bahwa angin itu juga membawa sebagian hatiku
Dan aku hanya bias duduk termanggu
Air mata membasahi pipiku
Dalam kegelapan itu, aku berteriak dalam hatiku
“Tuhan, di manakah letak keadilan-Mu?”
Apa Itu Cinta?
Karya : Eileen Lukito
Bahagia jika melihat orang yang kita cintai bahagia
Sebuah kalimat yang mengambil 2 kata bahagia
Tidakkah kalimat ini terasa begitu dilebih-lebihkan?
Bahagia dan bahagia
2 kosa kata yang serupa
Namun dalam hatiku 2 kata itu berbeda makna
Yang satu sebuah perasaan bahagia yang tulus dan apa adanya
Yang lain sebuah perasaan bahagia yang terpaksa
Bahagia jika melihat orang yang kita cintai bahagia
Sebuah kalimat yang diyakini sebagai arti sebenarnya sebuah cinta
Sebuah kalimat yang selalu membuatku tertawa hampa
Sebuat kalimat yang sampai sekarang belum bisa kucerna
Kalimat yang lambat laun kuanggap sebagai sebuah sampah
Sebagai sebuah alasan bagi orang lemah
Dan lucunya aku sebisa mungkin mencoba untuk menjadi orang lemah
Yang dengan mudah lari dari kepahitan cinta
Namun aku tidak bisa
Aku tidak bisa bahagia
Karena hatiku serasa diiris pisau ketika mengingat wajahnya
Ketika mengingat senyum bahagianya
Aku ingat hari itu hari Selasa
Ia berlari ke arahku dengan seulas senyum di bibirnya
Senyum yang membuat jantungku berhenti berdetak
Ia memegang tanganku, terengah-engah
Hatiku berteriak bahagia menunggu kata-katanya
Namun, kau tau apa yang dikatakannya?
“Dia menerimaku, aku resmi pacaran dengan dia!”
Sunyi senyap, aku tidak bisa berkata apa-apa
Siapa ‘dia’?
Aku berusaha tersenyum padanya
Namun senyum itu palsu, hampa
Inikah yang namanya cinta?
Bahagia melihat orang lain yang kita cintai bahagia?
Kalau ya, mengapa aku tidak merasakannya?
Mengapa hatiku malah tidak bisa merasakan apa-apa?
Mengapa hatiku malah merasa hampa?
Apa sebenarnya arti cinta?
Kisah Seorang Boneka
Karya : Evelyn Wijaya(13)
Tergeletak dalam kegelapan
Diam dalam hening
Diasingkan dan mengasingkan diri
dalam kekelaman tiada ujung, tiada akhir
Rambut yang dulu hitam legam telah mengusam
Badan lapuk dimakan waktu
Namun wajah yang dulu begitu anggun,
tetap anggun
Meski telah dinodai oleh dusta hitam
Matamu bening sayu
Tatapanmu kosong,
menyimpan sejuta misteri dalam sunyi
Saksi bisu akan sejumlah kekejaman atas dirimu
Engkau telah
digunakan sekehandak hati
disayang lalu dibuang
dipuji lalu dicaci
dipuja lalu dicerca
Engkau dikutuk dan dihina
Namun kau hanya membisu
Seutas bibir kaku tak bergerak
Meski tangan berlumur dosa
Matamu tetap bening dan sayu,
murni
Samar dalam keheningan
Takjub, kubertanya
'Punyakah engkau hati?'
'Pernah' - bisiknya dalam deru nafas hawa dingin
'dari kaca,
yang kini telah menjadi serpihan,
dan lenyap entah kemana..'
Curahan Hati Sebatang Pohon
Karya : Evelyn Wijaya (13)
Untuk merpati kecilku....
Janganlah kau takut,
akan petir dan gelap yang mencekam
akan terik panas mentari dan dinginnya malam
akan pemangsa dan musuh-musuhmu yang siap menerkam
Janganlah kau takut, sayang
Kan ku rendahkan dahanku,
agar kau jauh dari dentuman kilat
Kan ku lebatkan rimbunku,
agar kau tak merasa panas atau dingin yang berlebih
Kan ku sembunyikan kau di balik ranting-rantingku,
dan kupeluk kau erat
agar kau tak merasa sepi ataupun takut
akan kekelaman malam dan intaian musuhmu
Kan ku belit dan kujatuhkan mereka yang ingin menyakitimu
agar kau terlelap dalam rasa aman dan tentram
Kala kau akan mencari belahan jiwamu, kasihku
Terbanglah membawa sekuntum bunga dari pucukku
Bawalah satu buah terbaik dari cabangku
Sebagai bekal di pencarianmu
Dan ketika kau kebingungan mencari rumah untuk keluargamu
Ambillah rerantinganku,
dan buatlah sarang ternyaman di dekat batangku
Ambillah cacing dari perangkap akarku,
serta air dari tetesan embun di daunku,
untuk menghidupi anakmu
Di kala waktu berlalu,
dan engkau ingin pergi menjelajahi dunia,
terbanglah anakku!
Rentangkan sayapmu seluas samudra,
dan taklukanlah langit
Kelak,
ketika sayapmu telah lelah,
badanmu telah renta,
dan paruhmu sudah rapuh,
pulanglah manisku
Dan tidurlah di rerimbunan dedaunan terakhirku yang layu,
beralaskan batangku yang lapuk,
di dekat akarku yang sekarat...
Penyejuk Hati
Karya: Ravenia Dirgantari (33)
Aku terbangun dari lelapku
Alunan gemericik hujan mengusik mimpi indahku
Sejenak aku memikirkan sesuatu
Sesuatu yang sungguh mengusik hatiku
Air hujan itu membasahi kelopak mataku
Udara pagi yang basah terhirup begitu segar
Namun rupanya tetap ada yang mengganjal di hatiku
Sesuatu yang terasa begitu akbar
Kubasuh wajah dan tubuhku dengan wudhu
Kulantunkan dengan indah ayat-ayat suci-Mu
Kusebut nama-Mu di setiap sujudku
Kupanjatkan doa-doaku hanya kepada-Mu
Hati yang terasa begitu damai kini
Penuh syukur karena segala rahmat-Mu
Bagaikan embun di pagi hari
Penyejuk hatiku
Sahabat Kecil
Karya: Ravenia Dirgantari (33)
Aku berjalan dengan gugup
Ketika kau datang mendekat sambil tersenyum padaku
Rasanya seperti semua kebahagiaan di dunia ini adalah milikku
Aku berharap ini semua bukan mimpi
Aku berharap kita berjalan di jalan yang sama
Kita selalu berbagi semuanya
Mengendarai sepeda kecil biru tua bersama
Membunyikan lonceng sepeda bersama
Bahkan berjalan pun bergandengan tangan
Kau pun selalu menjadi seorang yang selalu mengalah
Kau tidak lelah menunggu lama di depan rumah
Bagiku kau bahkan lebih manis daripada sirup gula
Kau menjadi sandaran bagiku
Dan aku pun menjadi sandaran bagimu
Kita selalu berbagi semuanya
Hingga akhirnya kita telah menginjak dewasa
Tiada lagi gelak tawa konyol yang riang
Tiada lagi olokan yang menyebalkan
Tiada lagi sepeda kecil dan loncengnya
Semuanya telah berubah
Aku tidak meminta apapun dari dirimu yang sekarang
Yang kini telah berubah menjadi seorang dewasa
Aku hanya merindukan kenangan kita
Persahabatan kita
Yang telah membuat hidupku berarti
Kau membuat hidupku berarti
Puisi I
Penyelamatku
Karya : Michelle Novhanda (28)
Untuk beberapa alasan
Untuk hari ini saja
Aku merasa lelah, lelah sekali
Aku sendirian duduk di dalam kegelapan
Aku termenung merasa sendirian
Saat itu juga aku mendengar ketuk pintu
Memecah keheningan bisu yang tercipta dalam kegelapanku
Hanya bertanya dalam khawatirmu
Apakah kau sudah makan?
Apakah semua baik-baik saja?
Apa yang sedang terjadi disana?
Kata-katamu membuatku marah
Kata-katamu membuatku muak
Aku merasa bermain dengan keheninganku
Tetapi ketika aku marah
Semua janjiku padamu keluar dari kegelapan
Muncul dengan terang lilin, mengganggu kehitamanku
Walaupun aku membuatmu susah
Walaupun aku membuatmu marah
Kau selalu menjagaku
Menciptakan kehitamanmu
Yang menyatu dengan diriku
Walaupun aku tak tahu banyak
Walaupun aku tak bisa berkata
Sekarang aku tahu
Kehitamanmu hadir untuk mendoakan diriku
Siap menolongku bila aku terjatuh lagi
Semua harapanmu akan aku jaga
Mengerahkan seluruh kekuatanku
Lilin akan kunyalakan
Untuk membuat hatiku hangat dan terang
Sehingga kau tak perlu menjelma menjadi hitam
Aku malu
Aku berusaha untuk mengatakan ini
Kalau aku sangat mencintaimu, Ibu
Puisi II
Kerikil Rapuh
Karya : Michelle Novhanda (28)
Aku orang jahat
Aku tak peduli
Aku keras tak tergoyahkan
Aku menyakiti bukan tersakiti
Aku mendaki untuk keegoisanku
Aku tinggalkan nuraniku jauh di dasar
Aku pergi dengan hati marah
Aku pergi dengan kekerasan hati
Mendaki gunungMu dengan kekosongan
Aku sudah mati
Aku dingin tak bersuhu
Aku menyatu dengan kerikil kasar
Kerikil buruk rupa dari semua yang indah
Aku sendirian dan rapuh
Saat aku tergelincir, tersentuh yang indah
Aku terkejut dan terbangun
Aku sadar aku sudah mulai terjatuh
Aku berpikir untuk tidak lagi berjuang
Menuju puncak gunung yang tak mungkin aku raih
Tetapi seseorang menadahku
Mengumpulkan semua kerikilku
Supaya aku bersatu
Bangun dari lukaku
Lalu sinar terang orang itu
Meletakkan aku kembali ke tempat tadi
Mengajakku melihat masa laluku yang kelam
Aku tersadar dan mengucapkan terima kasih
Tetapi orang itu menghilang
Padahal aku belum mengucapkan perpisahan
Lalu aku tahu, aku harus mendaki lebih
Aku menyatukan semua kekuatanku
Menghilangkan luka dan dosaku dibawah
Aku mau berjuang
Meraih kedamaian dan kehangatan
Bersama Tuhanku nanti
Aku berusaha tak berbuat salah lagi
Karena aku tak pantas
Meminta pengulangan masa tadi
Ketika Alam Mulai Bersuara
karya : Devinta Fulvia Alvianji
Ketika alam mulai berirama
Dengarkanlah dendang desir suaranya
Bawa damai tenteram sejahtera
Indah hidup penuh bahagia
Ketika alam mulai bercerita
Hayati tiap guratan hariannya
Membawa ilmu dan pelajaran berharga
Hadapi masa kelak menua
Ketika alam mulai tertawa
Bersama kita tertawa dengannya
Bersenda gurau serta canda
Ceria berkilau bak permata
Namun ketika alam mulai berkabung
Asap duka naik membumbung
Membaur suka dan luka terhubung
Menyekap maksud niat terselubung
Dan ketika alam mulai menangis
Rintih perih mulai mendesis
Menitik sedih dalam rintik tangis
Rumah hancur ulah si bengis
Akhirnya kini,
ketika alam mulai murka
Dikeluarkannya isi luapan jiwa
Menatap dendam siapa saja
Mengutuk perusak rumah indahnya
Membaur semua resah dan gelisah
Berakhir duka dan derita
Ulah manusia
Wahai dikau insan dunia
Sayangilah alam bumi kita
Karena alam mulai bersuara
Manusia Baru
Karya : Ferdy Sugianto (14)
Aku adalah manusia berdosa
Aku hanyalah manusia biasa yang tak sempurna
Aku tak tahu apa yang harus kulakukan untuk menghapus semua dosaku
Aku bingung, aku takut, aku sedih
Aku duduk merenung
Tak terasa menit demi menit, jam demi jam berlalu dengan cepat
Tak terasa tetes air mata membasahi pipiku
Aku menangis
Aku menangisi dosa-dosaku
Betapa banyak dosa yang telah kubuat
Hanya sedikit perbuatan baik yang kulakukan
Air mata semakin mengalir membasahi pipiku
Aku mau berubah
Aku mau menyesali dosa-dosaku
Aku mau Tuhan mengampuni dosa-dosaku
Aku mau menjadi manusia baru, manusia yang terbebas dari dosa
Malam ini semua berubah
Tuhan mengampuni dosa-dosaku seiring dengan tetes air mata yang membasahi pipiku
Inilah saatnya aku berubah
Berubah dari manusia lama menjadi manusia baru
Tidurku
Karya : Ferdy Sugianto (14)
Ketika malam tiba
Kupejamkan mataku
Kutinggalkan semua masalah
Hanya aku dan mimpiku
Bebas rasanya lepas dari semua masalah
Aku merasa bebas seperti burung yang terbang juga ikan yang berenang ke sana kemari
Aku seperti berjalan di sebuah taman yang luas dan penuh dengan bunga
Aku seperti berada dalam impianku
Tapi semua itu hilang
Semuanya hilang saat kubuka mataku di pagi hari
Itu hanyalah mimpi
Ya, mimpi dalam tidurku
Cinta Tulus
Karya : Frandy Eddy (15)
Hari-hari terasa begitu indah
Saat dirimu ada di sampingku
Hujan dan panas mentari tak akan menerpaku
Saat kau ada dalam pikiranku
Kasih dan cintaku begitu tulus padamu
Dirimu bagaikan penghangat jiwaku
Menghangatkan diriku dari dingin
Dirimu bagai bintang dalam malamku
Menerangi diriku dalam tiap langkahku
Tak ingin rasanya aku jauh darimu
Karena sebagian hidupku
Sudah menjadi milikmu
Sahabat
Karya : Frandy Eddy (15)
Sahabatku…
Jika engkau mengalami masalah
Jangan pernah engkau berlari darinya
Jangan pernah engkau bersembunyi darinya
Karena semakin jauh engkau berlari
Semakin mudah engkau dikejarnya
Semakin dalam engkau bersembunyi
Semakin mudah dia menemuimu
Sahabatku…
Alangkah baiknya
Bila kau temui dia dengan lapang dada
Biarkanlah ia memasuki hidupmu
Hadapi dia dengan senyumanmu
Dengan begitu
Dirimu akan menjadi sosok yang lebih tegar
Dalam menghadapi semua tantangan
Dan yakinlah sahabat…
Kau akan bisa bertahan
Saat badai cobaan menghantam
Karena Cinta
karya: Devinta Fulvia Alvianji
Bukan harta yang aku jarah
Bukan pula emas yang aku minta
Bukan jabatan yang aku butuh
Namun demi cinta aku mengemis
Cinta ketika aku pertama mampu bernapas
Cinta ketika aku mulai menangis
Cinta ketika perlahan kubuka mata
Cinta ketika aku menggenggam
Cinta ketika semua berlangsung
Cinta yang melahirkanku
Cinta yang membesarkan aku
Cinta yang menghidupi aku
Cinta yang mencintaiku
Dan cinta yang menguburku bersama cinta-cinta itu
Karena cinta, aku ada
MESSI
Karya : Benny Wijaya (2)
Kaki kecil nan lincah
Olahan bola nan ciamik
Bola bergulir kencang di tengah rumput hijau yang luas
Kakimu seperti magnet saat mengontrol benda bundar itu
Entah berapa ratus orang telah kau lewati
Entah berapa puluh cidera telah kau lalui
Entah berapa puluh wasit telah kau tipu dengan aksi divingmu
Namun perjuangan itu telah membuahkan hasil
Hingga berapa ratus gol telah kau cetak
Ferdinand, Vidic, dan Terry kau lewati dengan gampang
Cech, Van der saar, dan Casillas kau bobol dengan mudahnya
Jutaan penonton kau sihir dengan aksimu
Tak heran Messiah sebutanmu
CINTA
Karya : Benny Wijaya (2)
Cinta..
Tak perlu dijelaskan,
Tak perlu diterangkan,
Tapi cukup dirasakan, di mengerti..
Ungkapkan dengan aku mencintaimu
Aku bahagia memilikimu...
Indah oh indah
Tak harus dengan intan berlian berkilauan
Bahagia oh bahagia
Tak harus dengan harta segunung
Tapi, hanya bersamamu telah membuat hidupku indah dan bahagia..
Gelapnya Malam
Karya : Denny Suryadi / 07
Malam.
Tiap kehadiranmu yang datang.
Bersama dengan terbenamnya matahari.
Sang penerang bagi semua makhluk hidup.
Pergi untuk berisitirahat.
Sedikit demi sedikit.
Perlahan namun pasti.
Cahaya lampu perumahan membiaskan segelintir cahaya.
Menghiasi gelap malammu yang kelam.
Malam.
Ku terlarut dalam kelamnya malam.
Kehadiranmu itu .
Hanya membawa kesepian.
Gelapmu mencekam dan menutup ruang bagiku.
Tiada teman ku disini.
Sendiri ku tak mengerti.
Tak tau apa yang ku cari.
Dan tak tau apa yang ku nanti.
Malam.
Kehadiranmu membawaku terlarut dalam pikiranku.
Membuatku berhayal mimpi-mimpi.
Tang tak berarti.
Hadirkan kehampaan dalam jiwaku.
Tak tahu apa yang ku inginkan.
Tak tahu apa yang ku harapkan.
Entahlah.
Ku sendiri tak mengerti.
Malam.
Mungkinkah engkau akan selalu menggelapi.
Tak memberi sedikitpun terang.
Menutupi dan selalu menutupi.
Mungkin malam kan selalu sepi.
Tiada lagi keceriaan.
Yang tersisa hanya keraguan.
Keraguanku untuk mendapatkan.
Sesuatu yang selama ini aku nantikan.
Cinta yang Hilang
Karya : Denny Suryadi / 07
Pada hari aku bertemu dengannya…
Ku lihat dia bagai seorang malaikat.
Kecantikannya yang begitu memikat dan halus.
Wajahnya begitu manis.
Matanya begitu bergelinang.
Masih berada lekat dalam pikiranku.
Sesosok yang begitu feminin dan menyenangkan.
Menunjukan sikap yang gentar.
Berbatasan dengan rasa malu.
Sangatlah indah dirinya.
Ketika saling berbicara.
Ketika bersama-sama tertawa.
Sebuah pikiran yang begitu mendalam.
Teman saat sukacita.
Dan saat sedih, dia menghibur.
Namun waktu begitu singkat.
Hanya keabadian yang diinginkan.
Sebuah cinta yang hilang.
Hanya tinggal ingatan yang memberkas.
Tinggalah mimpi yang tersisa.
Betapa indahnya itu.
Kesedihan yang kurasakan, sakit hati, dan patah hati.
Dirinya mengejutkan tidur nyenyakku.
Kuterbangun untuk melihat bahwa aku sendirian.
Pernah sebuah cerita berkata.
Ada sebuah mimpi yang dipercaya.
Mengingatkan bahwa waktu kita telah berlalu.
Ingin berbicara dan untuk dilihat nya sekali lagi.
Cinta yang tak pernah menjadi.
Ingatlah aku talah kehilangan cinta.
Ku hanya dapat tersenyum saat memikirkanmu.
Si Miskin, Sahabatku
Karya : Nova Amanda (31)
Kau terlahir dan dibesarkan di kemalangan yang menyiksa
Kau yang memakan kerak nasimu dengan keluhan
Dan meneguk air keruhmu dengan air mata dan ratapan hampa
Menjalani kehidupan yang keras dan penuh siksaan
Kau, sahabatku yang lemah, tumbal hukum kemunafikkan manusia
Menderita atas buah ketidakjujuran si penguasa
Tersiksa atas buah penindasan si kaya
Sengsara atas buah ketamakan si rakus
Jangan kau berputus asa
Karena di balik kerancuan dunia ini, terdapat kebahagiaan kekal
Terdapat belas kasihan serta cinta dan keharuan
Membawamu bermukim di kehidupan yang menyenangkan
Kebenaran akan segera terungkap
Tak akan ada lagi senyuman di balik air matamu
Dan aku akan menyambutmu sahabatku
Rangkul tangan ini, kita hadapi para penindasmu
Rentan
Karya : Nova Amanda
Aku mengenalnya sebagai sekuntum bunga cantik
Yang dibawa angin khayalan menuju samudera nafsu yang tak terukur dalamnya
Aku mengenalnya sebagai seorang anak kecil polos
Yang mencoret-coret dinding putih yang hampa
Dia, sahabat kecilku
Berdua, kami tersesat di jalan Kehidupan
Berjalan rentan tak tentu arah
Karena tak ditemukannya arah kebenaran
Kami temui seekor burung yang jatuh
Sayapnya patah, tubuhnya lemah kesakitan
Kami temui pula kucing berbulu emas
Mencuri ikan, sarapan si miskin
Dimana kan kami temukan arah di balik kemunafikkan dunia
Bingung kami cari jati diri di balik tumpukan pilihan
Kami tak ingin menjadi burung yang lemah atau menjadi kucing licik itu
Pilihan menjadi binasa atau yang membinasai
Nama : M. Stephanie C.T
Absen : 026
Perang
Karya : M. Stephanie C.T
Konflik bergejolak
Perang mulut tak henti
Amarah membakar jiwa
Geram...
Tak ada kata maaf
Tak ada kata ampun
Tak ada yang mau mengalah
Tak ditemukan suatu kesepakatan
Jalan buntu di depan
Perang pun jadi jawaban
Kerap engkau teriakan perintah
Satu per satu meriam dan laras panjang ditembakkan
Jerit dan tangis bersahut-sahutan tiada henti
Tak pilu hatimu melihat darah mengalir
Tak keram hatimu mendengar tangis dan seruan kesakitan di sekitarmu
Kejam, sangat kejam ..
Kau seperti buta, tuli lagi mati rasa
Tak pernah mundur, terus menyerang ,
Memberantas semua yang ada di garis depan untuk pertahankan barisan
Bumi hangus, bangunan rata dengan tanah
Api dan air menjadi satu, hancur lebur
Langit seakan meringis
Matahari memerah mewakili setiap tetes darah yang tertumpah
Abu berterbangan
Kepulan asap panas menyelimuti
suram, sangat suram ...
Tak lama kemudian, tak terdengar lagi suara-suara manusia
Tanda menjemput ajal
Lelah dirimu, tanganmu kerap menhapus bulir-bulit keringat
Kemudian kau pulang dengan senyum ala pemenang
Indonesiaku
Karya : M. Stephanie C. T
Harta melimpah ruah
Tanah subur nan permai
Pemandangan elok nan sedap dipandang mata
Terbentang dari sabang sampai merauke
Ragam budaya dan agama turut mewarnai keindahan tanah tercinta
Warna kulit, suku dan ras tak lagi jadi masalah
Semua bersatu padu pada satu misi
Misi kebahagian dan kesejahteraan dalam hidup
Sumber daya alam dan manusia seakan bekerja sama
Semua sangat serasi, tak cacat sedikitpun
Membuat hatiku bangga menjadi warga negara Indonesia
Wahai negeriku, tanah Indonesia
Negeri tercinta yang tak tertandingi di belahan dunia manapun
Tak ada tempat lain yang seindah tanah airku
Ketika merah putih berkibar
Tangis dan haru menjadi pengiring
Gagah diujung tiang tertinggi
Keberanian dan kesucian sang saka melambangkan perjuangan para pahlawan
Indonesia, Indonesia
Tanah air beta tercinta
Tetaplah kau menjadi bumi pertiwi kebanggaanku
Hanya Kasih
Karya: Rani Iswara (32)
Dengarkan baik-baik dengan telingamu
Bisikan perih
Jerit kesakitan
Tangis derita
Dari bayang-bayang kegelapan di setiap sudut dunia
Mereka bersembunyi dari kejamnya dunia,
Terus menangis meratapi diri
Mereka lelah menghadapi setiap hari,
Tetapi takut menatap hari esok
Mungkin sangat menakutkan
Berada dalam kegelapan
Merasa ditinggalkan dunia
Kesepian ditelan dinginnya dunia
Kesepian mencekam setiap detik yang mereka lalui,
Dalam setiap langkah kaki rapuh mereka
Sudah kering air mata mereka
Sudah bosan menghadapi kejamnya hidup ini
Angin beku terasa mengikis kulit kusam mereka
Dingin dunia merobek hati
Bekunya persaudaraan semakin menghancurkan hidup mereka, menghapus harapan mereka
Realitas berat menekan bahu lemah mereka
Anak-anak kehilangan mimpi mereka
Tidak adakah yang mendengarnya?
Tidak adakah yang melihatnya?
Apakah mereka manusia transparan?
Apakah mereka hanya setumpuk ‘sampah’ dunia?
Tidak adakah yang peduli?
Pegang tangan mereka
Hapus air mata mereka
Jangan hanya berjalan melewati mereka seolah mereka tidak ada,
Mereka mencari tangan kita
Seperti cahaya terang
Mari kita berbagi kasih
Dunia telah menjadi tempat sulit bagi orang-orang yang hanya ingin udara segar
Jangan biarkan mereka kesepian
Jangan biarkan mereka terabaikan
Jangan biarkan mimpi mereka melayang
Jangan biarkan mereka kehilangan setitik sinar harapan untuk hidup
Aku berdoa
Tuhan…
Setiap saat kekosongan tidak dapat terisi
Kami akan mengulurkan tangan untuk memberi mereka kekuatan yang baru
Mereka yang butuh kekuatan akan meraih tangan kami
Saling berpegangan tangan
Hanya ada kasih,
Dengan kasih, kita akan hidup di dunia ini
Meskipun sulit tetapi dunia tetap indah
Hanya kasih,
Kita melalui rintangan tak tertahankan
Karena seseorang akan meminjamkan tangan mereka
Dunia yang hangat akan terbentuk
Bersama-sama bergandengan tangan
Hanya ada kasih,
Aku begitu kecil
Tapi jika kita berbagi,
Keajaiban bisa terjadi
Hanya dengan kasih,
Kita dapat membawa kembali senyum cerah di wajah mereka
Itulah kekuatan cinta kecil kami.
Sahabat
Karya : Rani Iswara (32)
Ada hal yang berharga dan itu adalah teman
Aku bersyukur untuk kehadiranmu
Bahkan jika sulit dan melelahkan, kau selalu di sampingku
Persahabatan…
Harmoni yang memiliki warna berbeda seperti Do Re Mi Fa La Si Do
Seperti susunan harmonis warna pelangi Me Ji Ku Hi Bi Ni U
Sahabat tetap seperti cahaya bulan,
Sahabat tidak berubah seperti cahaya bintang
Bahkan jika itu sulit, kami akan selalu bersama
Sahabat seperti tangan dan mata
Jika tangan terluka, mata akan menangis
Jika mata menangis, tangan akan menyekanya
Bahkan ketika itu sulit, kami akan selalu berbagi
Kami habiskan waktu bersama di sekolah,
Kadang-kadang kami merasa lelah, lalu kami berjuang lagi
Kami seperti seperti pena dan buku, penuh ruang kosong untuk saling melengkapi
Hari-hari yang tak terbatas akan menjadi kenangan
Seperti debu, akankah kenangan itu berubah dan meninggalkanku?
Hadiah persahabatan,
Kami telah saling percaya
Jangan pernah berubah
Ketika itu sulit ataupun menyakitkan, aku bersandar padamu
Tidak peduli berapa kali aku tersandung dan jatuh
Kau selalu mengulurkan tanganmu padaku
Aku akan datang setiap saat dibutuhkan
Ketika waktu menelan kenangan
Ketika marah membutakan hati
Ingatlah tempat dan hari kita memulai persahabatan ini
Ketika kau tidak tahu harus ke mana
Kembalilah ke titik awal persahabatan ini
Berpegang erat
Bersama melewati waktu
Jangan saling melupakan
Mulai sekarang, mari kita mengenal satu sama lain
Mari kita berjalan bersama dalam sebuah irama musik
Aku akan selalu menjadi kekuatanmu
Meski bagi mereka kalian bukan siapa-siapa
Meski bagi mereka kalian tidak ada artinya
Tapi bagiku kalian sahabat terbaikku
Terima kasih sahabat
Terbang
Karya : Rani Iswara
Aku bernapas
Tak ada yang mendengarnya
Tak ada yang merasakannya
Seolah-olah aku transparan
Tampaknya aku dalam gelap
Tapi aku hanya menutup mata
Aku berdoa saat aku menunggu hari baru bersinar terang
Menatap langit malam,
Aku melihat bintang yang jauh
Jalan di hadapanku bersinar
Seolah memimpin jalanku
Meskipun aku tidak berpengalaman,
Meskipun sulit bagiku,
Jika luka menghentikan langkahku
Mimpi akan membuatku kembali menapaki jalanku
Tanpa mengingat kesedihan,
Aku mulai memahami rasa sakit
Ketika aku terbangun dari mimpi di dunia yang tidak diketahui
Ku kembangkan sayapku
Terbang ke langit biru
Selamat tinggal air mata,
Selamat tinggal rasa sakit
Aku tidak akan menangis lagi
Terbanglah
Teriakan kepada dunia
“Aku tidak akan sama seperti kemarin”
Meski lelah,
Aku tidak bisa menyerah sekarang,
Ini adalah awal,
Lihatlah aku,
Aku tidak takut lagi
Kembangkan sayap
Terbang ke langit
Bebas seperti burung.
Seperti bintang yang bersinar terang di langit malam.
Impian, masa depan, harapan, dan keyakinan seperti sebuah permata berharga
Tidak peduli masalah apapun yang datang
Semuanya akan baik-baik saja
Bagiku …
Aku akan mempertaruhkan segalanya untuk hari itu
Seonggok Batu Asahan
karya Dyfta Dellyana
Kami adalah seonggok batu asahan
Tak ada yang dapat kami banggakan
dari raga yang hampir termakan zaman
Bahkan terkadang tak punya harapan
untuk mendapat apa yang kami inginkan
Berjuang menjadi budak sang pisau belati
Demi hak yang tidak pernah terpenuhi
Sayatan demi sayatan menghiasi pori-pori
Menusuk dalam hingga mengoyak naluri
Derita ini menjalar sampai ubun-ubun
Menorehkan goresan hitam tanpa ampun
Kami diam, membisu, menahan amarah
akan semua yang terlanjur menjadi sampah
Sang pisau belati menjadi lebih bergairah
melihat kami hancur lebur menjadi tanah
Kami adalah seonggok batu asahan
Mencari kebenaran di atas kejahatan
Terhanyut pilu dalam permainan gila kekuasaan
Hingga sang pisau belati mencapai kemenangan
dan kami hanya menjadi korban kemunafikan
Mawar Berduri Karang
karya Dyfta Dellyana
Dialah sang penakluk kumbang
dengan mahkota yang terkembang
Dialah pemberi tanda cinta sayang
untuk segenap insan petualang
Elok rupawan paras nan menawan
menusuk jelas indera penglihatan
Harum aura jiwa menggetarkan angan
menorehkan seutas garis senyuman
Namun semua itu hanya sebuah hiasan
bak topeng pemuas birahi sang don juan
Hancur sudah hasrat indah akan khayalan
ketika desir nafas menikmati tubuh pesakitan
Dialah primadona nan malang
dengan embun yang jatuh bergelinang
Dialah ‘mawar berduri karang’
untuk melukai setiap tangan yang datang
Perkara Waktu
Karya : Nikodemus Everst Angkasa
Angin malam menyentuh kulitku
Saat aku memandang bulan dan bintang
Dengan penuh ragu dan bimbang
Kurasa ada sesuatu yang salah
Dimanakah dirimu?.
Saat aku ingin berada dekat denganmu
Mungkin kau tak peduli dengan perasaanku
Mungkin cintaku
Tak bisa menembus ke dalam hatimu
Atau mungkin hatimu telah tertutup bagi cintaku
Masih tak dapat kumengerti jalan pikiranmu
Apakah kau merasakan kehadiranku?
Apakah kau sadari bahwa aku selalu menantimu?
Apakah kau tahu bahwa kaulah bintang dalam mimpiku?
Mungkin aku bukanlah bintang dihatimu
Mungkin kau tak yakin akan cintaku
Namun ada satu hal yang harus engkau tahu
Bahwa aku tidak pernah menyerah akan cintaku
Dan engkau akan mengerti tentang perasaanku
Karena kutahu pasti kau adalah untukku
Dan semua ini hanyalah perkara waktu
===================================
Jiwa dan Keabadian
Karya : Nikodemus Everst Angkasa
Keabadian
Mungkin itu yang didambakan setiap manusia
Sebuah kata yang mengartikan kita tidak akan menjadi tua dan mati
Keabadian
Hal yang sangat diinginkan manusia
Karena kita takut bila harus hidup dan mati hanya sendirian
Memang sangat menyenangkan
Jika hidup tanpa batas
Tak perlu mengalami kesedihan karena ditinggal oleh orang yang kita sayangi
Tetapi keabadian hanyalah sebuah impian
Impian yang sebenarnya sangat menyesatkan
Impian yang membuat manusia lupa
Dimana kita menjadi berarti
Saat kita menjalani kehidupan yang terbatas dengan orang yang kita sayangi
Memang sedih yang kita rasakan
Ketika orang yang kita sayangi harus pergi
Namun harus kita sadari
Manusia mampu melahirkan jiwa yang baru
Jiwa yang akan mewarnai kehidupan ini
Harus kita ingat
Jiwa manusia jauh lebih berharga daripada sebuah keabadian
Pujaan Hati
Karya: Julio Median
Langit bergemuruh
Halilintar menyambar nyambar
Aku tak takut
Walau badai menerjang
Walau gempa mengguncang
Aku akan tetap ke sana
Ke lubuk hatimu yang paling dalam.
Pembunuh
Karya : Julio Median
Tak kusangka cerahnya pagi hari
ternodai oleh perbuatan bidabmu
tak pernah engkau pikirkan nasib orang lain
tanganmu penuh dengan darah
darah hasil pembunuhan kejam
kami tak berhak menghukummu
hanya Tuhan yang pantas melakukannya
Palembang, 3 Oktober 2010
Ajaib Engkau
Karya: Kennedy Sujandi
Ya Tuhan semesta alam
Punya-Mulah kebesaran dan kejayaan
Betapa dahsyatnya segala pekerjaan-Mu
Seluruh bumi sujud menyembah kepada-Mu
Seluruh bumi bermazmur bagi-Mu
Ya Tuhan Allahku
Punya-Mulah kemasyuran dan keagungan
Banyaklah yang telah Kaulakukan, ya Allahku
Perbuatan-Mu yang ajaib untukku
Tidak ada yang dapat disejajarkan dengan Engkau
Ku akan memuji Engkau selama-lamanya
Perbuatan-Mu
Karya: Kennedy Sujadi
Saat kubuka mataku
Saat kulihat semua yang Engkau buat di hidupku
Ku hanya bisa diam tercengang dan terkagum akan karya-Mu
Ku takjub akan kasih-Mu
Yang tergores indah di hidupku
Bila ku melihat semua itu
Hanya airmata tanda sukacita yang mengalir di hidupku
Tak kuasa aku menahannya
Sungguh ajaib Engkau, ya Allahku
Ku bersyukur buat karya-Mu dalam hidupku
Nilai
Karya: Caecilia Izabelle (04)
Aku punya pertanyaan
tentang sekolah, pengetahuan, dan kehidupan.
Mengapa kita harus sekolah?
Mengapa kita belajar?
Mengapa orang menghabiskan harta
demi selembar ijazah?
Mengapa kita harus sekolah
bila hanya demi nilai,
hanya demi angka-angka
yang tak ada artinya?
Apakah guna dari angka-angka itu?
Untuk kesuksesan?
Untuk kekayaan?
Untuk kebahagiaan?
Apakah nilai dan angka dapat membawa kebahagiaan?
Apa sesungguhnya nilai itu?
Lambang kecerdasaan?
Ukuran pengetahuan?
Atau kebohongan yang bisa diperjualbelikan?
Karena itulah yang kulihat.
Orang-orang kehilangan banyak hal karena nilai.
Kehilangan akal, kehilangan harta,
bakhas kehilangan jiwa.
Apakah masih ada yang belajar demi pengetahuan?
Apakah masih ada yang belajar bukan karena ijazah,
melainkan karena kesenangan belajar yang tertanam dalam diri?
Apakah masih ada yang belajar tanpa memperdulikan nilai yang diterima?
Adakah?
Apa yang salah dengan orang-orang ini?
Apa yang dapat disalahkan?
Sekolah?
Guru?
Para pelajar yang menjadi korban?
Apakah semuanya tetap menjadi seperti ini?
Apakah orang-orang ini akan selamanya menjadi sistem
yang terprogram untuk berlomba mendapatkan nilai?
Adakah yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaanku ini?
Aku Lelah
Karya: Caecilia Izabelle (04)
Aku seakan terperangkap dalam mimpi buruk.
Dimana aku harus terus berlari.
Hingga aku tak sanggup memacu tubuhku lagi.
Kakiku terasa makin lambat,
namun jarum jam itu terus bergerak menuju akhir-akhir segalanya.
Waktu berlalu.
Di setiap detik pergerakan jarum jam terasa sangat menyakitkan.
Bagaikan denyut nadi di balik luka memar.
Aku terus terperangkap dalam mimpi buruk itu,
seakan aku berada di dalam duniaku sendiri.
Dunia yang begitu kelam,
begitu penuh dengan luka,
dan begitu menyesakkan jiwa.
Aku seakan terperangkap di dalam masa lalu yang tak berujung.
Masa lalu yang begitu pahit,
begitu hitam,
dan penuh dengan ketidakpastian.
Aku lelah dengan semua ini.
Bila...
Karya : Jessica Bakri
Bila negara ini sirna
tak ada orang munafik bercerita
Tak ada kebohongan yang berujung luka
Tak ada orang berkorban hampa
Bila negara ini sirna
Tak ada saudara yang kelaparan
Tak ada saudara yang tak beratap
Tak ada saudara yang tak beradab
Bila negara ini sirna
Laut kita tak keracunan
Tanah kita tak kekeringan
Udara kita tak tercemar
Namun, bila negara ini sirna
Kita tak punya teman
Tak punya arah
Lalu, kita mau apa?
Aku, Harapanku dan Anganku
Karya : Jessica Bakri
Ingatkah Kau padaku?
Kududuk di pangku-Mu
Menulis angan-angan semu
Angan-angan seorang bocah lugu
Hilang bocah ditelan usia
Bukan renta bukan juga anak
Namun, tak ayal hati ini tetap berharap teguh
Bukan harapan bocah, namun harapan aku
Tak lagi nyawa dirampas
Tak lagi perang terpecah
Tak lagi hati terluka
dan biar waktu jadi penyembuh semua
Ingatkah Kau padaku?
Kuucap harapan dan anganku
Namun aku bukanlah aku yang dulu
Masih bolehkah aku berangan?
Nama : M. Stephanie C.T
No Absen : 26
Perang
Karya : M. Stephanie C.T
Konflik bergejolak
Perang mulut tak henti
Amarah membakar jiwa
Geram...
Tak ada kata maaf
Tak ada kata ampun
Tak ada yang mau mengalah
Tak ditemukan suatu kesepakatan
Jalan buntu di depan
Perang pun jadi jawaban
Kerap engkau teriakan perintah
Satu per satu meriam dan laras panjang ditembakkan
Jerit dan tangis bersahut-sahutan tiada henti
Tak pilu hatimu melihat darah mengalir
Tak keram hatimu mendengar tangis dan seruan kesakitan di sekitarmu
Kejam, sangat kejam ..
Kau seperti buta, tuli lagi mati rasa
Tak pernah mundur, terus menyerang ,
Memberantas semua yang ada di garis depan untuk pertahankan barisan
Bumi hangus, bangunan rata dengan tanah
Api dan air menjadi satu, hancur lebur
Langit seakan meringis
Matahari memerah mewakili setiap tetes darah yang tertumpah
Abu berterbangan
Kepulan asap panas menyelimuti
suram, sangat suram ...
Tak lama kemudian, tak terdengar lagi suara-suara manusia
Tanda menjemput ajal
Lelah dirimu, tanganmu kerap menhapus bulir-bulit keringat
Kemudian kau pulang dengan senyum ala pemenang
Indonesiaku
Karya : M. Stephanie C. T
Harta melimpah ruah
Tanah subur nan permai
Pemandangan elok nan sedap dipandang mata
Terbentang dari sabang sampai merauke
Ragam budaya dan agama turut mewarnai keindahan tanah tercinta
Warna kulit, suku dan ras tak lagi jadi masalah
Semua bersatu padu pada satu misi
Misi kebahagian dan kesejahteraan dalam hidup
Sumber daya alam dan manusia seakan bekerja sama
Semua sangat serasi, tak cacat sedikitpun
Membuat hatiku bangga menjadi warga negara Indonesia
Wahai negeriku, tanah Indonesia
Negeri tercinta yang tak tertandingi di belahan dunia manapun
Tak ada tempat lain yang seindah tanah airku
Ketika merah putih berkibar
Tangis dan haru menjadi pengiring
Gagah diujung tiang tertinggi
Keberanian dan kesucian sang saka melambangkan perjuangan para pahlawan
Indonesia, Indonesia
Tanah air beta tercinta
Tetaplah kau menjadi bumi pertiwi kebanggaanku
Hitam Putih
Karya : Gisella Tellys
Aku adalah putih
Seputih salju, tidak ternoda
Cahaya terang menyelimuti diriku
Senyum menghiasi parasku
Kau adalah hitam
Berwarna gelap begitu mencekam
Tidak ada secercah cahaya pun disisimu
Apakah sepi terasa olehmu?
Kita berdua adalah satu
Tidak terpisahkan selalu berdampingan
Kau berada di sampingku
Mendampingiku melewati waktu
Tetapi kenapa tiba-tiba saja kau pergi?
Kenapa kegelapanmu menggerogoti tubuhku ini?
Kenapa senyum dingin kau berikan padaku?
Begitu keji mengiris kalbu
Sekarang aku terduduk sendirian
Menatapmu dari kejauhan
Kegelapan memenjarakan ragaku
Tubuhku lemah tak berdaya
Aku adalah putih
Menunggu sendirian dalam kegelapan absolut
Kembalilah saat kau puas berbuat
Aku akan menunggu dan mengambil alih nanti
Hidup dan Mati
Karya : Gisella Tellys
Lensa mataku menghadap seorang perempuan
Perempuan cantik berambut hitam terurai
Bola matanya seindah birunya langit
Senyumnya mengembang menenangkan hati
Dia begitu hidup
Tawanya seperti kicauan burung di musim semi
Matanya memancarkan sinar seperti mentari
Keberadaanya seperti bunga pertama di musim semi
Dirinya seperti eksistensi air dalam kehidupan
Dirinya adalah pemberi kehidupan
Dirinya yang membawa kebahagiaan
Dirinya yang memberikan kepuasan
Dirinya lah yang mendamaikan setiap orang
Tetapi…
Kenapa sesuatu yang begitu hidup bisa mati?
Dimanakah sinar yang memancar dari kedua bola matanya?
Dimanakah suaranya yang mengalahkan merdunya kicauan burung?
Dimanakah keberadaanya yang mengalahkan keberadaan mentari di langit?
Mataku memperhatikan tubuh kakunya
Bibirnya berwarna kemerahan…
Matanya tertutup seakan ia sedang terkurung dalam mimpi
Rambutnya hitam berkilauan seperti langit malam…
Senyum menghiasi paras cantiknya..
Dia tidak mati.
Keberadaan tubuh tak bernyawanya masih memberikan suatu energi kehidupan
Diam darinya masih menimbulkan kedamaian
Tubuhnya yang sudah mati masih terlihat begitu hidup
Selamat jalan, Sahabat
Biarlah dirimu menjadi korban terakhir
Dengan hidup yang sudah kau berikan
Doakan dan berikan damai di tempatku berada
Palembang, 2 Oktober 2010
Puisi Pertama
Membungkus Kata Maaf
Karya Vien Hardiyanti
Kelas XII P2/ 42
Ada sembah sujud….
Ingin menyingkir tapi diselubungi penyesalan
Seperti...
Seekor landak yang mencabut durinya
Seekor sigung yang memotong ekornya
Seekor harimau yang menggigit cakarnya
Sungguh…
Tak akan lagi…
Meski lutut tertancap di hamparan sabana berlapis onak,
Meski air mata sudah menggenangi nurani,
Meski cela membakar sanubari,
Masih adakah sumur pertobatan?
Puisi ke-2
Pecahan Uang Seratus Ribu
Karya Vien Hardiyanti
Kelas XII P2/ 42
Mereka bilang aku ini pundi-pundi mereka
Mereka bilang aku ini sebungkus nasi
Mereka bilang aku penunjuk jalan
Mereka bilang aku pembungkam lidah
Aku ini dewa, tapi kadang sangat hina
Aku disembah, kadang dilempar
Aku dibelai, kadang dicercah
Tapi mereka rela mati demi aku…
Aku hanyalah…
pecahan uang seratus ribu…
Kamu
Karya : Devan Tri Wirawan
Nomor Absen : 8
Kamu
Melintasi angan dan pikiranku
Sewaktu aku terduduk dan membisu
Seakan menarik dan merenggut segala curahan hatiku
Menjadi berbalik dan menuju kepadamu
Menghilangkan semua isi di otakku dan hanya memikirkan satu
Pusat gravitasi dari arah cintaku
Lawan dari sifat muatan yang dibawa hatiku
Kamu
Membuatku selalu terhipnotis akan kata- kata yang terucap dari bibirmu
Terbayang akan sesuatu yang indah yang dipancarkan matamu
Terlena akan halusnya belaian tanganmu
Melupakan semua beban yang merundungiku
Seakan aku akan selalu berkata setuju
Walaupun aku harus memetik bintang pilihanmu
Terbang ke langit tanpa alat bantu
Walaupun aku harus mencari berlian sampai ke perut bumi
Bongkahan tanah akan kugali
Semua karenamu
Kamu
Membuatku selalu bertanya
Tak sadarkah bahwa dirimu terlahir begitu indah
Membuatku harus berkata
Bahwa engkaulah yang aku anggap ciptaan Tuhan yang paling memesona
Bagaikan mutiara beralaskan arang hitam
Bagaikan cahaya yang ditutupi mendungnya awan
Tetapi akhirnya engkau tetap mampu bersinar terang
Menembus semua penghalang yang menghadang
Kamu
Kuharap mampu melengkapi tulang rusukku
Bagaikan cerita penciptaan Hawa yang menemani Adam
Kuharap mampu menyusun serpihan dari hatiku
Seolah menjadi sesuatu yang baru yang belum pernah karam
Kuharap mampu menerangiku
Walaupun aku tahu matahari hanya ada satu
Dan cukup untuk menyinari semua makhluk
Walaupun aku tahu bulan hanya ada satu
Dan cukup untuk menyinari keindahan malam
Tetapi, aku butuh satu sinar yang mampu melingkupi hatiku
Dan memenuhi apa yang kurang dari diriku
Kamu
Angin Perubahan
Karya : Devan Tri Wirawan
Nomor Absen : 8
Aku menunggu suatu waktu saat angin perubahan berhembus
Menghapus semua pikiran dan pandangan yang membius
Bagaikan percikan air di padang tandus
Bagaikan arus air yang melewati kerongkongan yang haus
Aku menunggu suatu waktu saat angin perubahan menghampiriku
Memberikan pandangan tentang kehidupan yang baru
Seperti saat Uni Soviet runtuh dan perang dingin membeku
Seperti saat Tembok Berlin diruntuhkan dan Jerman bersatu
Aku menunggu suatu waktu saat angin perubahan menunjukkan tajinya
Membuktikan bahwa perubahan itu diperlukan keberadaannya
Bak kemerdekaan yang direnggut pahlawan
Bak reformasi yang dihunuskan mahasiswa
Percayalah bahwa angin perubahan itu ada
Percayalah bahwa hal itu akan membawa suatu masa
Masa saat kita sadar bahwa kita semua bersaudara
Masa saat kita tak perlu keberadaan senjata
Masa saat kita sadar bahwa perubahan selalu ada
Berhembus dan mengalir bersama angin dan udara yang kita hela
Cinta
Karya : Birgitta Fajarai
Jiwa...
Raga...
Rasa...
Menjadi satu atas namanya
Canda...
Tawa...
Resah...
Mewarnai jalannya
Sedih...
Sakit...
Bahagia...
Candu yang tak terkikis waktu
Tak sanggup kehilangannya
Tak mau kehilangan dirinya
Kan kumiliki apa adanya
Sebagai kenangan paling indah
Membaur dalam bara cinta
Menyala selamanya
Berkobar tanpa syarat
Karena ia sangat mulia
Walau luka menghiasi jiwa
walau pedih masih tersisa
ku tak bisa hidup tanpanya
karena tanpanya aku hampa
Hanya Dia
Karya : Birgitta Fajarai
Kulihat diri-Nya
Kudengar sabda-Nya
Kurenungi semua firman-Nya
Sungguh mempesona
Kuperhatikan Dia
Telusuri diri-Nya
Semua daripada-Nya
Membuatku terpesona
Dia Maha Indah dan segalanya
Ku semakin tergila-gila pada-Nya
Sungguh Dia rajaku
Sungguh Dia hidupku
Sungguh Dia kekasih hatiku
Sungguh Dia penolongku
Seluas angkasa
Sedalam samudera
Kucinta Dia
Seperti Dia cintaiku
Dia segalanya bagiku
Dialah cinta sejatiku
Puisi ke-1
Sekolahku
Karya : Renny Meylia Febrianti
Kelas : XII IPA 2 / 34
Sekolahku
Disanalah tersimpan begitu banyak kenangan
Ada yang manis ada juga yang pahit
Tempatku menimbah ilmu
Tempatku bertemu teman – temanku
Tempatku merasakan ceramah dan omelan guruku
Namun, sebentar lagi aku akan pergi meninggalkanmu
Pergi ke tempat yang jauh
Untuk menuntun ilmu yang lebih tinggi
Demi mengapai cita-cita dan masa depanku
Andai saja dapat kuulang waktu
Aku ingin sekali kembali ke saat aku pertama kali menginjakkan kaki di sekolahku ini
Kembali mengulang masa-masa yang indah bersama teman-teman
Bercanda tawa dengan gembira
Melakukan kenakalan-kenakalan kecil yang terkadang membuat kami dimarahi guru
Tetapi, sebentar lagi hal itu hanya akan menjadi kenangan manis
Masa-masa itu hanya dapat kurasakan sebentar lagi
Setelah melewati beberapa bulan ini
Yang dapat kulakukan hanyalah mengenang masa-masa itu
Tanpa dapat mengulanginya kembali
Puisi ke-2
Karena Ada Kau
Karya : Renny Meylia Febrianti
Kelas : XII IPA 2 / 34
Ketika aku lelah
Kau memberiku kekuatan
Kau selalu di sisiku
Sekarang aku ingin mengatakan
Terima kasih
Karena ada kau
Aku bahagia
Meskipun aku pernah membuatmu sedih
Pernah melakukan hal yang salah
Kau diam-diam mengawasiku dari belakang
Memaafkan segala kesalahanku
Kau lebih lelah dariku
Lebih khawatir dariku
Karena ada kau
Itu sebabnya aku ada di dunia ini
Aku sangat bersyukur akan hal itu
Apa yang harus kuberikan padamu?
Sebenarnya ada begitu banyak
Tetapi untuk mewujudkannya itu sulit
Sulit untuk membalas semua yang telah kau berikan padaku
Aku sangat senang dan bersyukur
Karena ada kau di sisiku
Terima kasih Ibu
Kisah Seorang Boneka
Karya : Evelyn Wijaya(13)
Tergeletak dalam kegelapan
Diam dalam hening
Diasingkan dan mengasingkan diri
dalam kekelaman tiada ujung, tiada akhir
Rambut yang dulu hitam legam telah mengusam
Badan lapuk dimakan waktu
Namun wajah yang dulu begitu anggun,
tetap anggun
Meski telah dinodai oleh dusta hitam
Matamu bening sayu
Tatapanmu kosong,
menyimpan sejuta misteri dalam sunyi
Saksi bisu akan sejumlah kekejaman atas dirimu
Engkau telah
digunakan sekehendak hati
disayang lalu dibuang
dipuji lalu dicaci
dipuja lalu dicerca
Engkau dikutuk dan dihina
Namun kau hanya membisu
Seutas bibir kaku tak bergerak
Meski tangan berlumur dosa
Matamu tetap bening dan sayu,
murni
Tersamar dalam keheningan
Takjub, kubertanya
'Punyakah engkau hati?'
'Pernah' - bisiknya dalam deru nafas hawa dingin
'dari kaca,
yang kini telah menjadi serpihan,
dan lenyap entah kemana..'
---------------------------------
Curahan Hati Sebatang Pohon
Karya : Evelyn Wijaya (13)
Untuk merpati kecilku....
Janganlah kau takut,
akan petir dan gelap yang mencekam
akan terik panas mentari dan dinginnya malam
akan pemangsa dan musuh-musuhmu yang siap menerkam
Janganlah kau takut, sayang
Kan kurendahkan dahanku,
agar kau jauh dari dentuman kilat
Kan kulebatkan rimbunku,
agar kau tak merasa panas atau dingin yang berlebih
Kan kusembunyikan kau di balik ranting-rantingku,
dan kupeluk kau erat
agar kau tak merasa sepi ataupun takut
akan kekelaman malam dan intaian musuhmu
Kan kubelit dan kujatuhkan mereka yang ingin menyakitimu
agar kau terlelap dalam rasa aman dan tentram
Kala kau akan mencari belahan jiwamu, kasihku
Terbanglah membawa sekuntum bunga dari pucukku
Bawalah satu buah terbaik dari cabangku
Sebagai bekal di pencarianmu
Dan ketika kau kebingungan mencari rumah untuk keluargamu
Ambillah rerantinganku,
dan buatlah sarang ternyaman di dekat batangku
Ambillah cacing dari perangkap akarku,
serta air dari tetesan embun di daunku,
untuk menghidupi anakmu
Di kala waktu berlalu,
dan engkau ingin pergi menjelajahi dunia,
terbanglah anakku!
Rentangkan sayapmu seluas samudra,
dan taklukkanlah langit
Kelak,
ketika sayapmu telah lelah,
badanmu telah renta,
dan paruhmu sudah rapuh,
pulanglah manisku
Dan tidurlah di rerimbunan dedaunan terakhirku yang layu,
beralaskan batangku yang lapuk,
di dekat akarku yang sekarat...
Arti Kehidupan
Karya : Andre Stefanus
Untuk apa menjadi bangsawan,
jika akhirnya hanya menjadi roh melayang
Apalah artinya menjadi orang terhormat,
Bila akhirnya hanya menjadi seonggok mayat
Mengapa kita mengejar harta
Jikalau akhirnya kita dikejar ajal
Buat apa mencari popularitas
Pada akhirnya dicari Yang Di Atas
Apa yang kita kejar di dunia ini,
Apakah itu kebahagiaan?
Ataukah itu kesuksesan?
Entahlah,
aku tidak mengerti
Mengapa kita dilahirkan,
Jika akhirnya kita meninggal,
Mengapa kita diberi kehidupan,
Jika akhirnya kita diberi kematian.
Tuhan,
Tujuan seperti apakah yang Engkau berikan?
Mengapa Engkau ciptakan kami semua?
Entahlah,
Aku masih saja tidak mengerti
Kucoba selalu mencari jawaban,
Dari semua pendapat dan buah pikiran.
Ada yang mengatakan kehidupan untuk bersenang-senang
Kehidupan untuk sesuatu yang kita bela mati-matian
Kehidupan untuk selalu berbuat kebaikan
Kehidupan untuk semua yang kita cinta
Apakah itu jawaban-Mu, Tuhan?
Apalah arti kehidupan,
Apalah arti nafas ini,
Apalah arti jiwa ini
Apalah arti fisik ini,
Jika akhirnya semuanya menghilang
Dan pada akhirnya ku bertanya pada diriku sendiri
Apa tujuan hidupku ini?
Ku hanya bisa menjawab
Entahlah,
Aku tidak akan pernah bisa mengerti.
Bumi Takkan Pernah Bisa Bicara
Karya : Andre Stefanus
Apakah salahku?
Hingga kau cabut pohon-pohon ini
Kau gunduli bukit-bukit, dan hutan-hutan
Kau ambil semua yang aku punya
Serakah!
Tak pernah engkau kembalikan
Apakah salahku?
Sungai-sungai kau cemari
Dengan segala sampah dan limbah beracunmu
Ikan-ikanku kau habisi
Serakah!
Tak pernah engkau pikirkan
Apalah salahku?
Kau sakiti pelindungku
Kau cemari udaraku
Semua asap pabirk dan motormu
Semua itu menggangguku
Serakah!
Tak pernah engkau hilangkan
Apalah salahku?
Kau gali diriku ini,
Aku ambil semua yang ada padaku
Semuanya,
Tanpa adanya sedikit kesadaran
Serakah!
Tak pernah engkau hentikan
Tapi sekarang,
Engkau akhirnya merasakan.
Semua akibat dari berbagai tindakan
Yang telah engkau lakukan padaku
Longsor, banjir, gempa bumi,
semua itu akhirnya datang kepadamu
Semua orang menangis
Semua orang bersedih
Semua merasa kehilangan
Semua merasa kesakitan
Semuanya hanya bisa berkata,
Bumi sudah menunjukkan amarah.
Aku tidak akan pernah marah!
Aku ini sekarat!
Semua lubang yang kau buat di tubuhku ini,
Semua hutan yang telah engkau kelupas dari kulitku ini
Semua racun dan asap busuk itu
Itu semua menyakitkanku!
Aku tahu kalian semua juga kesakitan,
Tapi sadarlah
Tolonglah aku ini yang sudah sekarat
Jangan sakiti aku lagi,
Tolonglah sadarlah,
Aku tak sanggup lagi menahan derita ini
Sekali lagi tolonglah,
Sebelum semua ini terlambat
Maaf, aku tidak bisa mengatakannya pada kalian
Karena aku,
Bumi yang takkan pernah bisa bicara.
absen : 44
Tujuan Hidup
Detik demi detik terus terlewati
Hal-hal duniawi semakin kurasakan
Semakin keriput umurku terasa
Semakin takut daging dan rohku bermitosis
Tak terimajinasikan bagiku
Hidupku di dunia hanya sekejap mata
Hidupku di dunia semakin tak berdaya
Aku hanya mengarah pada angin bertiup
Hampa dan tiada ke mana
Tak terdefinisikan arti hidup nyata
Untuk apa aku lahir?
Untuk apa aku menginjak bumi ?
Mengapa aku takut mati?
Ku hanya melamun
Ku hanya menggantung
Ku hanya menjadi beban hidup
Bagi Tuhan Maha Pencipta
Tuhan …
Mengapa Engkau biarkan aku tergeletak?
Mengapa Engkau biarkan aku sendiri?
Tujuan hidupku t’lah terlarut dalam hampa
Hilang tanpa meninggalkan jejak
Seperti bayangan gelap menyelimuti ruangan
Cerahkanlah hamba-Mu dengan tujuan yang mulia
Percikkanlah tujuan akan arti hidup
Tujuan hidup yang berkilau
Absen : 44
Pertobatan
Hari demi hari yang kualami
Semakin tipis cinta yang kumiliki
Cinta yang hidup akan kasih
Semakin tebal dosa yang kumiliki
Dosa yang bereaksi dalam tubuhku
Tuhan …
Jubah putih yang telah Engkau letakkan
Jubah putih-Mu yang telah kukenakan
Telah kusia-siakan
Telah kunodai akan dosa
Kunodai tanpa rasa bersalah
Tak pernah kucuci
Tak pernah kupikirkan
Memang sakit untuk-Mu
Memang sangat perih rasanya
Dapat kurasakan dalam hati kecilku
Sungai terus mengalir
Mengalir tanpa henti
Itulah cinta-Mu Tuhan
Engkau mengasihiku tiada batas
Jubah yang bernoda itu
Engkau bersihkan dengan tangan-Mu yang bersih
Engkau cuci jubah bernoda itu sendiri dengan cinta
Tanpa memandang lelah
Tanpa memandang siapa diriku
Diriku yang bernoda hitam ini
Aku sungguh mengagungkan-Mu
Aku patut Engkau hakimi
Aku sungguh menyesal
Sungguh menyesal
Tetes demi tetes air mataku yang keluar
Mengelumuri diriku ini
Panasnya darah dan jiwaku
Telah menjadi dingin, beku dan kaku
Disertai jantung terus berdebar
Hidupku sudah ambang kegelapan
Tuhan …
Dosa yang t’lah kugenggam
Tak dapat terlepas dari genggamanku
Walau sampai titik darah terakhir
Ingin kuraih dan sentuh altar-Mu
Aku ingin betatap muka dengan Engkau
Tuk memohon dan meminta penitensi
Penitensi yang setara dengan hidupku
Agar dosaku menjadi putih
Absen : 44
Pertobatan
Hari demi hari yang kualami
Semakin tipis cinta yang kumiliki
Cinta yang hidup akan kasih
Semakin tebal dosa yang kumiliki
Dosa yang bereaksi dalam tubuhku
Tuhan …
Jubah putih yang telah Engkau letakkan
Jubah putih-Mu yang telah kukenakan
Telah kusia-siakan
Telah kunodai akan dosa
Kunodai tanpa rasa bersalah
Tak pernah kucuci
Tak pernah kupikirkan
Memang sakit untuk-Mu
Memang sangat perih rasanya
Dapat kurasakan dalam hati kecilku
Sungai terus mengalir
Mengalir tanpa henti
Itulah cinta-Mu Tuhan
Engkau mengasihiku tiada batas
Jubah yang bernoda itu
Engkau bersihkan dengan tangan-Mu yang bersih
Engkau cuci jubah bernoda itu sendiri dengan cinta
Tanpa memandang lelah
Tanpa memandang siapa diriku
Diriku yang bernoda hitam ini
Aku sungguh mengagungkan-Mu
Aku patut Engkau hakimi
Aku sungguh menyesal
Sungguh menyesal
Tetes demi tetes air mataku yang keluar
Mengelumuri diriku ini
Panasnya darah dan jiwaku
Telah menjadi dingin, beku dan kaku
Disertai jantung terus berdebar
Hidupku sudah ambang kegelapan
Tuhan …
Dosa yang t’lah kugenggam
Tak dapat terlepas dari genggamanku
Walau sampai titik darah terakhir
Ingin kuraih dan sentuh altar-Mu
Aku ingin betatap muka dengan Engkau
Tuk memohon dan meminta penitensi
Penitensi yang setara dengan hidupku
Agar dosaku menjadi putih
Posting Komentar